• Home
  • Review
  • Hiburan
  • Curhat
  • Tentang Saya
Facebook Twitter Instagram Pinterest

NIKKI*

Dalam Bahasa Jepang berarti Catatan Harian : info | cerita | review | hobi | hiburan | kuliner | serba-serbi



Kamu…
Sosok yang seringkali menyulut rindu
yang tanpa sadar menjadi candu
menghangatkan malam-malam syahdu.

Kamu…
Individu tak tahu malu
Menyeruak ke dalam kalbu
Menyulut rindu membangkitkan kenangan indah masa lalu

Kamu…
Kadang juga seperti hantu
Menghantui hari-hariku
dengan kenangan-kenangan indah bersamamu

Tapi Kamu…
Adalah bentuk hubunganku denganmu
yang jika berubah akan membuat semuanya menjadi rancu
sehingga membuat semua rindu dalam kalbu ini menjadi tabu
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
Rindu tiba-tiba hadir menggebu
Di antara rintik hujan di bawah awan kelabu
Hadirnya rindu
karena aku membuka kembali potret kebersamaanku denganmu
tersenyum bersama pada momen indah di masa lalu
Bersama rindu terseruak kenangan yang terbelenggu


Tapi rindu ini harus kusimpan hanya untuk diriku
karena orang lain tak boleh tahu
karena rinduku ini bagaikan benalu
yang hanya akan mengganggu
Rinduku juga bagaikan pembantu
pembantu yang mengharap cinta sang ratu
yang wujudnya ada tetapi tabu
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
"Lo masih punya 'rasa' sama Charlita, Ndre? Si model matre itu? Hey apa kata dunia?"

"Shut up your mouth, Jay. Gue tau lo sahabat baik gue. Tapi untuk urusan ini gue harap lo nggak ikut campur."

"Saat ini nama lo sebagai violist cerdas itu harus lo jaga, Ndre. Gue sebagai sahabat gak mau nama baik lo itu tercemar gara-gara lo masih ada hubungan sama si Baby Chay itu," Jay mengucap panggilan Charlita itu dengan nada manja layaknya Charlita yang mengucap saat ia mengakhiri khotbahnya.

"Lo gak pernah tahu sisi lain si Chay, Jay. Jadi lo gak berhak menjudge dia seenaknya.

"Terserah lo deh, Ndre."

Jay keluar dari ruanganku. Kemudian ingatanku melayang ke pertemuanku dengan Charlita tiga tahun lalu di Paris. Saat itu aku masih menyelesaikan sekolah biolaku di sebuah universitas musik terkenal di Paris.

Pertemuan pertama kami di bawah menara Eiffel dengan senyum Charlita yang mengembang saat melihatku usai memainkan biolaku di taman dekat Eiffel. Meski banyak orang yang melihat aksi kecilku itu, tapi senyum Charlita yang sangat menarik perhatianku. Senyum tulus yang tak dibuat-buatnya. Senyum itu tak pernah diperlihatkannya saat ia memikat pengusaha-pengusaha kaya yang dikejarnya untuk dipacarinya.

Charlita memang model yang sepanjang hidupnya selalu mengejar-ngejar laki-laki kaya untuk dipacarinya demi keuntungan pribadinya. Untuk bisa memenuhi keinginannya memiliki baju, sepatu dan tas ber-merk terkenal.

Tapi ada satu masa aku dan dia dipertemukan dalam satu keadaan dimana kami harus hidup dalam kekurangan bersama. Charlita harus menumpang di rumah kakakku yang seorang penjual bubur ayam. Ia harus rela menanggalkan baju, sepatu, dan tas ber-merknya. Berhari-hari ia menangis saat itu, tapi di balik tangisnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ia memiliki keteguhan hati yang kuat untuk keluar dari 'hidup sengsara' yang disebutnya. Dan hal itulah yang memotivasiku untuk menggapai cita-citaku menjadi violist ternama.

"Kau memiliki bakat alami yang harus terus kau perjuangkan, Andreas Wisasongko. Akan sia-sia bakatmu kalau kau tak perjuangkan dan kau tak bisa menjadi violist terkenal di seantero negeri ini. Jika kau terkenal, hidupmu tak akan lagi susah seperti ini."

Satu kecupan mendarat di bibirku setelah Charlita mengatakan kata-kata motivasi itu.

Satu kecupan yang tak pernah kulupakan.

Perlahan aku menyapu bibirku dengan ujung ibu jari mencoba merasakan bibir Charlita yang lembut itu. Kututup kedua mataku, membayangkan ciuman singkat kami malam itu.

Lama aku membayangkan......

Ceklek.....

"Andreas...." suara lirih itu, suara yang kukenal. Aku berdiri dari dudukku dan menoleh ke arah pintu.

"Charlita...."


Based by song:
Shania Twain - You're Still The One
---------------------------------------------------------------------------------------------------

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Aku menggenggam medali emas yang masih menggantung di leherku lekat-lekat. Di dekatku dua botol minum berwarna merah dan biru berdiri bersisian seolah sedang berpelukan haru melihat kemenanganku sore tadi.

"Match won by Arditha Santoso 21-15 21-10."

Suara dari wasit yang mengumumkan skor hasil kemenanganku sudah tak lagi terdengar oleh telingaku. Aku sudah larut sendiri dalam pikiranku. "Amira, lagi-lagi aku memenuhi janjiku untuk menjadi juara. Kau lihat....??"

*** 

"Aku dengar kau akan pergi..." tanya Amira pada pemuda bernama Arditha di depannya.

"Ya... “Benar, aku lolos seleksi dan dipanggil untuk bergabung di Pelatnas.” 

Mata gadis itu seketika tampak kosong. Kemudian ia mengerjap dan langsung saja setetes kristal bening jatuh mengikuti gaya gravitasi dari iris matanya. Ia… menangis. 

“Hei, tak usah terlalu dipikirkan. Sekarang komunikasi sudah canggih, kita ‘kan bisa berkomunikasi lewat telepon, SMS, ataupun, internet,” hibur Arditha. "Jadi jangan menangis lagi, oke..??" Arditha merengkuh Amira dalam pelukannya dan perlahan ia merasa Amira mengangguk pelan di pelukannya. 

Arditha menyudahi pelukannya. Tentu saja ia tak mau Amira larut dalam kesedihan.  Lagipula Arditha bisa merasakan kaosnya mulai basah oleh air mata dan tentu saja ia tak mau pulang dengan baju yang basah.

Pemuda itu kemudian menarik ranselnya mendekat. Mengeluarkan berbagai isinya. Sebuah sapu tangan dipakainya untuk menghapus sisa-sisa air mata yang membekas di pipi marun gadis itu.
 
Pemuda itu mengeluarkan botol air minumnya dari ransel. Lalu mengulurkan pada Amira,  “Mau minum?” 

Amira menggeleng pelan. “Trims, tapi aku sudah punya. Aku kan hari ini latihan. Apa kau lupa?” Gadis itu kembali merekahkan senyum terbaiknya sembari mengambil botol air minumnya dari tas olahraganya. Arditha hanya tersenyum tipis mendengarnya, ditariknya kembali uluran tangannya.
 
Tiba-tiba, terbesit ide di kepalanya.

"Amira, bagaimana bila kita bertukar botol air minum?”

Amira yang sedang meneguk air minumnya langsung berhenti. “Maksudmu?”

“Ya, kita bertuka botol air minum lalu nanti setelah kita bertemu lagi, kita harus mengembalikannya pada pemiliknya!” Tanpa ragu, pemuda itu mengutarakan idenya.

Beberapa detik, Amira tampak berpikir. Namun akhirnya gadis itupun menyetujuinya.

“Baiklah! Janji ya, kau jaga baik-baik botol air minumku.” Gadis itu mengulurkan jari kelingkingnya.

“Heh? Apa itu?” Arditha mengernyitkan dahinya. Bingung dengan uluran kelingking dari Amira.

“Kata Ayahku, bila berjanji kita harus saling mengaitkan kelingking kita! Seperti di film-film.” Gadis itu meraih jari kelingking Arditha lalu mengaitkannya dengan kelingkingnya sendiri. Sementara Arditha hanya mengangguk-angguk mengerti.

“Kita bertemu di sini lagi secepatnya setelah aku meraih juara dan saling mengembalikan botol air minum ini. Janji!” Arditha berjanji yakin. Kaitan kelingking pertanda janji yang—mungkin—takkan bisa ditepati.

*** 

"Ar.... Ingat Amira lagi?" sebuah suara dan tangan besar yang menyentuh pundakku mengagetkanku.

"Dion.."

"Mungkin kau bisa mengunjungi makamnya. Kuantar kalau kau tak keberatan."

"Terima kasih..." ucapku pelan. Satu-satu, secara bergantian aku memandangi botol minum berwarna merah-biru yang berdiri beriringan itu dan foto terakhir Amira yang diberikan Dion saat pertama kali aku bertemu dengannya.

Amira....

Sudah tiga tahun kau pergi.... sudah banyak juara yang kuraih. Tapi kenangan dan janji bersamamu tak pernah hilang dan tak terganti. 



Based by song:
Marcell - Takkan Terganti
---------------------------------------------------------------------------------------------------

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Di bawah terangnya cahaya bulan, Rissa dan Chandra berjalan bergandengan tangan menuju sebuah bangunan bersejarah tempat mereka pertama kali bertemu dan jatuh cinta. Gedung Rahasia, Chandra menyebutnya, karena disanalah ia sering berkeluh kesah dan mencurahkan semua rasa di hatinya saat ia tak bisa menyampaikan keluh kesahnya pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Terlebih tentang perasaannya pada Rissa saat mereka belum ditakdirkan untuk bersama.

Chandra dan Rissa menatap lurus gedung itu dengan tatapan yang penuh kenangan, mereka bersyukur akhirnya mereka bisa kembali ke tempat kenangan mereka saat mereka kini sudah menjadi pasangan.

"Sebenarnya, aku menyembunyikan sebuah hadiah yang sudah kusiapkan untukmu disini." ucap Chandra pada Rissa sembari masih menatap Gedung Rahasia. Rissa memandang Chandra penasaran kemudian menunduk tersipu.

"Aku sudah memiliki segalanya. Bagaimana mungkin aku berani menginginkan hal yang lain?" ujarnya dengan menatap
Chandra penuh syukur.

Chandra balas menatap Rissa dengan tatapan yang sama. "Aku sudah menyiapkan hadiahnya. Carilah!" perintah Chandra lembut.

Rissa menoleh menatap Gedung Rahasia, ia lantas melepaskan genggaman tangannya dari tangan Chandra dan mulai mencari hadiah yang dimaksudkan Chandra.

Ia menyusuri setiap inci bagian dari Gedung Rahasia, hanya di bagian luar saja sebenarnya, karena pintu Gedung sedang ditutup karena di dalam sedang ada perbaikan.

Pot bunga, kap lampu, angin-angin, hinga daun jendela ditelusuri
Rissa. Ia bahkan sampai mendongak kesana dan kemari hanya untuk mencari hadiah yang dimaksudkan oleh Chandra. Bahkan ia sampai meraba-raba lantai dan rumput yang ada di halaman. Chandra  hanya tersenyum melihat usaha yang tengah dilakukan Rissa .

"Bukankah kau baru saja bilang bahwa kau tidak memerlukan hal-hal lain? Untuk orang yang baru saja mengatakan hal seperti itu, tidakkah kau mencarinya dengan terlalu serius?" sindir
Chandra pada Rissa yang masih tengah serius mencari.

"Apa itu sebenarnya?"
Rissa berbalik bertanya pada Chandra karena ia tak kunjung menemukan sesuatu yang dimaksud Chandra. "Mungkinkah itu benda yang sangat kecil hingga tak bisa dilihat dengan mata telanjang?"

"Kecil? Tidak!" sanggah
Chandra.

Rissa menengadah menatap Chandra mencerna kata yang baru saja diucapkan oleh Chandra. Itu sebuah petunjuk penting. Ia lantas berjalan kembali ke arah Chandra kemudian menatap dalam kedua mata Chandra. Namun saat ia sudah dekat dengan Chandra, tatapan itu berubah tercampur sedikit keraguan.

"Mungkinkah itu... Kau ingin memberikan padaku Gedung Rahasia?" tanya
Rissa ragu-ragu.

Tawa
Chandra seketika pecah. "Kau berani berpikir seperti itu?" tanyanya pada Rissa setelah tawanya reda. "Tapi bukan itu." lanjutnya.

"Lalu apa itu?" tanya
Rissa dengan senyum manisnya.

Chandra menghela napas. "Yang ingin kuberikan padamu adalah sesuatu yang tidak dapat ditukar dengan apapun di dunia ini. Di seluruh dunia, hanya ada satu, satu-satunya. Yang selama ini para wanita menginginkannya. Satu-satunya.." ucapnya dengan diakhiri senyum.

Rissa balas tersenyum setelah mendengar pernyataan Chandra. Ia akhirnya menyadari 'sesuatu' apa yang ingin Chandra berikan untuknya.

"Mungkinkah....??" tanya
Rissa dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.

"Sepertinya kau sudah menebaknya."
Chandra pun turut mengembangkan senyumannya. "Benar, itu aku." Chandra mengakuinya dengan malu-malu.

Rissa pun semakin memperlebar senyumannya. Rasa bahagianya yang terlalu membuatnya ingin terus tersenyum dan tertawa.

"Hmm.. Apa arti tawamu itu? Jangan bilang ada yang lucu." tanya
Chandra penasaran karena melihat Rissa yang tertawa begitu senang.

"Bagaimana mungkin aku berani tidak hormat pada BOS-ku yang terhormat?" jawab
Rissa dengan pertanyaan retoris. "Aku tersenyum karena aku bahagia. Karena aku bahagia karena itulah aku tertawa." lanjutnya dengan masih dengan senyumnya yang mempesona menghias wajah ayunya.

Chandra lantas berjalan dua langkah besar-besar kemudian memeluk erat tubuh Rissa.

"Bukankah kau sudah memberikan hatimu padaku? Karena itu, aku akan memberikan segalanya padamu." ucap
Chandra dengan tegas di telinga Rissa dan masih dengan memeluk Rissa erat.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kupandangi sebuah origami berbentuk perahu yang tiba-tiba kutemukan dalam tas olahragaku sambil duduk-duduk di bangku di sisi lapangan sambil sesekali melihat pintu masuk. Aku sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian orang itu datang sambil setengah berlari dan berhenti di hadapanku dengan napas yang masih naik turun.

"Maaf terlambat." ucapnya sembari mengatur napasnya. Ia meletakkan tas olahraganya di lantai kemudian membukanya dan mengambil sebotol air mineral dan meminumnya hingga tinggal setengah.


"Mau menjadi pasanganku untuk selamanya?" tanyaku tiba-tiba. Entah apa yang membuat aku berani mengatakannya. Semuanya serba tiba-tiba terpikir olehku.

"Eh?" ia mengernyitkan dahinya mencoba mencerna perkataanku.

"Jadilah pasanganku buat selamanya. Tak cukup hanya partner di dalam lapangan, tapi di luar lapangan juga. Karena meskipun aku sudah mencari tambatan hatiku kesana-kemari, tapi nyatanya aku menemukannya disini. Di hadapanku, sedang menggenggam sebuah botol air minum, yang siap berlatih bersama denganku, dan bersiap mengharumkan nama bangsa bersama. Partner sekaligus sahabatku..."

Aku melihat matanya membelalak tak percaya. Ekspresinya bercampur aduk mulai bingung, kaget, dan sedikit bahagia. Mungkin.

Aku meraih satu tangannya yang bebas yang tak digunakannya menggenggam botol air minum. "Jadilah tambatan hatiku. Tempatku kembali, dan tempatku berbagi segala rasa bahagia bahkan duka. Aku mencintaimu."

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Kemudian satu... dua... tiga... tetes air mata mulai turun membasahi pipinya yang putih bersih itu.

"Untukmu." aku mengangsurkan origami berbentuk perahu itu kepadanya. Ia memandangnya sekilas kemudian tanpa kusangka ia memelukku kemudian menangis di dadaku. Namun di sela tangisannya aku bisa mendengarnya mengucapkan sebuah kata..

"Aku juga mencintaimu."

---------------------------------------------------------------------------------------------

Inspired by Perahu Kertas'es Lyric.
"Perahu kertas mengingatkanku, betapa ajaib hidup ini. Mencari-cari tambatan hati. kau sahabatku sendiri....."
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sejak selepas Isya, Ari sudah terlelap di kasur kesayangannya. Memang semenjak dia naik ke kelas IX, kegiatannya bertambah padat. Mulai dari les, berlatih sepak bola hingga kerja kelompok yang hampir ada setiap hari. Meskipun begitu, Ari tetap bisa membagi waktunya dengan baik. Ari juga sangat beruntung karena mempunyai dua orang sahabat yang baik hati. Roni dan Grace. Setiap hari mereka menghabiskan banyak waktu bersama untuk berbagi cerita suka maupun duka.

Tengah malam menjelang, tiba-tiba Ari terbangun, ia ingin ke kamar kecil namun saat ia berjalan ke luar kamar, di kejauhan di luar jendela kamarnya terdengar sayup-sayup derap langkah beberapa orang yang sedang terburu-buru ditambah lagi bau wangi kemenyan yang semerbak yang biasanya dijumpai saat upacara pemakaman. Ari yang sudah tak tahan lagi menahan buang air kecilnya berjalan cepat keluar kamarnya sehingga ia tak sempat lagi untuk memikirkan apa yang dilakukan orang-orang di luar sana.

Keesokan harinya saat di sekolah, Ari menceritakan kejadian aneh yang dialaminya semalam kepada kedua sahabatnya.

“Ah…mungkin kemarin kau sedang mengigau.” ucap Roni santai.

“Nggak ah! Terus, apa pendapat kalian?” tanya Ari.

“Yah kalau aku sih… biarkan sajalah, lagipula sebentar lagi kita kan ujian.” Jawab Grace sambil terus menatap buku yang sedang dibacanya. Sementara Roni hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ah, kalian berdua sama-sama menyebalkan. Nggak bisa diajak cari penyelesaian masalah.” gerutu Ari.

“Hellow….apa yang harus dipecahin? Lha wong masalahnya aja gak jelas.” Jawab Roni yang terus meledek.

Akhirnya, Ari menyerah juga. Ia tak kembali membicarakan masalah aneh yang menimpa dirinya dini hari tadi. Namun meskipun begitu Ari tetap tak bisa melupakannya.

Karena rasa penasaran masih saja terus menggelayuti pikirannya, malam ini Ari berniat untuk menunggu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sudah dipersiapkannya kondisi fisiknya. Sepulang sekolah setelah makan siang dan shalat dhuhur ia tidur siang, kegiatan yang sangat jarang dilakukannya.

Jam dinding di kamar Ari masih menunjukkan pukul 8 malam tetapi Ari sudah mengakhiri kegiatan belajarnya. Percuma aja belajar, nggak ada satupun kata dari buku yang dibacanya tadi nyangkut di otaknya. Direbahkan tubuhnya di atas tempat tidur, “ah…masih dua jam lagi.” Diraihnya komik Detective Conan yang tergeletak di ujung tempat tidur, seri demi seri selesai dibacanya hingga tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ari beranjak bangun, berjalan menuju meja belajarnya kembali. Dibukanya sedikit korden jendela kamarnya, supaya ia dapat melihat apa yang terjadi di luar. Dengan hati berdebar Ari terus menunggu, namun apa yang diraihnya? Nihil! Karena hingga pukul 1 malam tak ada kejadian yang mencurigakan terjadi.

Semenjak saat itu Ari sudah tak pernah memikirkan masalah itu lagi, ia kembali berkonsentrasi pada sekolahnya. Namun dua minggu kemudian, ketika Ari sedang sibuk mengerjakan tugas Biologinya. Dari kejauhan terdengar serakan langkah kaki yang disusul dengan bau wangi kemenyan yang membuat bulu kuduk berdiri padahal saat itu jam dinding baru menunjukkan pukul 22.30. Diraihnya handphone dari ujung meja belajarnya. Dikirimnya SMS pada kedua orang sahabatnya.

“Ron, Grace, kalian sudah tidur blm?”

Tak berapa lama balasan SMS dari Grace masuk.

“Blm, memangnya knp?”

“Hal yg aq critain minggu lalu k’ulang lg.” balas Ari

“Hah…..?? Masa’ sih?”

“Iya bneran! Kayaknya bntar lg mrka mo lwt dpn rmhQ, mgkn bentar lg lewat rmh km jga. tunggu ja!”

Grace tak juga membalas SMS terakhir Ari. Dengan jantung berdegup kencang Ari mengintip keluar dari sela korden yang dibukanya. Apa yang dilihatnya? Dua orang berjalan sangat mencurigakan, menengok ke kanan ke kiri seolah takut akan diketahui orang lain, empat orang di belakangnya mengusung keranda jenazah dan dua orang lainnya berjalan biasa saja namun dengan membawa sesuatu di tangannya. “Astaghfirullah….Innalillahi wa inna ilaihi roji’un….siapa yang meninggal? Tapi mengapa tidak ada pengumuman dari musholla?” gumam Ari yang masih mendekap handphonenya. Ari tak mampu berbuat apa-apa, ia kaget sekali. Pikirannya menerawang jauh memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi terkait dengan hal yang baru saja dilihatnya.

“Ar, kmu bener. Aq smpe takut nih!” SMS dari Grace.

“Udah percaya kan? Tp ya udah deh klo gtu. Kita bahas lagi bsk di skul. Ok? Good night Grace.”

“Ar, apa nih yang harus kita lakuin? Aku yakin banget kalau ada yang nggak beres dengan kelakuan orang-oarang itu.” Tanya Grace mengawali pembicaraan keesokan harinya di sekolah.

“Aku juga masih belum tau nih. Tapi, apa nggak sebaiknya kita lapor aja ke Ketua RT?” jawab Ari.

“Sebaiknya jangan dulu deh Ar, soalnya kita belum punya bukti yang kuat. Lagipula mereka juga tergolong orang baru di desa kita. Kita juga belum tau betul apa yang sebenarnya mereka lakukan kemarin malam.”

Tak lama kemudian datanglah Roni. Grace dan Ari segera saja menceritakan apa yang mereka lihat semalam. Awalnya Roni tak percaya namun setelah melalui perdebatan dan negosiasi yang panjang percayalah Roni pada cerita Grace dan Ari. Sejauh pembicaraan yang dilakukan oleh ketiga sahabat itu belum juga ditemukan bagaimana langkah yang paling baik untuk melaporkan apa yang mereka lihat. Namun tiba-tiba saja Grace memberikan ide yang sedikit berbahaya, memata-matai kegiatan mereka. Karena menurut cerita Roni yang rumahnya hanya berjarak 50 m dari rumah orang-orang yang mencurigakan itu, mereka sering sekali bertindak aneh, jarang bergaul, dan cenderung menutup diri.

Untuk memuaskan rasa penasaran yang dialaminya, Ari pun menyetujui saja ide yang diberikan Grace. Sepulang sekolah mereka bertiga diam-diam mengamati rumah yang mereka curigai. Benar apa yang diceritakan Roni, rumah itu sepi seolah tak ada yang menempati. Namun ketika Ari, Roni, dan Grace berniat masuk ke halaman rumah untuk menyelidiki lebih jauh tentang apa yang terjadi di dalam rumah, tiba-tiba saja muncul seorang laki-laki bertubuh tegap muncul dari samping rumah.

“Ada apa kalian ada di sini?” bentak laki-laki itu.

“Maaf Mas, kita kesini cuma mau mencari kucing saya yang kabur. Tapi sepertinya dia tidak kesini. Permisi Mas….” Jawab Roni.

“Ya!” jawabnya dingin.

Setelah itu ketiganya kembali pulang ke rumah Roni. Mengamati dari jauh apa yang terjadi di rumah tersebut. Tak ada kegiatan yang mencurigakan selain datangnya sebuah mobil box yang mengangkut barang-barang yang terbungkus dengan karung goni. Ari, Grace, dan Roni tak mampu menebak barang apa yang ada di dalam karung goni itu.

Keesokan harinya kembali mereka mengintai rumah itu dari rumah Roni, tetap saja tak tampak ada kegiatan yang begitu berarti, hanya saja mobil box yang kemarin datang mengirimkan barang hari ini tak tampak datang lagi. Begitu juga hari-hari berikutnya.

Hingga seminggu kemudian pengintaian masih saja mereka lakukan, namun kali ini rasa penasaran mereka akhirnya terjawab juga. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah itu. Hari itu mobil box pengangkut barang pesanan penghuni rumah itu datang, namun saat memindahkan barang yang ada di dalam mobil ke dalam rumah, ada seorang petugas yang tidak berhati-hati memindahkan barang tersebut yang menyebabkan sebagian dari isi karung yang dibawanya tertumpah keluar. “Apa itu?!!”. Ari, Grace, dan Roini tak bisa melihat dengan jelas benda apa yang tertumpah itu.

“Kita harus bergerak hari ini juga.” Kata Ari.

“Yah benar. Aku penasaran banget dengan orang-orang itu. Pasti ada yang nggak beres disana” Jawab Grace.

“Kalau begitu nanti malam kita menyusup ke rumah mereka untuk mencari bukti.”

“Sip!”

Malam harinya ketiga sahabat itu menyelinap ke dalam rumah itu. Dengan peralatan seperti senter, handphone, dan kamera mereka nekat masuk. Keadaan dalam rumah sepi sekali. Namun betapa terkejutnya mereka ketika masuk ke ruang tengah. Di sana ditemukan keranda jenazah yang sudah tertutup rapi dan siap untuk di usung. Namun….apa yang ada di dalamnya? Jika di dalamnya adalah jenazah…..mengapa tak ada warga yang melayat? Pasti ada yang tak beres.

“Ada orang datang! Cepat sembunyi!” suruh Grace.

Delapan orang yang dilihat Ari empat minggu yang lalu masuk ke dalam ruangan. Sepertinya mereka akan menjalankan aksi. Benar saja, empat orang di antara mereka mengangkat keranda jenazah tersebut, dan yang lainnya menmpati tempatnya masing-masing.

Ketiga sahabat itu pun mengikuti kemana kedelapan orang itu pergi. Ternyata mereka pergi ke ujung desa, menuju hilir sungai yang disana sering digunakan untuk jalur transportasi dengan desa tetangga. Di sana sudah ada sebuah perahu dan empat orang. Diturunkannya keranda jenazah yang mereka usung. Kemudian dibukanya. Astaga….ternyata mereka itu adalah kawanan pengedar narkoba! Apa Pak RT sudah tahu tentang masalah ini? Tanpa berpikir lama mereka bertiga memutuskan kembali untuk memberitahu Pak RT dan warga desa lainnya, namun malang nasib mereka karena terburu-burunya ingin segera memberitahu warga lain mereka malah menimbulkan kegaduhan tersendiri yang disadari oleh kawanan pengerdar barang haram itu. Dengan sekuat tenaga ketiganya lari namun Grace berhasil tertangkap oleh salah satu anggota kawanan pengedar narkoba itu.

Ari dan Roni akhirnya sampai di rumah Pak RT. Karena hari sudah larut malam mereka harus ekstra keras dan sabar menunggu Pak RT membuka rumahnya. Setelah Pak RT mempersilahkan mereka masuk, mereka langsung saja menceritakan apa yang baru saja mereka alami. Pak RT kemudian menelepon polisi untuk meminta bantuan supaya kawanan pengedar narkoba tersebut segera diringkus.

Tak berapa lama kemudian polisi datang. Banyak warga yang semula sudah terlelap kembali terjaga dan berhamburan keluar rumah untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Polisi segera menuju tempat kejadian. Ari dan Roni berdoa semoga kawanan pengedar narkoba itu bisa tertangkap dan Grace tetap bisa terselamatkan.

Dari kejauhan terdengar beberapa letusan tembakan. Hati para penduduk terlebih Ari dan Roni semakin berdegup kencang. Dua jam kemudian, polisi kembali dan berhasil menangkap sepuluh kawanan pengedar narkoba itu. Tapi dimana Grace?

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Pagi itu, di sebuah SMA yang gedhe di kota Jombang terlihat seorang cowok berkaca mata sedang asyik ngobrol dengan seorang cewek cantik di bawah pohon mangga yang rindang. Usut punya usut ternyata si cowok itu lagi PDKT ama tuh cewek, kelihatannya si cewek nggak curiga banget dengan tingkah laku lawan bicaranya. Dan ternyata setelah dilakukan penyelidikan dan pengiantaian oleh Detectip Koman dan pak-dhenya Koyoto Meri, membuahkan sebuah informasi yaitu cewek cantik itu bernama Ima sedangkan cowok yang berkacamata itu bernama Imo ( uh…. Serasi banget sich namanya jadi iri )

Teet…..teeet….teeet…..bel tanda pelajaran di mulai berbunyi, dua sejoli itu akhirnya berpisah dan menuju ke kelas mereka masing-masing. Di kelas Imo, jam pelajaran pertama sampe` ketiga adalah Kimia yang sangat di benci oleh Imo, selain pelajarannya sulit, gurunya juga killer banget. Karena tadi pagi habis dapat leci jatuh, makanya Imo jadi nggak konsen mikirin pelajaran, yang ada di pikirannya hanya bisa ketemu dan berduaan dengan pujaan hatinya Ima. Bu Yayuk yang dari tadi memperhatikan Imo senyam-senyum sendiri kayak orang gila menegur Imo.

“Imo…Imo!” panggil Bu Yayuk.

“Eh..eh…ya ada apa Bu?”

“Ada apa kamu dari tadi senyam-senyum sendiri?”

“Engg Nggak ada apa-apa Bu.”

“Imo, karena kamu dari tadi tidak memperhatikan pelajaran, sekarang kerjakan soal nomor 5 itu sekarang.”

“Mati gue soalnya susah lagi.” ucap Imo dalam hati.

“Ada apa, Mo?” tanya Bu Yayuk dengan nada killer-nya.

“Mmm nggak ada apa-apa koq Bu.” jawab Imo gagap.

“Ya, udah cepet maju !” bentak Bu Yayuk.

“Iiiiya Bu.”

Tapi belum sampai Imo melangkah 0,5 centi lebih 3,9 mili bel tanda pelajaran selesai sudah berbunyi, maka selamatlah Imo dari soal yang sulit itu.

“Lu sih Mo, udah tahu waktunya Bu Yayuk malah senyam-senyum kayak orang gila, emangnya kamu lagi mikirin apa sih Mo ?” tanya sohib deketnya Poleng pada waktu jam istrahat.

Imo hanya diam saja dan tiba-tiba menarik tangan Poleng.

“Wei…wei…Mo apaan sih main tarik aja !” teriak Poleng kesel.

“Ayo, Mbah cepetan.” jawab Imo.

“Emangnya kamu mau kemana sih ?” tanya Poleng heran.

“Udah, deh nggak usah tanya, kamu ikut apa nggak?”

“Nggak.” jawab Poleng sewot.

“Ya, udah.” jawab Imo sambil nyelonong ninggalin kelas.

Eh ternyata si Imo itu malah ngeluyur ke kelas 3 IPA 4 nemuin si Ima, setelah tengok sana tengok sini yang dicari malah nggak ada, akhirnya jurus Imo yang ke-871 yaitu bertanya kepada orang yang ada disekitarnya dipergunakan, ternyata yang dicari malah ada di warung mie pangsitnya Pak Ri, langsung aja Imo lari menuju ke sana dan siapa tahu dia bisa makan mie pangsit gratis alias ditraktir sama Ima. Eh pucuk dicinta daging pun tiba, hati Imo jadi plong ternyata emang bener sang pujaan hatinya ada di sana, langsung aja Imo menghampiri Ima yang lagi nunggu pesenan pangsitnya datang ( maklum mie pangsit Pak Ri kan paling terkenal di seluruh pelosok negeri SMA Gedhe )

“Hai Ima.” sapa Imo sambil ngos-ngosan.

“Hai juga Mo, kenapa koq napas kamu ngos-ngosan gitu ? habis lari jarak jauh ya?” tanya Ima dengan nada becanda.

“Nggak koq.” jawab Imo.

“Lalu…..” tanya Ima penasaran.

“Mmm…” Imo kehilangan kata-katanya.

“Ya udah, eh Mo, memangnya ada apa sih kamu koq nyari-nyari aku ?”

“Gini Ma, nanti pulang sekolah kamu mau nggak aku anterin pulang ?”

“Gimana Mo ya? Soalnya aku nanti dijemput.”

“Bilang aja kalo kamu mau ngerjain tugas kelompokan di rumah temen.”

“Ya deh.”

“Makasih Ma ya, nanti kamu aku tunggu di depan gerbang sekolah ok?”

“Ok!”

“Kalo gitu aku go to class dulu ya Ma, jangan lupa nanti pulang sekolah ya!”

“Iya,ya.”

Imo pun kembali ke kelas dengan hati yang berbunga-bunga dan wajah yang bereri-seri. Saat pelajaran berikutnya pun Imo juga amat sangat konsen mengikuti pelajaran, ini

bukan karena Ima tapi, karena pelajaran yang satu ini adalah pelajaran favorit Imo, yaitu matematika.

Teeeet….teeeet….teeeeet bel pulang berbunyi, Imo membereskan buku-bukunya dengan secepat kilat, Poleng yang biasanya pulang nebeng sama Imo jadi tergesa-gesa.

“Wei… Mo….tungguin…..” teriak Poleng.

“Sorry Mbah aku nggak bisa bareng sama kamu.” jawab Imo sambil terus nyelonong ke luar kelas.

“Ya, udah.” ucap Poleng lirih.

Imo pun langsung ke parkiran ambil sepeda KTP ( Kuno Tua Protol )nya, dan langsung mejeng di depan gerbang sekolah. Tak sampai 1 menit Imo menunggu, Ima sudah datang menghampirinya.

“Hai Mo!” sapa Ima.

“Hai Ma, pulang sekarang ?”

Tetapi Imo tidak mengambil jalan pulang menuju rumah Ima, Ima pun menjadi bingung.

“Mo, kita mau kemana? tanya Ima.

“Kita makan siang dulu ya! Soalnya aku udah laper banget nih!” jawab Imo.

“Ya deh, tapi kita makannya di mana, trus yang bayar siapa? Aku gak bawa uang nih!”

“Kita makan di Thalia aja gimana? Kalo masalah itu aku yang bayar deh”

Ima cuma mengangguk. Mereka berdua pun langsung menuju Thalia café disanalah Imo akan menyatakan cintanya kepada Ima. Setelah sampai di sana, mereka berdua segera mengambil tempat di tempat lesehan. Makanan pun mereka pesan. Dan sekaranglah Imo akan melaksanakan misinya.

“Mmmm, Ma…”

“Ya, ada apa Mo?”

“Sebenarnya aku ngajak kamu kesini itu selain untuk makan siang juga karena aku mau mengungkapkan rasa yang selama ini hanya aku pendam dalam hatiku.”

“Rasa apa itu Mo?”

“Rasa…..rasa cinta dan sayang sama kamu Ma.”

“Rasa cinta dan sayang sama aku?”

“Iya, kamu…..mau nggak jadi pacar aku?”

“Jadi pacar kamu? Gimana ya?”

“Ya, nggak tau kan semua keputusan sekarang sepenuhnya ada di tangan kamu, dan aku pengen kamu jawab sekarang juga.” Imo menegaskan.

Dengan diiringi lagu Arti Cintanya Ari Lasso, Imo dengan sabar menunggu jawaban dari Ima dan akhirnya……..

“Mm, Mo…”

“Ya…”

“Kayaknya aku nggak bisa deh!”

“Emm, ya udah nggak apa-apa koq, yang penting aku udah ngungkapain perasaanku dan kamu juga udah tau.”

“Bukan itu maksudku, maksudku itu aku nggak bisa nolak, kamu minta aku jadi pacar kamu.”

“Jadi kamu nerima aku jadi pacar kamu, dan mulai sekarang kita pacaran?”

“Ya, Mo…”

“Makasih ya Ma”

Mulai saat itu, Ima yang biasanya antar-jemput sekarang sudah tidak lagi, karena sudah digantikan oleh Imo. Dan hubungan mereka tampak semakin mesra, serasi, harmonis, aman, nyaman, tenteram, bahagia, dan sejahtera.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

About Me


Hai!! Namaku Fitrotul Aini.
Tapi panggil saja aku Fitri.
Hanya 'part time personal blogger' tapi 'full time dreamer'.
 Bisa klik DISINI untuk tahu tentang aku dan blog ini yang selengkapnya.

Terima kasih sudah mengunjungi blogku ini.
Enjoy your reading.. :)

Contact me on : 
fitrotulaini1@gmail.com
or
Find me on :

Pengunjung

Teman-Teman

Blog Archive

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret (1)
      • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempela...
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (52)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (12)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (6)
  • ►  2014 (27)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2013 (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2012 (46)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (59)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2010 (8)
    • ►  Desember (8)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

  • [REVIEW] LAKI-LAKI KE-42 : Lika-liku Pertemuan Belahan Jiwa
    Judul : Laki-laki ke-42 Penulis : Atalia Praratya Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2021 ISBN : 9786020641065 Tebal ...
  • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempelajari Makna Hidup dari Sebuah Toko Kelontong
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya  Penulis : Keigo Higashino  Alih Bahasa : Faira Ammeda  Penerbit : Penerbit Gramed...
  • [REVIEW] The Red Sleeve : Kisah Cinta Sejati Sang Raja
    "Ada banyak wanita di dunia. Banyak yang berasal dari keluarga hebat yang berpendidikan tinggi dan memiliki karakter yang baik. Mereka ...
  • [REVIEW] Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang : Upaya Berdamai dengan Luka dan Trauma
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang  Penulis : Wisnu Suryaning Adji  Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pu...
  • Coretan Fitri tentang DAY6 The Book of Us : Negentropy - Chaos swallowed up in love
    Halo selamat malam teman-teman semuaaa.... Fitri menulis tulisan ini sambil mewek jelek karena Senin, 19 April 2021 pukul 6.00 PM KST atau 4...

Member

Member

Member

Emak2Blogger

Member

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose