• Home
  • Review
  • Hiburan
  • Curhat
  • Tentang Saya
Facebook Twitter Instagram Pinterest

NIKKI*

Dalam Bahasa Jepang berarti Catatan Harian : info | cerita | review | hobi | hiburan | kuliner | serba-serbi

Sedikit berlebihan gak sih judul postinganku kali ini..?? Mungkin gak yaa apalagi bagi kalian yang penggemar bulu tangkis dan mengikuti perkembangan bulu tangkis Indonesia.

Nama Simon Santoso memang sempat hilang dari peredaran persaingan tunggal putra dunia karena cedera panjang yang dialaminya. Setelah naik podium juara pada Indonesia Open Super Series Premiere 2012 Simon seolah meredup dan menghilang ditelan cedera. Penampilannya di beberapa turnamen yang diikutinya kala itu juga tak memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan di beberapa turnamen Simon terpaksa harus withdrawn (mengundurkan diri dari turnamen) karena cederanya yang belum benar-benar pulih. Kendati Simon sempat kembali naik podium di turnamen Indonesia Open Grand Prix Gold pada September 2013 dan menjuarai ajang Kejurnas PBSI, tak membuat posisi Simon kala itu aman untuk tetap berada di Pelatnas.

Simon Santoso. Juara Indonesia SSP 2012.

Puncaknya pada Januari 2014 lalu, Simon akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Pelatnas setelah ia gagal memenuhi target menembus babak semifinal di dua turnamen pembuka yakni di Korea Open SS dan Malaysia SSP.

Namun, keputusan mengundurkan diri dari Pelatnas tak lantas membuat karir bulu tangkis seorang Simon Santoso habis. Di luar Pelatnas ia tetap bisa berprestasi dan mengharumkan nama Indonesia. Sempat absen di turnamen-turnamen Eropa pada awal tahun ini (seperti German GPG, All England SSP, dan Swiss GPG) Simon kembali turun di Malaysia GPG yang digelar pada 25-30 Maret lalu. Secara mengejutkan, di turnamen pertamanya setelah ia resmi keluar dari Pelatnas Simon langsung keluar sebagai juara setelah di partai puncak ia mengalahkan Sourabh Varma asal India dengan skor 15-21 21-16 21-19.

Simon Santoso. Juara Malaysia GPG 2014

Dua pekan kemudian, di OUE Singapore Open Super Series Simon kembali mencoba peruntungannya sekaligus memberikan pembuktian bahwa ia masih layak untuk diperhitungkan di pertarungan tunggal putra. Di turnamen yang menyediakan total hadiah USD 300.000 ini Simon harus merangkak dari babak kualifikasi lantaran rankingnya yang sudah merosot jauh sehingga tak bisa langsung menembus babak utama.

Secara impresive, Simon kembali menunjukkan permainan terbaiknya. Lawan-lawannya dari babak penyisihan kualifikasi hinggal perempat final di Singapore SS selalu dikalahkannya dalam dua game langsung. Simon tak kehilangan satu game pun.

Baru di babak semifinal yang berlangsung Sabtu (12/4) Simon dihadang lawan berat. Pemain asal China yang juga pemain unggulan kelima Du Peng Yu siap menjegal langkah Simon. Sejatinya babak ini adalah seperti babak final Indonesia Open Super Series 2012 lalu. Simon melawan Du Peng Yu. Dan hasilnya..?? Sama seperti dua tahun lalu. Simon memenangkan duel melawan Du Peng Yu. Skor 16-21 21-17 21-17 dicatatkan Simon sebagai skor kemenangan atas Du Peng Yu yang sekaligus mengubur asa Du Peng Yu untuk menjejak final.

Di partai puncak, Simon ditantang pemain nomor satu dunia asal Malaysia Lee Chong Wei. Simon dan Lee Chong Wei sendiri sudah tidak sekali atau dua kali saja saling bertemu dan berhadapan di turnamen resmi BWF, keduanya sudah 10 kali bertemu. Dan dari 10 kali pertemuan itu Simon hanya 1 kali memenangkan pertandingan yakni pada turnamen Jepang Super Series 2009. Sisanya selalu dimenangkan oleh Lee Chong Wei. Sehingga tak ada yang salah jika pada pertandingan yang dilaksanakan Minggu (13/4) banyak yang memprediksi bahwa Lee Chong Wei lah yang akan keluar sebagai juara. Bahkan penonton yang menyaksikan langsung di Singapore Indoor Stadium lebih banyak yang mendukung Lee Chong Wei dengan meneriakkan namanya.

Namun takdir berkata lain. Dewi fortuna sepertinya tidak berpihak pada Lee Chong Wei sore itu. Simon entah seperti kerasukan tiba-tiba bermain sangat apik sekaligus menakjubkan. Ia bermain sangat sabar, taktis, dan terkontrol. Dari awal game ia sudah langsung menguasai pertandingan. Simon langsung unggul 11-8 di interval set pertama. Tak mau kehilangan momentum, Simon segera saja mengakhiri set pertama dengan kemenangan 21-15.

Di set kedua, Simon semakin bermain apik. Defencenya tak mudah ditembus oleh LCW. Justru beberapa smash-smash dan dropshot dari Simon terlihat menyulitkan LCW. Simon juga sangat sabar melayani permainan LCW sampai kesempatan yang tepat untuk menyerang datang. Dan saat kesempatan menyerang datang... dang.. poin berhasil didapat.
Beberapa kali juga terlihat LCW sampai harus jatuh bangun untuk mengembalikan bola dari Simon. LCW sore itu nampak seperti kehilangan cara untuk menghentikan Simon.

Hasil akhirnya....??
Menakjubkan...
Pemain dari kualifikasi sukses naik podium juara.
Simon memenangkan pertandingan final melawan LCW tersebut dalam dua game. 21-15 21-10.

ekspresi kemenangan Simon
Juara dan Runner Up
Our Champion..!! SIMON..!!

Melihat permainan di dua turnamen yang diikuti Simon setelah ia mengundurkan diri dari Pelatnas, Simon seperti tampil sangat lepas seolah tanpa beban. Ia terlihat sangat menikmati setiap pertandingan yang dilakoninya. Sehingga seperti apa pun hasil yang akan diperolehnya seakan tak menjadi masalah. Namun siapa sangka, dua turnamen awal yang diikutinya langsung berbuah juara.

Tampil lepas seolah tanpa beban ini juga sebenarnya sudah ditunjukkan Simon pada gelaran Djarum Superliga yang berlangsung Februari lalu. Simon yang saat itu membela klub Musica Champion terlihat selalu menikmati pertandingan yang dijalaninya. Begitu pun saat di laga final Superliga. Melawan Nguyen Tienh Minh yang membela Tim Jaya Raya Jakarta dan dalam skor kondisi tim tertinggal 0-2 Simon tampil meyakinkan. Ia justru berhasil mengalahkan Nguyen dengan skor 21-16 21-18 dan memperkecil poin ketertinggalan tim menjadi 1-2 sekaligus menjadi pembuka kemenangan tim.

"Minimal saya bisa tunjukin lah bahwa saya di luar pun (luar Pelatnas, -red) saya juga bisa..."

Begitulah kata Simon setelah ia sukses membawa Musicta Champion tim yang dibelanya di Superliga keluar sebagai juara...

Yaa....
Dan Simon Santoso memang belum habis sodara-sodara.. ia masih punya 'taji'.
Simon Santoso is back.. :D

Semoga kemenangannya di Malaysia GPG dan Singapore SS dapat membuahkan juara-juara yang lain.

Dan semoga ini juga memberikan suatu lecutan semangat bagi tunggal-tunggal putra Indonesia lain untuk segera menyusul membuahkan prestasi juara. Naik di podium tertinggi kejuaraan-kejuaraan bergengsi dunia....


Eh, ini nih buat yang mau nonton gimana aksi kerennya Simon Santoso saat mengalahkan Lee Chong Wei di Final Singapore SS.... :D




*gambar-gambar dari badmintonindonesia.org
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Menjadi seorang yang kritis akan sebuah permasalahan dan memberikan usulan tentang jalan keluar tentang suatu permasalahan yang terjadi tentunya akan sangat bermanfaat dan tak akan merugikan. Selain itu kita juga akan terlihat 'sedikit' lebih keren karena kita tahu dan bisa membantu orang menyelesaikan permasalahannya. Namun apa jadinya jika kita terlalu kritis, dan terlalu bersikap seolah-olah 'sok tahu'..?? Kita tentu akan dibicarakan, ditertawakan, atau bahkan diolok-olokkan. Ingat pepatah 'Tong kosong nyaring bunyinya?' mungkin predikat itu yang akan kita sandang. Mengerikan.
 
Itu pun yang akhir-akhir ini aku temui di beberapa grup, fanpage, dan fanbase bulutangkis yang dalam tiga tahun terakhir instensif aku ikuti. Diskusi yang ada tak hanya melulu soal pertandingan dan menang-kalahnya pemain di lapangan, tapi juga mengenai tentang sistem kontrak pemain, sistem pengiriman pemain-pemain ke turnamen-turnamen tertentu, pemanggilan (promosi) dan pemulangan (degradasi) yang dilakukan oleh Pelatnas, hingga berita-berita dan gosip-gosip mengenai atlet di luar lapangan bisa menjadi bahan diskusi di grup, fanpage, dan fanbase bulutangkis tersebut. Orang-orang  yang ada di dalamnya juga tentunya bermacam-macam, dengan tipikal argumen dan pendapat yang bermacam-macam pula. 
 
Namun yang disayangkan, entah ini hanya perasaan atau pendapatku pribadi saja atau bagaimana yang jelas yang kurasakan adalah diskusi-disukus yang ada di grup, fanpage, dan fanbase bulutangkis itu bukannya diskusi kritis yang sehat yang dapat menciptakan sebuah iklim berpikir kritis dan menghasilkan sebuah kesimpulan terbuka yang tak merugikan pihak-pihak tertentu namun malah diskusi yang terkesan bersifat judgement, penghakiman tentang baik-buruk, pantas dan tidak pantasnya, atau yang harus dan tidak harusnya sesuatu hal yang terjadi. Selain bersifat judgement, beberapa forum diskusi juga seperti bertindak dan bersikap 'sok tahu' tentang permasalahan yang sedang dibahas.
 
Selain itu sikap kritis yang diperparah dengan bentuk protes-protes 'garis keras' dari para Badminton Lover (BL) yang menurutku sedikit salah sasaran.
 
Adalah Bapak Bambang Roedyanto atau yang lebih akrab disapa Koh Rudi ini sering menjadi sasaran protes dari para BL yang tidak terima dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh PBSI. Melalui akun twitternya @broedyanto, bapak yang juga menjabat sebagai Kasubid Hubungan Internasional PP PBSI ini memang cukup aktif memberikan informasi-informasi mengenai program PBSI, kondisi pemain, list pemain yang akan diberangkatkan ke sebuah turnamen, dan atau informasi lain mengenai Pelatnas PBSI.

Sejatinya lewat twitternya, Koh Rudi memiliki tujuan baik agar orang-orang di luaran sana khususnya para BL bisa mengetahui informasi tentang PBSI yang kadangkala informasi tersebut tidak tercover oleh media-media massa besar. Tapi niat baik tersebut seringkali menjadi buah simalakama, menjadi sebuah bumerang bagi Koh Rudi sendiri. Beliau seringkali diprotes, dimaki-maki, bahkan dihujat karena informasi yang dibagikannya. Para BL seringkali menumpahkan protes, emosi, hingga hujatannya pada bapak berkacamata ini
 
Salah satu kasus yang sempat ramai hingga panas dan menjadi perbincangan panas diantara kalangan BL adalah saat promosi-degradasi Pelatnas yang dilakukan akhir tahun 2013 lalu. Tidak dipanggilnya pemain junior potensial, Fitriani untuk masuk Pelatnas dianggap adanya indikasi 'kecurangan' di tubuh PP PBSI bahkan Koh Rudi sempat dituding beberapa BL menjadi orang yang ikut campur tidak dipanggilnya Fitriani ke Pelatnas. Karena memang secara cukup gamblang Koh Rudi memberikan pandangan-pandangannya kepada pemain besutan PB Exist ini.

Fitriani dinilai belum cukup memenuhi kriteria dan standard yang ditetapkan oleh PBSI untuk bergabung secara 'resmi' di Pelatnas Cipayung kendati di beberapa turnamen lokal seperti Sirnas dia berhasil mencapai puncak dan menjadi juara. Sebuah pencapaian yang dianggap (oleh para BL) seharusnya dipertimbangkan oleh pengurus jika dibandingkan dengan pemain-pemain lain (khususnya pemain tunggal putri junior/potensial) yang dipanggil PBSI untuk bergabung di Cipayung. Tapi kembali harus diingat bahwa keputusan untuk seorang pemain dapat bergabung atau tidak di Pelatnas adalah hasil penilaian dari pelatih dan juga Kabid Binpres (Pembinaan Prestasi yang saat ini dipegang oleh Rexy Mainaky).

Koh Rudy yang sangat berbaik hati mau membagikan informasi terkait promosi-degradasi saat itu justru dijadikan tempat pelampiasan kekecewaan para BL (khususnya pendukung Fitriani), dijadikan tempat sasaran protes bahkan sasaran hujatan.
 
Kasus tentang Fitriani ini masih saja terus berlanjut hingga ajang Asian Junior Championship (AJC) yang berlangsung 16-23 Februari 2014 lalu.

Kasus lain yang sangat sering dijadikan bahan protes para BL adalah tentang pengiriman pemain ke sebuah turnamen. Pelatnas PBSI sebagai induk organisasi bulutangkis tentunya memiliki sejumlah kriteria dan beberapa pertimbangan tentang dikirimkan atau tidaknya seorang pemain ke sebuah turnamen tertentu. Melalui rekomendasi pelatih lah, PBSI dapat memutuskan siapa saja pemain yang dikirimkan untuk mengikuti sebuah turnamen.
 
Namun keputusan yang diambil oleh pihak PBSI kadang menjadi kontroversi di kalangan BL. Ada beberapa BL 'kritis' yang kemudian lantang menyuarakan "Kenapa hanya pemain A yang dikirim? Kenapa pemain B tidak juga dikirim padahal pemain B lebih bagus dari A." "Kenapa di turnamen X hanya mengirimkan pemain A, B, C, D, kenapa pemain yang lain tidak juga ikut dikirim?" "Kenapa pemain tidak dikirim ke turnamen Y? Padahal kalau ikut, peluang juara terbuka lebar jika ikut."

Hellaawww.... kalau boleh nih yaa... coba dipikir dong.. ngirim-ngirim pemain untuk ikut turnamen itu gak pake duit apa yak..?? Gak harus mikir biaya pendaftaran, hotel, tiket pesawat, pengurusan paspor-visa, dan lain sebagainya. Dikiranya PBSI duitnya gak terbatas dan gak berseri..?? Pasti ada banyak kendala dan juga pertimbangan untuk mengirimkan pemain ke sebuah turnamen.

Memang, dengan semakin banyak ikut turnamen akan semakin menambah jam terbang dan juga pengalaman bagi seorang pemain. Tapi apa yaa harus diikuti semua dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain?

Belum lagi protes-protes mengenai pemain-pemain yang dianggap 'mentok' yang tak juga kunjung memberikan kontribusi berupa juara di sebuah pertandingan padahal ia sudah cukup lama bergabung di Pelatnas Cipayung. Atau protes mengenai pemain-pemain junior yang tak juga diturunkan untuk mengikuti sebuah turnamen disaat pemain-pemain junior negara lain seperti China, Jepang, dan Korea sudah mulai diturunkan untuk mengikuti turnamen.

Semua itu kembali pada kebijakan dan keputusan pelatih dan juga binpres.
Istilah "Pelatih lebih tahu" memang dirasa sebagai alasan mudah dan singkat yang bisa diberikan kepada masayarakat awam untuk memberikan alasan dibalik keputusan dikirimkan atau tidaknya pemain pada sebuah turnamen. Begitu juga alasan mengenai promosi dan degradasi pemain. PBSI tentunya tak mau 'rahasia dapur'nya terbuka dengan memberikan alasan yang panjang, lebar, dan (mungkin) juga rumit serta jujur terkait permasalahan pemain dan juga kebijakan yang diambil. Ada batasan dimana alasan dan pejelasan boleh diketahui secara umum ada juga yang tak bisa dan tak boleh diketahui secara umum yang hanya diketahui oleh internal organisasi. Batasan inilah yang seharusnya lebih dipahami dan dimengerti oleh kita para pecinta bulutangkis. Kita yang hanya penikmat dan mengetahui permasalahan hanya dari luarnya saja tak bisa lantas menilai hal itu baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, sesuai atau tidak sesuai. Mereka para pelatih dan jajaran pengurus yang ada dalam PBSI-lah yang lebih tahu kondisi yang sesungguhnya.

Secara tugas sebenarnya Koh Rudi tidak ada kewajiban memberikan informasi tentang kegiatan Pelatnas, list pemain yang akan dikirim ke sebuah turnamen, atau informasi-informasi terkait PBSI yang lain. Sebagai Kasubid Hubungan Internasional tugas Koh Rudi (mungkin dan ini sepehamanku tentang tugas kasubid HI. Koreksi ya jika salah.. :D) hanyalah menjalin dan juga menjaga hubungan antara PBSI dengan pihak-pihak di luar negeri seperti kerjasama dengan induk organisasi bulutangkis negara-negara lain, kerjasama dengan negara-negara yang menjadi tuan rumah turnamen untuk izin masuk, tinggal dsb, kerjasama dengan BWF, dan BAC. (mungkin seperti itu)
 
Berikut beberapa petikan tweet Koh Rudi tentang konfirmasi tugas:
 
Baca-nya dari bawah yaa.. info di TL twitter klo baca emang dari bawah. Hehee...
 
So...
Segala hal yang terkait dengan kebijakan pemain itu pada ada pada Kabid binpres dan juga pelatih.
Terkait informasi dan juga hubungan dengan masyarakat (termasuk adanya saran, uneg-uneg, dan mungkin cacian serta hujatan) bisa ditujukan pada Kabid Hubungan Masyarakat atau Humas.

Jadi, masih mau salah sasaran protes kah kalian?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sang tunggal putra itu pun akhirnya meninggalkan markas besar Pelatnas Cipayung.

Simon Santoso. Pemain tunggal putra Indonesia kelahiran Tegal, 29 Juli 1985 itu pun mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari Pusat Pelatihan Nasional (Pelatnas) dan 'pulang' ke club asalnya Tangkas Jakarta setelah gagal memenuhi target PP PBSI di dua turnamen pembuka di tahun 2014 ini.

Juara Indonesia Open Superseries 2012 dan juara Indonesia Open Grand Prix Gold 2013 ini ditargetkan dapat masuk semfinial di turnamen Korea Open Superseries dan Malaysia Open Superseries Premiere, namun Simon gagal memenuhi targer di dua turnamen tersebut. Di Korea Open Superseries, Simon hanya sampai di babak pertama. Perjalanannya harus terhenti setelah dikalahkan oleh pemain ranking 2 dunia asal China, Chen Long dengan skor 11-21 12-21. Sementara itu, di Malaysia Open Superseries Premiere, Simon yang harus berjibaku dari babak kualifikasi justru harus angkat koper jauh lebih awal. Jangankan masuk ke babak utama seperti saat Korea SS, lolos kualifikasi saja tidak. Pemain berusia 28 tahun ini dikalahkan 21-14 22-24 19-21 oleh Gao Huan dari China babak penyisihan kualifikasi.

Berdasarkan dari hasil dua turnamen itu, Kabid Binpres PP PBSI Rexy Mainaky melakukan pemanggilan terhadap Simon dan melalukan pembicaraan terhadap nasib Simon di Pelatnas Cipayung. Dan hasilnya... Simon mengundurkan diri.

Simon saat menjuarai Indonesia Open SSP 2012

Dikutip dari jpnn.com (dalam Samarinda Pos Online) Simon memberikan surat pengunduran dirinya pada Pelatnas kemarin (22/1). Dijelaskan juga bahwa Simon akan kembali berlatih di klubnya Tangkas Jakarta. 

"Saya sudah menyerahkan surat mundur kepada PP PBSI. Setelah ini saya akan kembali berlatih di klub lama Tangkas Jakarta. Harapan saya tetep bisa berprestasi dan memperbaiki rangking serta mengembalikan performa," tutur Simon.

Menanggapi pengunduran diri Simon, Om Rexy *saya panggilnya Om, karena yaa biar lebih sopan. Masa' panggil Pak (?)* membenarkan bahwa Simon sudah tak lagi di Pelatnas.
Lantas, dengan mundurnya Simon siapakah yang akan mengisi slot tunggal putra prestasi menggantikan Simon? Om Rexy memproyeksikan Jo (Jonatan Christie) dan Ihsan (Ihsan Maulana Mustofa) yang saat ini masih berada di kategori potensi sebagai pengganti Simon alih-alih Wisnu Yuli Prasetyo atau Riyanto Subagja yang sebenarnya lebih senior dibandingkan Jo dan dan Ihsan yang 'baru saja lulus' dari level junior. Bahkan Jo di tahun 2014 ini masih diproyeksikan sebagai MS andalan merah putih di ajang World Junior Championship dan Youth Olympic Championship setelah rekannya Ihsan sudah tak bisa mengikutinya lagi lantaran umur yang sudah melewati batas maksimal. *Jo kelahiran tahun 1997 dan Ihsan kelahiran 1995*

"Kita harapkan Jonathan (Jonathan Cristie, Red) atau Ihsan (Ihsan Maulana Mustofa, Red)," tulis Kabid Binpres PP PBSI, Rexy Mainaky lewat pesan singkat *masih dikutip dari jpnn.com (dalam Samarinda Pos Online)*

Nama Jo dan Ihsan ini muncul setelah kecemerlangan mereka di ajang World Junior Championship 2013 yang digelar di Bangkok, Thailand 23 Oktober-3 November 2013 lalu.
Jonathan berhasil mencapai delapan besar dan mengalahkan unggulan kedua turnamen sekaligus wakil tuan rumah, Thammasin Sitthikom. Sedang Ihsan mencapai semifinal.
 
Lantas bagaimana dengan Thomas Cup yang menjadi salah satu 'miles stone' *pinjam istilahnya Pak Gita* yang ditetapkan oleh PP PBSI. Piala Thomas (dan Uber kalau bisa) harus pulang kembali ke Indonesia. Piala Thomas yang sudah hampir 12 tahun tak pernah pulang kembali ke Tanah Air, yang terakhir kali pulang ke pelukan Ibu Pertiwi pada tahun 2002 harus dibawa pulang oleh punggawa merah putih.

"Dia (Simon) siap dipanggil ke dalam skuad Piala Thomas tahun ini jika memang masih dipanggil. Dia akan bermain secara profesional," kata Om Rexy menjawab mengenai permasalahan Tim Thomas setelah mundurnya Simon.

Sedikit flashback mengenang Final Thomas Cup 2002 yang saat itu skuad Thomas Cup masih diperkuat oleh pemain-pemain lawas seperti Taufik Hidayat, Marleve Mainaky (sekarang jadi pelatih tunggal putri Pelatnas), Sigit Budiarto/Candra Wijaya, Tri Kusharjanto/Halim Haryanto, dan Hendrawan.

Final Thomas Cup 2002. Saat itu Indonesia vs Malaysia
- Tunggal pertama : Marleve Mainaky vs Wong Chong Hann 5-7 5-7 1-7 *kalah* :'(
- Ganda pertama : Sigit Budiarto/Candra Wijaya vs Chew Choong Eng/Chan Chong Ming 7-3 7-4 7-2 *menang* :')
- Tunggal kedua : Taufik Hidayat vs Lee Tsuen Eng 7-1 5-7 2-7 3-7 *kalah* :'(
- Ganda kedua : Tri Kusharjanto/Halim Haryanto vs Lee Wan Wah/Choong Tan Fook  8-7 7-8 7-1 7-3 *menang* :')
- Tunggal ketiga : Hendrawan vs M.Roslin Hashim 8-7 7-2 7-1 *menang* :')

P.S: gak ngerti tuh gimana sama sistem angka 7. Pokoknya Tim Thomas Indonesia menang 3-2 dari Malaysia gitu aja deh... *wkwkk*

Tim Thomas 2002 *rata2 sekarang pada jadi pelatih* :D

Memang sedikit mengagetkan sekaligus menyayangkan meskipun sudah ada beberapa yang memprediksikan bahwa ending dari karir Simon di Pelatnas Cipayung akan seperti ini. Namun, seperti apa kata pepatah roda akan selalu berputar. Simon yang pernah mengalami kondisi di atas dengan raihan-raihan prestasi yang diraihnya kini harus di bawah, kembali harus berjuang untuk memutar kembali rodanya agar ia bisa kembali di atas walau harus berkorban keluar dari Pelatnas untuk memberikan kesempatan kepada junior-juniornya untuk ikut merasakan bagaimana kerasnya pertarungan tunggal putra dunia. Memberikan estafet regenerasi kepada adik-adiknya untuk membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia melalui bulutangkis sektor tunggal putra.

Mundurnya Simon dari Pelatnas juga bukan sebuah titik mati bagi karir pria Tegal ini. Berkarir melalui jalur independen (atau sering disebut jalur profesional) di luar Pelatnas bisa menjadi pilihan untuk membangun karir kembali sekaligus membuktikan bahwa sebenarnya Simon belum habis. Ia mundur dari Pelatnas hanya untuk memberikan tempatnya pada adik-adik yang sangat disayanginya yang diharapkannya dapat menggantikan dirinya berdiri di podium tertinggi sektor tunggal putra di turnamen-turnamen bergengsi dunia.

Sayonara Simon... :'( *gambar pinjam dari sini*

Simon Santoso...
Terima kasih atas segala dedikasi yang engkau berikan selama hampir 11 tahun (2003-2014) bergabung di Pelatnas Cipayung.
Semoga kami para pecinta bulutangkis Indonesia masih dapat melihat aksimu di lapangan hijau, meski kau tak lagi bergabung di 'kawah candradimuka' bulutangkis Indonesia.

Simon Santoso. Indonesia GPG 2013.
*gelar terakhir dengan label 'pemain Pelatnas' (selain Kejurnas) *


  *P.S : Tulisan lain tentang Simon yang paling saya suka. Tulisan dari Bang Ega (wartawan Top Skor). Bisa dibaca disini. Atau langsung aja klik ke http://foodballgame.wordpress.com/ 
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Melihat nama Liliyana Natsir di list pemain yang akan ikut meramaikan turnamen Djarum Superliga 2014 memunculkan sebuah tanda tanya cukup besar dalam pikiranku yang seharusnya justru mikirin skripsi *abaikan kata yang terakhir :p*

Liliyana Natsir. Kirab Juara Dunia 2013.
Liliyana Natsir, pemain spesialis ganda campuran (saat ini berpasangan dengan Tontowi Ahmad) yang dalam beberapa tahun ini seakan selalu menjadi 'pahlawan' penyelamat muka Indonesia untuk mendapatkan gelar di turnamen-turnamen besar selevel Superseries dan Superseries Premiere tiba-tiba harus turun gunung dan ikut dalam turnamen antar club. Kendati Djarum Superliga ini digadang-gadang sebagai turnamen antar klub paling bergengsi tapi tetap saja keikutsertaan Liliyana dipertanyakan manfaatnya.

Djarum Superliga yang secara sistem menganut sistem Thomas dan Uber Cup yang mempertandingkan antara tim putra dan tim putri sejatinya bukan urusan Liliyana sebagai pemain spesialis ganda campuran. Keikutsertaannya justru akan mengurangi jatah pemain (dalam hal ini pemain ganda putri) untuk mendapatkan kesempatan bermain di jalur mereka yang seharusnya.

Memang... dalam hal bertanding pemain tidak boleh pilih-pilih pertandingan, bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa 'practice makes perfect'. Tapi dalam konteks ini saya rasa tidak terlalu relevan untuk rasionalisasi keikutsertaan Liliyana dalam Superliga.
Ditambah dengan fakta bahwa partner Liliyana, Tontowi tidak ikut turut ambil bagian dalam Superliga kali ini.

Jika saya boleh memilih dan boleh usul, saya lebih memilih Liliyana untuk diperam (berlatih secara lebih intensif) saja di Pelatnas Cipayung untuk dipersiapkan turun di turnamen All England yang akan digelar pada tanggal 4-9 Maret 2014 daripada mengikuti Superliga ini. 

Alasan yang pertama mungkin karena faktor prestise. All England sebagai turnamen bulutangkis tertua di dunia menjadi salah satu turnamen bulutangkis level SSP yang paling banyak dijadikan incaran banyak pemain. Belum lagi fakta bahwa Tontowi/Liliyana adalah pemegang dua kali juara berturut-turut (tahun 2012-2013) dan tahun ini mereka diproyeksikan untuk 'hattrick' gelar All England ini.

All England 2012
All England 2013
Sebagai juara dua tahun berturut-turut dan berpotensi menjadi yang ketiga kalinya tentunya bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Lawan-lawan mereka justru akan jauh lebih berambisi untuk mengambil titel juara All England yang sudah dua tahun berturut-turut diambil oleh Tontowi/Liliyana, mereka tak akan membiarkan pemain ranking 2 dunia ini untuk kembali membawanya pulang. Ini yang harus dibuktikan oleh Tontowi dan Liliyana bahwa mereka sanggup dan bisa membawa kembali gelar juara All England kembali pulang ke tanah air.

PBSI sendiri di akhir tahun 2013 sudah menetapkan target-target turnamen apa saja yang harus direngkuh titel juaranya dan salah satunya adalah All England ini sendiri. Dan Liliyana bersama Tontowi dan juga M.Ahsan/Hendra Setiawan (dari sektor MD) lagi-lagi diberikan 'amanah' untuk membawa titel juara dari turnamen bulutangkis tertua itu.

Sempat berpikiran bahwa Superliga bisa dijadikan ajang latihan dan ukur kemampuan sudah sejauh mana hasil latihan mereka selama ini di Pelatnas Cipayung karena di Superliga sendiri pemain-pemain kelas dunia sebut saja Lee Chong Wei, Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa, dan Misaki Matsutomo/Sayaka Takahashi ikut turut andil dalam turnamen berhadiah total 2 Milyar rupiah ini.

Alasan kedua adalah, kenyataan bahwa rapor Tontowi/Liliyana yang akhir-akhir ini juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan juga bisa dijadikan sebuah pertimbangan mengapa seharusnya Liliyana tetap berada di Pelatnas Cipayung dan menjalani latihan intensif daripada harus mengikuti turnamen Superliga.

Di penghujung tahun sebagai pemegang 2 juara level SSP (All England dan China Master), 2 juara level SS (Singapore Open dan India Open), *correct me if I wrong* serta juara Dunia Tontowi/Liliyana dibuat tak berdaya di turnamen BWF Super Series Final. Di tiga pertandingan yang harus mereka lakoni di fase grup, tak satupun kemenangan mereka raih. Kekalahan pahit atas rekan satu grup mereka yakni Sudket Prapakamol/Saralee Thongthoungkam, Joachim Fischer Nielsen/Christina Pedersen, dan Xu Chen/Ma Jin harus mereka telan. Posisi sebagai juru kunci grup dan tersingkir lebih awal dari turnamen pun harus mereka terima.

Tontowi/Liliyana di BWF Superseries Final

Di awal tahun 2014 pun begitu, di turnamen pembuka yang mereka ikuti di Malaysia Open Superseries Premiere Tontowi/Liliyana hanya bisa sampai ke babak semifinal sebelum dikalahkan oleh musuh bebuyutan mereka Xu Chen/Ma Jin dalam dua game langsung 14-21 13-21. Sebenarnya mereka sendiri menargetkan juara di turnamen yang baru naik level menjadi Superseries Premiere di tahun 2014 ini karena sebelumnya hanya berlevel Superseries.

Tontowi/Liliyana di SF Malaysia SSP

Tontowi mengalami cedera kaki saat latihan hari pertama di Malaysia menjadi salah satu alasan kenapa ganda campuran berperingkat 2 dunia ini harus menelan kekalahan cukup telak dari pasangan China. Tapi faktor cedera tak bisa satu-satunya alasan, dan mereka bertekad untuk segera fokus menuju All England.

Nyatanya..?? Liliyana justru turun di Superliga.

Persiapan untuk Uber Cup 2014 kah..??
Ini bisa dijadikan salah satu alasan yang cukup rasional saat pertanyaan "Mengapa Liliyana harus ikut dalam Djarum Superliga saat partnernya saja tak ikut ambil bagian?"

Ya proyeksi untuk Uber Cup 2014 yang akan dihelat pada 18-25 Mei di New Delhi, India. Namun kembali lagi, mengapa harus Liliyana di saat ganda-ganda putri Indonesia lain sudah mulai menggeliat meskipun belum bisa dibilang 'bersinar'. Nama-nama seperti Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari dan Tiara Rosalia Nuraidah/Suci Rizki Andini bisa cukup untuk memperkuat tim Uber. Belum lagi ada mitos bahwa pemain-pemain Indonesia akan lebih 'spartan' saat bermain ketika dalam kejuaraan multi event yang membawa nama negara. Seolah sampai titik darah penghabisan akan mereka perjuangkan.

Dalam sejarah, Liliyana memang pernah juga berjaya di sektor ganda Putri. Bersama pasangan abadinya, Vita Marissa, Liliyana pernah menjuarai berbagai turnamen-turnamen penting diantaranya China Master SS 2007, dan Djarum Indonesia Open SS 2008 dan nangkring di ranking 9 dunia. Di Uber Cup 2008 pun Liliyana dan Vita pun menjadi tulang punggung tim, di final mereka harus bertarung 3 game melawan Yang Wei/Zhang Jiewen dari China, yang pada akhirnya dimenangkan ganda China dengan skor 15-21 21-19 16-21 -_-

Tapi itu semua terjadi 6 tahun yang lalu. Saat Liliyana masih berusia 22 tahun.

Vita/Liliyana. China Master SS 2007

Vita/Liliyana. Indonesia Open SS 2008

Keikutsertaan Liliyana dalam ajang dua tahunan ini pun terakhir tercatat saat Thomas-Uber Cup 2010 yang diselenggarakan di Malaysia. Saat itu, Liliyana yang dipasangkan dengan Shendy Puspa Irawaty hanya dipasangkan sebagai ganda kedua yang dalam perjalanan dari penyisihan grup hingga semi final hanya bertanding sebanyak 2x, di penyisihan grup saat melawan Australia dan Denmark. Sisanya, mereka tak pernah turun untuk bertanding lagi. Pertandingan ganda putri dipercayakan kepada pasangan Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari.

Liliyana sendiri pernah mengatakan bahwa ia tak akan pernah bermain di sektor ganda putri lagi karena menurutnya bermain ganda putri lebih menguras tenaga jika harus dibandingkan dengan bermain di ganda campuran *ya iyalah, di XD ada tukang gebung macem algojo yang siap jumping smash di belakang (lirik Owi) :p*
Namun, jika ia diminta untuk bermain lagi di ganda putri ia selalu siap... namun dengan syarat itu harus di turnamen multievent beregu (seperti Sudirman Cup dan Thomas Uber Cup) selain itu, ia tak akan pernah mau kembali lagi bermain di sektor ganda putri.

Jadi, menurut kalian kenapa Liliyana ikut dalam turnamen Superliga...??


P.S : perlu diingat... tulisan ini bukanlah judgment, bukan juga protes, bukan juga reaksi panic ala-ala BL Panic yang gak suka liat idolanya main tapi gak sesuai sama apa yang dia pengen. BUKAAANNN...!!!
Ini cuma sekedar uneg-uneg dan bentuk share pemikiran saya sebagai penikmat olahraga tepok bulu... :D
Jikalau ada yang salah, mohon jangan di-flame atau di-bash atau di-kata-katain sok tau atau gimana... mending dikoreksi dan dibenarkan sehingga bisa jadi bahan perbaikan saya di kedepannya. Lumayan toohh bagi-bagi ilmu. Eheheee...
*dan juga karena sejatinya dan sebenernya, agak seneng juga sih denger Liliyana main di Superliga.. bisa prepetin doski... minta fobar dan TTD lagi...* #plak *abaikan kalimat dodol yang baru saja anda baca* :p

Sekian....
Salam damai dan merdeka..... :D
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Apa sih yang terpikirkan di benak Sobat Blogger semua saat mendengar nama Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan disebut?

Here They are.. Ahsan/Hendra. Axiata Cup 2013 (Dok.Pribadi)

Bagi Sobat Blogger umum yang awam dan tidak terlalu mengikuti perkembangan dunia bulutangkis Indonesia mungkin mendengar dua nama itu disebut menjadi sesuatu yang sangat asing. Siapa mereka dan apa hebatnya mereka?
Namun, saya yakin, se-awam-awamnya Sobat Blogger mungkin ada beberapa yang cukup familiar dengan dua nama itu. Setidaknya dengan Hendra Setiawan. Pada era 2007-2008 namanya cukup dikenal. Bersama Markis Kido menyita perhatian masyarakat dengan prestasinya yang paling menonjol yakni menjuarai World Badminton Championship (Kejuaraan Dunia Bulutangkis) pada 2007 dan meraih medali emas Olimpiade di Beijing, China pada tahun 2008.

Dan kini, bersama Ahsan, Hendra kembali mencatatkan namanya menjadi juara di World Badminton Championship 2013 yang kali ini diadakan di Guangzhou, China. Tak ayal kemenangan ini membuat nama Hendra dan juga Ahsan (serta Tontowi dan Liliyana) menjadi perbincangan masyarakat. Karena pasca kemenangan mereka, hampir semua semua media, memberitakan tentang kemenangan mereka. *tulisan iseng tentang efek kemenangan Ahsan/Hendra di WBC bisa dibaca disini dan disini*

Berbeda dengan Sobat Blogger yang kebetulan juga seorang BL (Badminton Lovers) tentunya sangat gak asing dengan nama Ahsan dan Hendra. Sekali menyebut nama Ahsan atau Hendra secara terpisah atau mendengar nama mereka dalam satu kesatuan, pasti banyak jawaban yang keluar dari para Sobat BL.

Namun kali ini yang pengen aku bahas bukan seberapa terkenalnya pasangan ganda putra yang sekarang menduduki rangking 2 dunia BWF ini dimana mereka bisa selalu sukses bikin wece-wece kejang-kejang lihat gantengnya dan kecenya mereka baik di luar lapangan atau di dalam lapangan #plak *disambit Ci Sansan (istri Ko Hendra) sama Kak Itine (istri Bang Ahsan)* dimata Sobat Blogger semua, tapi lebih kepada perjalanan berliku mereka selama menjadi ganda putra Indonesia.

Ahsan/Hendra mulai berpasangan resmi sejak bulan Oktober 2012. Turnamen Yonex Denmark Open 2012 menjadi turnamen internasional pertama yang mereka ikuti secara resmi setelah 'sah' berpasangan sebagai ganda putra.

Sebelum berpasangan dengan Hendra, Ahsan berpasangan dengan Bona Septano, adik kedua dari Markis Kido yang sebelumnya berpasangan dengan Hendra.
Duet Ahsan/Bona pecah pasca kegagalan mereka menjawab harapan masyarakat Indonesia akan terjaganya medali emas Olimpiade yang pada gelaran terakhir Olimpiade di Beijing tahun 2008 disumbangkan dari cabor bulutangkis nomor ganda putra atas pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan. Kido/Hendra sendiri tidak bisa mengikuti Olimpiade London 2012 karena ranking yang mereka duduki saat penetapan peserta Olimpiade tidak mencukupi. Kala itu Kido/Hendra berada di ranking 9 atau 10 dunia *koreksi jika saya salah* padahal untuk bisa turut ke Olimpiade minimal mereka harus berada di ranking 8 dunia (ini juga syarat agar 1 team bisa mengirin 2 wakil di nomor yang sama).

Pasangan Ahsan/Bona saat itu dibilang cukup mumpuni dan dinilai berprospek bagus kala Kido/Hendra mulai turun pamornya. Ahsan/Bona seringkali diharapkan menjadi penyelamat sektor ganda putra. Sayang, kendati mampu menduduki peringkat 5 dunia, pasangan ini belum pernah sama sekali keluar sebagai juara di turnamen level Superseries atau Superseries Premiere.

Prestasi tertinggi yang didapatkan Ahsan bersama Bona adalah Medali Emas SEA Games 2011. Saat itu Ahsan/Bona keluar sebagai juara setelah mengalahkan kakak sekaligus seniornya Kido/Hendra dalam pertarungan dua set dengan skor akhir 25-23 21-10.

Bona/Ahsan. Gold Medals SEA Games 2011 (Gambar dari sini)
Winners and Runner Up (Gambar dari sini)

Berbeda dengan Hendra, sebagai pemain yang sudah lebih dulu berlalu lalang di dunia tepokan bulu, prestasi Hendra yang saat itu masih berpasangan dengan Markis Kido tak perlu dipertanyakan lagi. Juara WBC 2007 dan Medali Emas Olimpade Beijing 2008 adalah dua titel paling bergengsi yang mereka dapat dari berpuluh-puluh juara yang pernah mereka dapat. Per-tanggal 27 September 2007 setelah berhasil keluar sebagai juara WBC 2007 Kido/Hendra menempati peringkat 1 dunia.


Hendra/Kido. Olimpiade 2008

Pasangan ganda putra paling cetar membahana yang sampe sekarang gak bisa bikin move on para BL ini harus terpaksa pisah saat Hendra dipanggil kembali oleh Pelatnas. Sebelumnya pada sekitar tahun 2009, bersama Kido Hendra kompak keluar dari Pelatnas dan menjalani karir secara profesional. Mereka latihan, mencari sponsor, dan mengikuti turnamen-turnamen internasional berdasarkan kemampuan mereka sendiri tidak terikat pada PBSI. Namun pasca Olimpiade 2012, Hendra (tanpa Kido) diberi tawaran oleh Pelatnas untuk kembali ke markas Cipayung dan Hendra pun menerima tawaran tersebut sehingga secara dengan terpaksa duet maut yang sudah berjalan selama hampir 13 tahun itu pun pecah (as your info, Kido/Hendra sudah mulai berpasangan sejak tahun 1999 di usia 15 tahun, yang saat itu mereka masih di klub Jaya Raya Jakarta. Saat masuk ke Pelatnas mereka pun bersama-sama)

Kembali pada kisah dipasangkannya Ahsan dan Hendra.
Kendati keduanya resmi dipasangankan pada Oktober 2012. Pasangan ini sejatinya bukan benar-benar pasangan baru. Keduanya sudah pernah berpasangan saat Sudirman Cup 2009. Namun secara pribadi, saya melihat keduanya ini berpasangan pada saat turnamen Axiata Cup, Maret 2012.

Ahsan/Hendra. Axiata Cup 2012

Saat baru awal-awal dipasangkan, prospek pasangan ini memang belum bisa langsung menunjukkan performa yang memuaskan. Mereka selalu terhenti di babak-babak awal membuat pasangan ini tidak terlalu diperhitungkan. Sukses menembus babak semifinal  sebelum dikalahkan oleh pasangan Korea Shin Baek Choel/Yoo Yeon Seong di turnamen pertama mereka Yonex Denmark Open, Ahsan Hendra hanya bisa mampu menembus babak kedua hingga perempat final, bahkan sempat terseok di babak pertama di turnamen yang mereka ikuti selanjutnya. Di Perancis Open keduanya terhenti di babak kedua dikalahkan oleh ganda Malaysia Thien How Hoon/Wee Kiong Tan dengan skor 16-21 17-21, Hongkong Open kalah di perempat final atas Ganda China Cai Yun/Fu Haifeng 17-21 15-21, dan Korea Open mereka terseok di babak pertama setelah dikandaskan oleh ganda Korea Kim Ki Jung/Kim Sa Rang dengan skor 19-21 19-21.

Faktor usia keduanya yang memang bukan terhitung usia muda lagi bagi seoarang pemain sempat disinyalir menjadi faktor tak kunjung IN-nya pasangan ini. Hendra, pria kelahiraan Pemalang, 25 September ini pada tahun 2012 berusia 28 tahun (kelahiran tahun 1984, membuat Hendra menjadi pemain aktif paling senior di Pelatnas) sedangkan Ahsan, pria kelahiran Palembang, 7 September ini pada tahun 2012 berusia 25 tahun (kelahiran tahun 1987).

Faktor-faktor inilah yang sempat membuat beberapa orang meng-underestimate-kan pasangan baru ini salah satunya adalah Tan Kim Her pelatih ganda putra Malaysia. Tan Kim Her (diambil dari blog duaribuan) menyatakan bahwa duet Hendra dan Ahsan ini tidak akan panjang, karena performa Hendra yang sudah menurun.

"Mantan Juara Dunia dan Juara Olimpiade Indonesia, Hendra dipasangkan dengan Ahsan tapi saya tidak menilai pasangan ini akan jauh, Usia akan menjadi halangan Hendra yang terlihat sudah menurun (performanya)."

Masih menurut Tan Kim Her, pasangan baru yang kemungkinan akan menggebrak adalah pasangan Korea Ko Sung Hyun-Lee Yong Dae dan ganda China, Chai Biao-Zhang Nan.

“Untuk saat ini, saya melihat duo Korea Selatan hasil kombinasi baru (Ko-Lee) dan ganda China Zhang Nan-Chai Biao sebagai orang-orang dengan potensi besar untuk berkembang menjadi pasangan yang kuat,” ujar Tan.

Chai Biao-Zhang Nan telah membuktikan prospek yang bagus ketika berhasil menjuarai turnamen China Master beberapa bulan lalu, sedangkan duet Ko-Lee sudah sempat dijalankan pada tahun lalu dan sempat membuahkan gelar di Amerika Serikat. Duet kombinasi ini dijalankan sebagai strategi pengganti Chung Jae Sung yang memutuskan pensiun pasca Olimpiade.

“Saya pikir, Yong Dae-Sung Hyun mungkin akan menjadi pasangan yang tangguh, tetapi tidak akan cepat. Mereka mungkin butuh beberapa waktu untuk beradaptasi,” tambahnya.

Namun penilaian negatif dari pihak-pihak yang memandang sebelah mata kemampuan mereka tak membuat Ahsan/Hendra menjadi ciut. Mereka justru semakin ingin membuktikan bahwa anggapan-anggapan miring yang berkembang di luaran sana itu adalah salah. Mereka masih belum habis, mereka masih layak untuk diperhitungkan, dan bisa menjadi ganda yang disegani atau bahkan ditakuti.

Dan benar saja, tahun 2013 setelah terpuruknya mereka di Korea Open 2013, keduanya membuktikan kualitas mereka. Turnamen Maybank Malaysia Open Superseries menjadi saksi kebangkitan Ahsan/Hendra. Mereka berhasil keluar sebagai juara setelah menumbangkan pasangan ganda berperingkat 1 dunia asal Korea, Lee Yong Dae/Ko Sung Hyun dua set langsung dengan skor 21-15 21-13. Ahsan/Hendra juga menasbihkan diri mereka sebagai juara yang selama bertanding tidak pernah kehilangan satu set pun, semua pertandingan yang mereka lakoni dari R1 hingga final dapat mereka menangkan dengan straight set.

Champion and Runner Up Malaysia Open.
Ahsan/Hendra. Malaysia Open. Januari 2013
Video final Malaysia Open. Ahsan/Hendra vs LYD/KSH

Kegemilangan duet Ahsan/Hendra terus berlanjut di gelaran turnamen yang mereka ikuti selanjutnya. Yonex All England Open Badminton Championship menjadi turnamen yang mereka ikuti. Sayang, di turnamen badminton tertua ini mereka hanya mampu sampai di babak semifinal. Di semifinal mereka kalah oleh ganda putra China Liu Xiaolong/Qiu Zihan dalam 3 set dengan skor akhir 12-21 21-13 17-21.

Sebagai seorang pemain, tentunya bayang-bayang akan cedera selalu hinggap. Dan pasca All England dan gelaran Axiata Cup pada media Maret-April , Ahsan sempat dikabarkan terkena cedera pinggang. Ini yang menyebabkan Ahsan terpaksa absen turun memperkuat tim Indonesia pada Sudirman Cup bulan Mei lalu.

Kendati sempat dirundung bencana cidera, Ahsan tak patah semangat, bersama Hendra mereka kembali menunjukkan kualitasnya sebagai ganda yang patut diperhitungkan. Di ajang Indonesia Open Superseries Premiere bulan Juni 2013 mereka, Ahsan/Hendra berhasil keluar sebagai juara setelah mengalahkan (lagi) pasangan nomor 1 dunia Lee Yong Dae/Ko Sung Hyun dua set langsung 21-14 21-18. Kemenangan Ahsan/Hendra ini juga sekaligus sebagai penyelamat muka Indonesia sebagai tuan rumah setelah andalan Indonesia lain yakni pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir gagal menunaikan tugas mereka setelah mereka gugur di babak semifinal.


Ahsan/Hendra. Indonesia Open SSP. Juni 2013
Juara dan Runner Up Indonesia Open.
Seolah masih sangat lapar akan gelar, Ahsan/Hendra kembali mengulang kegemilangan mereka di Indonesia Open dengan keluar sebagai juara di gelaran turnamen Singapura Open dengan lagi-lagi mengalahkan Lee Yong Dae/Ko Sung Hyun. Ahsan/Hendra kembali menang straight game atas Ko/Lee dengan skor akhir 21-15 21-18. Dan seperti kemenangan mereka di awal tahun pada turnamen Malaysia Open, di Singapura Open ini Ahsan/Hendra juga tidak kehilangan satu set pun selama pertandingan mereka. Semua pertandingan mereka dari R1-Final dimenangkan dalam dua set langsung.

Juara dan Runner Up Singapura Open.
*kumisnya LYD kayak Lele deh -_- #abaikan*
Juara Singapura Open.
Video Final singapura Open

Dan puncak dari pembuktian Ahsan/Hendra untuk menjadi ganda putra yang disegani dunia adalah saat ajang World Badminton Championship 2013 yang digelar pada 6-11 Agustus 2013 di Guangzhou, China. Berbekal sebagai unggulan keenam, Ahsan/Hendra memulai perjuangan mereka di negeri penguasa bulutangkis dunia tersebut.
Puncaknya di final, Ahsan/Hendra harus berhadapan dengan ganda Denmark unggulan ketiga Mathias Boe/Carsten Mogensen untuk memperoleh tahta tertinggi nan prestisius, menjadi juara dunia. Hasilnya, seperti yang sudah pernah saya ceritakan sebelumnya, mereka keluar sebagai juara. Skor 21-13 23-21 mereka bukukan dalam sejarah, mengalahkan Boe/Mogensen dan keluar sebagai juara.

Ahsan/Hendra. World Badminton Championship. Agustus 2013.

Dan kini, pasca kemenangan mereka di WBC 2013, Ahsan/Hendra menduduki peringkat 2 dunia, sedikit lagi menggeser Lee Yong Dae/Ko Sung Hyun yang sudah 3 kali berturut-turut mereka kalahkan tanpa perlawanan di peringkat 1 dunia.

Perjalanan karir Ahsan/Hendra memang bisa dibilang cukup fantastis. Hanya dalam waktu kurang dari 1 tahun mereka sudah mampu menjadi juara di berbagai turnamen bergengsi. Tak cukup itu, mereka juga berhasil keluar sebagai juara dunia.

Namun meskipun sudah berhasil hampir menjadi penguasa di sektor ganda putra, Ahsan/Hendra masih harus membuktikan kekonsistenan permainan mereka. Banyak turnamen-turnamen besar yang masih ingin mereka juarai, All England, SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade menjadi target yang mereka incar untuk keluar sebagai juara.

Dan untuk mencapai titik yang sekarang, tentunya Ahsan/Hendra membutuhkan kerja keras serta berbagai berbagai usaha pembuktian.
Sempat dianggap sebelah mata oleh beberapa pihak, namun sekarang mereka berhasil menunjukkan dan membungkam anggapan sebelah mata dari orang-orang yang pernah meremehkan mereka.

Kini dengan berbagai raihan prestasi yang sudah mereka raih, Ahsan dan Hendra seolah telah menjelma dari sebuah kuda hitam yang awalnya sama sekali tak diperhitungkan menjadi sebuah harimau penguasa belantara bulutangkis ganda putra yang siap memangsa setiap musuh-musuh yang mereka hadapi.

Jaya dan maju terus Ahsan/Hendra.

Jaya dan maju terus perbulutangkisan INDONESIA...

MERDEKA...!!!!
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Older Posts

About Me


Hai!! Namaku Fitrotul Aini.
Tapi panggil saja aku Fitri.
Hanya 'part time personal blogger' tapi 'full time dreamer'.
 Bisa klik DISINI untuk tahu tentang aku dan blog ini yang selengkapnya.

Terima kasih sudah mengunjungi blogku ini.
Enjoy your reading.. :)

Contact me on : 
fitrotulaini1@gmail.com
or
Find me on :

Pengunjung

Teman-Teman

Blog Archive

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret (1)
      • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempela...
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (52)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (12)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (6)
  • ►  2014 (27)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2013 (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2012 (46)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (59)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2010 (8)
    • ►  Desember (8)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

  • [REVIEW] LAKI-LAKI KE-42 : Lika-liku Pertemuan Belahan Jiwa
    Judul : Laki-laki ke-42 Penulis : Atalia Praratya Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2021 ISBN : 9786020641065 Tebal ...
  • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempelajari Makna Hidup dari Sebuah Toko Kelontong
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya  Penulis : Keigo Higashino  Alih Bahasa : Faira Ammeda  Penerbit : Penerbit Gramed...
  • [REVIEW] The Red Sleeve : Kisah Cinta Sejati Sang Raja
    "Ada banyak wanita di dunia. Banyak yang berasal dari keluarga hebat yang berpendidikan tinggi dan memiliki karakter yang baik. Mereka ...
  • [REVIEW] Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang : Upaya Berdamai dengan Luka dan Trauma
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang  Penulis : Wisnu Suryaning Adji  Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pu...
  • Hello Again, 31 January
    Sesuai judul, "Hello Again, 31 January" Sedikit enggak nyangka bakal nyampe di hari ini, di usia ini, dan di kondisi ini, yang seb...

Member

Member

Member

Emak2Blogger

Member

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose