• Home
  • Review
  • Hiburan
  • Curhat
  • Tentang Saya
Facebook Twitter Instagram Pinterest

NIKKI*

Dalam Bahasa Jepang berarti Catatan Harian : info | cerita | review | hobi | hiburan | kuliner | serba-serbi


IDENTITAS BUKU : 

Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya 
Penulis : Keigo Higashino 
Alih Bahasa : Faira Ammeda 
Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama 
Tahun Terbit : 2022 (cetakan ketigabelas) 
ISBN : 9786020648293 
Tebal : 400 hlm 

BLURB dan SINOPSIS

Ketika tiga pemuda berandal bersembunyi di toko kelontong tak berpenghuni setelah melakukan pencurian, sepucuk surat misterius mendadak diselipkan ke dalam toko melalui lubang surat.

Surat yang berisi permintaan saran. Sungguh aneh.

Namun, surat aneh itu ternyata membawa mereka dalam petualangan melintasi waktu, menggantikan peran kakek pemilik toko kelontong yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya memberikan nasihat tulus kepada orang-orang yang meminta bantuan.

Hanya untuk satu malam.

Dan saat fajar menjelang, hidup ketiga sahabat itu tidak akan pernah sama lagi...

Tiga berandalan tersesat di sebuah toko kelontong usang dan tua yang kemudian mengubah nasib mereka. Mungkin begitulah premis sederhana dari buku ini. Tapi meskipun terkesan sederhana, nyatanya cerita dalam buku ini tak sesederhana premis dan blurb yang disajikan.

Dibagi ke dalam lima bab, menceritakan lima kisah dari tokoh/sosok yang berbeda. 

Tentunya cerita dibuka dengan kisah tiga pemuda berandalan: Shota, Kohei, dan Atsuya, yang masuk ke dalam sebuah toko kelontong tak berpenghuni akibat mobil tua curian mereka mogok di tengah jalan. Tujuan awal ketiganya hanya ingin bersembunyi hingga fajar menyingsing usai melakukan tindakan pencurian di malam harinya.

Namun siapa sangka saat mereka bersembunyi di dalam toko kelontong tak berpenghuni itu mereka tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah surat yang masuk melalui pintu gulung (pintu/lubang yang digunakan untuk menerima surat) di depan toko. Sebuah surat permintaan konsultasi kepada Toko Kelontong Namiya. Padahal pada saat itu Toko Kelontong Namiya sudah tak lagi beroperasi. Toko itu hanya sebuah toko kelontong tua, usang, tak berpenghuni.

Didorong rasa penasaran bercampur sedikit takut juga enggan dan rasa simpati ingin membantu permasalahan si pengirim surat, Shota, Kohei, dan Atsuya secara nekat dan dadakan menggantikan Kakek Namiya, sang pemilik toko kelontong melayani sesi konsultasi.

Yaa... toko itu, Toko Kelontong Namiya, 32 tahun yang lalu saat masih aktif, Kakek Namiya sang pemilik toko selain menjual barang-barang keperluan sehari-hari selayaknya toko kelontong biasa juga menerima konsultasi permasalahan pengunjungnya. Nasihat-nasihat bijaksana yang diberikan oleh Kakek Namiya membuat sesi konsultasi di Toko Kelontong Namiya akhirnya dikenal banyak orang. Orang-orang dari berbagai tempat datang untuk mengirimkan surat meminta sesi konsultasi. Hingga kesehatan kakek Namiya menurun dan terpaksa tidak bisa lagi menerima dan menjawab surat permintaan sesi konsultasi.

Lantas apakah surat yang diterima Shota dan kawan-kawan berasal dari masa lalu? Masa ketika Toko Kelontong Namiya masih berjaya? Jika iya, apakah Toko Kelontong Namiya pada malam itu mampu menghubungkan masa lalu dan masa depan? 

Menghubungkan kisah seorang atlet Olimpiade yang tengah galau harus terus mengikuti pelatihan menjelang pertandingan atau mendampingi kekasihnya yang tengah sakit keras dan menyerahkan kesempatannya untuk bisa bertanding di Olimpiade.

Kisah seseorang yang berkeinginan menjadi pemusik tapi karena kondisi keluarganya membuatnya dihadapkan pada pilihan yang sulit antara mengejar cita-citanya yang ternyata memiliki banyak kendala atau menyerah dan mengabulkan harapan keluarganya untuk mengelola toko ikan warisan keluarga. 

Dan tiga atau empat atau  lima cerita lain (aku lupa berapa tepatnya) yang menurutku secara keren dan 'ajaib' akan membentuk sebuah kesatuan dan hubungan yang tak terduga. Menyentuh hati dan memberikan kejutan bagi pembaca.


KESAN

Awal mula aku baca buku ini sih karena rame diomongin di base buku di twitter. Selain itu, idol favoritku Sungjin DAY6 ternyata pernah baca buku ini juga (yang tentunya versi terjemahan Korea 😋) dan dia merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Jadilah aku tertarik untuk ikutan baca buku ini.

Tapi di perjalanan, ternyata aku gak bisa baca sampe habis dan sempat berhenti beberapa bulan bahkan sampe disela baca beberapa buku lain karena waktu aku ngerasa belom in touch buat baca buku ini. Sampe akhirnya di bulan November 2022 lalu aku serius baca dan akhirnya bisa menyelesaikan buku ini dengan hati mellow.

Ya gimana nggak, buku ini tuh sebenernya nggak menyajikan konflik yang berat banget seberat dosa manusya *eh. Justru konflik atau masalah-masalah yang dialami oleh para tokoh di buku ini tuh cukup kasual, bahkan mungkin masalah-masalah yang relate atau pernah kita rasakan atau alami.

Buku ini juga menyajikan alur cerita yang lumayan unik. Saat membaca buku ini, kita diajak untuk melintasi ruang, waktu, dan zaman. Meski di tengah-tengah mungkin kita akan dibuat bosen dan sedikit bingung tentang bagaimana timeline di buku ini dan cerita tokoh-tokohnya yang bertambah dan berganti di tiap babnya yang seperti gak ada hubungannya tapi ternyata ada hubungannya banget-banget! Yang bikin aku sempet ngerasa amazing karena sebegitu gak kerasanya (atau sebegitu membingungkannya) 😛

Perasaan campur aduk aku rasain tiap baca cerita-ceritanya yang ada di buku ini. Meski lagi-lagi kadang suka agak sedikit bosen karena narik latar belakang ceritanya kadang jauh banget dari kondisi saat ini. Tapi ketika pada akhirnya terbukalah hubungan serta alasan mengapa si tokoh sampai berada dalam kondisinya saat ini, aku jadi ikut paham dan beberapa kali ikut sedih juga terharu pada keadaan si tokoh. Di beberapa cerita aku seperti bisa merasakan rasa lega sekaligus bersyukurnya si tokoh terhadap kehidupannya.

Seperti yang sudah aku sebut di atas, cerita di buku ini dibagi dalam lima bab yang mostly menceritakan tentang permasalahan yang dihadapi oleh manusia sehari-hari. Masalah tentang galau dengan dua pilihan.
Meski polanya hampir sama, tapi menurutku tingkat kegalauan di tiap-tiap permasalahannya bisa terasa beda-beda. Tergantung hubungannya dengan siapa. Apakah dengan pacar, dengan orang tua, atau dengan diri sendiri tapi menyangkut mengenai masa depan.

Tapi dari lima bab yang ada di buku ini, hubungan dengan keluarga terutama orang tua kerap kali disinggung dan dibahas. Kalau aku tidak salah mengingat, ada tiga orang tokoh yang kisahnya berhubungan dengan orang tuanya. Mungkin pesan atau nilai yang diharapkan bisa diambil dari buku ini adalah tentang penting hubungan dengan keluarga terutama orang tua tidak peduli seberapa sulit masalah yang tengah kita hadapi. Keluarga (orang tua) akan dengan segenap hati memberikan usaha juga dukungannya untuk impian/cita-cita sang anak meski harus terkadang harus menghadapi situasi/kondisi yang sulit.

Dari buku ini juga kita secara tidak langsung diajak untuk memahami sebuah permasalahan yang sedang dihadapi dari berbagai sisi/sudut pandang. Kita juga tidak bisa serta merta memberikan penilaian tentang sebuah keputusan atau langkah yang diambil dalam menghadapi sebuah keadaan. Seperti yang terjadi dalam cerita Anak Perempuan Green River dan Ibunya juga Paul Lennon dan orang tuanya. Kedua orang tua dari dua tokoh itu sama-sama mengambil keputusan untuk mengorbankan diri mereka untuk menyelamatkan anak mereka. Keputusan yang mungkin akan dianggap salah dan bodoh. Tapi bagi kedua orang tua mereka, itu adalah keputusan terbaik. Dan ketika kedua anak atau orang itu mencerna dan memahami arti mendalam dari apa yang orang tua mereka lakukan, mereka lebih bersyukur dan menghargai hidup yang mereka jalani saat ini.

"Sejak hari itu, saya tidak pernah berpikir akan lebih baik jika saya tidak pernah dilahirkan. Memang jalan yang saya tempuh sampai hari ini tidak selalu mulus, tapi fakta bahwa saya masih hidup membuat saya yakin bisa mengatasi setiap penderitaan yang menyertainya.
...kini saya memiliki rasa percaya diri untuk berkata bahwa saya bersyukur telah dilahirkan." -hlm.180-181.

"Walaupun kedua orangtua saya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, setidaknya mereka sempat merasakan hidup bahagia. Saya mendiri merasa hidup saya ini beruntung." -hlm. 279.

Lantas apa yang menjadikan seluruh tokoh dan seluruh cerita dalam buku ini memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lain? Karena seperti yang sudah aku bilang, meski cerita dalam buku ini terkesan berdiri sendiri-sendiri tapi ternyata jika diteliti dan diperhatikan tokoh-tokohnya saling terhubung satu sama lain melalui orang dan tempat yang sama.

Bukan... bukan semata-mata lewat Kakek Namiya dan Toko Kelontongnya. Tapi ada tempat dan sosok lain yang secara tak terduga dan berharga menaungi dan menghubungkan semua tokoh yang ada di cerita ini. Sebuah tempat yang mungkin dianggap pengasingan atau pembuangan, tapi bagi semua tokoh yang ada di buku ini adalah tempat mereka bermula, tempat mereka menemukan nilai berharga, dan tempat mereka dilindungi.

Apakah itu?
Baca saja bukunya,
Ehehee...

At the end, secara keseluruhan aku ngasih nilai 8/10 untuk buku ini. 😊😊😊
Karena buku ini bisa dibilang cocok dibaca untuk semua dan kalangan. Banyak nilai-nilai yang bisa diambil dari setiap cerita juga tokoh-tokohnya. Diantaranya adalah tentang bagaimana kita bisa belajar menjadi seorang pendengar (dalam hal atau cerita ini adalah pembaca) yang baik ketika ada orang lain mencurahkan isi hati atau permasalahannya.

Di tahap lebih lanjut, tidak hanya belajar menjadi pendengar yang baik, kita bisa belajar untuk berempati dengan permasalahan yang dihadapi oleh orang lain dan tidak serta merta menghakimi apa yang mereka lakukan atau putuskan. Karena tentu saja setiap langkah atau keputusan memiliki begitu banyak faktor yang memengaruhinya.

So, intinya kalian wajib untuk coba baca buku ini.
Heheheheheee.....

Buat yang sudah pernah baca buku ini, yuk berbagi pengalaman bacamu di komentar 😊
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

IDENTITAS BUKU : 

Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang 
Penulis : Wisnu Suryaning Adji 
Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka) 
Tahun Terbit : 2022 
ISBN : 978-602-291-984-1 
Tebal : 266 hlm 

BLURB dan SINOPSIS

"Dia laki-laki Tionghoa yang tinggal bersama anak-anaknya melewati tahun 1965.
Berbagai kejadian menguji kekuatan hidupnya.
Dia bertahan.
Dia hidup memewati zaman.
Dia menua, hingga merasa telah hidup terlalu lama.
Kini, dia cuma menginginkan satu hal: Mati.
Ternyata, mati juga sama sulitnya."  

Kematian.
Mungkin adalah salah satu topik pembicaraan yang paling dihindari. Membicarakan kematian sama dengan membicarakan kesedihan. Kesedihan tentang perpisahan dan kehilangan selamanya.

Tapi apa yang terjadi jika kematian adalah sebuah keinginan yang ingin segera diwujudkan? Terutama kematian yang tenang tanpa terbebani masalah-masalah pelik dalam kehidupan.

Dalam buku "Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang" ini kematian merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh sang tokoh utama. Ncek (panggilan aku si tokoh utama) begitu ingin untuk bisa mati dengan tenang. Sengkarut perjalanan hidupnya sejak kecil hingga tua membuat sosok Ncek jengah dengan segala kondisi yang ada di sekitarnya. Sehingga dia ingin segera mengakhiri problematika kehidupannya itu dengan mati dengan tenang.

Tapi ternyata mati dengan tenang tidak semudah yang dibayangkan dan diinginkan. Ncek masih memiliki permasalahan yang harus diselesaikannya. Masalah dengan keluarga (anak-anaknya) juga dengan dirinya sendiri yang nyatanya selama hidup tidak pernah dengan secara sadar diselesaikannya dengan baik. Yang kemudian diketahui secara tersirat bahwa permasalahan itu adalah manifestasi luka batin (trauma) dalam diri Ncek yang tak pernah disembuhkan. Luka itu begitu dalam menyakiti psikilogis Ncek sebagai seorang laki-laki, suami, dan juga ayah.

Lantas apakah yang terjadi dengan Ncek di kehidupan masa lalunya hingga membentuk sosok Ncek saat ini yang penuh kekecewaan, amarah, dan juga trust issue (masalah kepercayaan)?
Apakah Ncek akan berhasil menyelesaikan permasalahannya dan mewujudkan keinginan mati dengan tenangnya? Ataukah justru buku ini memberikan alternatif lain yang bisa membuat pembaca memiliki persepsi/interpretasi lain terhadap Ncek dan seluruh kisah perjalanan hidupnya?


KESAN

Jujur, ketika awal membaca judul buku ini, aku agak ngeri-ngeri merinding karena menyeret-nyeret tentang kematian. Tapi ngeri-ngeri merinding itu kemudian berubah jadi tertarik karena tokoh utama dalam buku ini adalah seorang laki-laki Tionghoa yang melewati kejadian tahun 1965 dimana semua orang tahu di tahun tersebut ada sebuah kejadian memilukan yang tak hanya membawa trauma bagi  warga pribumi tapi juga warga-warga keturunan Tionghoa yang akibat dari kejadian tersebut mendapat stigma negatif hingga perlakuan-perlakuan kejam tak berperikemanusiaan.

Latar belakang tokoh utama tersebut lah yang membuatku penasaran. Bagaimana Mas Wis sebagai penulis akan menggambarkan, menceritakan kisah hidup seorang laki-laki Tionghoa yang bertahan hidup dari waktu ke waktu ditambah dia pernah mengalami pahitnya kejadian di tahun 1965.

Dan benar saja tokoh Ncek benar-benar membuat perasaanku jungkir balik. Di awal buku, aku benar-benar dibuat tersinggung, marah, dan cukup sakit hati dengan narasi yang disampaikan Ncek. Dia seperti sangat membenci anak-anak dan juga menantunya. Menganggap anak-anak itu bodoh, tidak piawai dalam melakukan pekerjaan, dan selalu menyalah-nyalahkan semua perbuatan yang mereka lakukan. Intinya semua perbuatan yang dilakukan anak-anak tidak pernah ada yang benar di mata Ncek.

Sungguh, aku tidak habis pikir, dari mana anak-anakku mendapatkan bakat bodoh dan pemalas. Kecuali malaikat telah mengirimkan paket berisi bayi yang keliru kepadaku, aku tidak bisa menduga alasan lainnya. -hlm.18

Mereka anak-anak bodoh, dan aku tidak tahu konspirasi macam apa yang sudah terjadi sehingga aku yang pintar dan istriku yang baik hati bisa melahirkan anak-anak yang kesulitan berpikir, dan tak memikirkan bahwa klip staples berbahaya untuk sistem pencernaan manusia. Kurasa memang benar, malaikat yang bertugas membagikan bayi telah mengirimkan bayi yang keliru ke alamat yang salah akibat petunjuk denah yang kurang akurat. Anak-anakku seharusnya dilahirkan dalam rumah-rumah milik pasangan-pasangan bodoh yang lebih cocok sebagai orang tua mereka. Bukan rumahku. Bukan rahim istriku. -hlm.22

Wah asli yaaa sebagai anak, aku merasa sakit banget waktu baca narasi/kalimat Ncek itu. Aku ketriggered sampe langsung nutup bukunya, ngambil napas dalam-dalam, mencoba merdakan emosi dan keinginan untuk ngelempar buku saking keselnya! Bisa-bisanya seorang ayah bilang gitu tentang anaknya!

Bukannya kelakuan anak itu secara tidak langsung adalah bentukan dari didikan dari orang tua? Hasil mencontoh kelakuan orang tua? Jadi kelakuan anak-anak Ncek itu juga secara tidak langsung adalah hasil dari didikan Ncek (dan istrinya) juga dong. Yang berarti juga lagi-lagi secara tidak langsung Ncek mengajarkan hal yang salah pada anaknya dan membenci hasil didikannya. Tapi kenapa Ncek tidak introspeksi dan justru hanya menyalahkan anak-anaknya, dan sistem pendidikan Indonesia yang lagi-lagi menurut Ncek hanya menghasilkan anak yang tidak berguna.

Aku kemudian membayangkan bagaimana perasaan anak-anak Ncek jika tahu ayahnya memandang mereka dengan sebegitu negatifnya. Apakah anak-anak itu akan sakit hati juga? Padahal yang mereka lakukan kan mencoba merawat (berbakti) pada Ncek, ayah mereka di sisa usianya. Tapi kenapa Ncek justru berpikir begitu pada anak-anaknya? Meski ya harus diakui ada perilaku anak Ncek yang salah seperti hampir selalu ceroboh saat mengemas bekal makanan Ncek. Dan rencana menjual rumah yang mereka ditinggali padahal Ncek secara jelas dan terang-terangan menolaknya juga hal yang harus diakui  salah dari sikap anak-anak Ncek.

Tapi kemudian aku mencoba kembali berpikir, dengan backgroundnya sebagai seorang laki-laki Tionghoa yang hidup dalam lintas waktu yang cukup panjang di negeri yang sempat tak ramah pada warga keturunan ini pasti ada alasan, ada latar belakang kenapa Ncek bersikap sebegitu.

Dan benar saja, seiring perjalanan dan perkembangan cerita, perasaan marah dan kesalku pada Ncek pelan-pelan berubah. Aku mulai bisa memahami kenapa Ncek bersikap seperti itu di masa tuanya. Ada hal-hal di masa mudanya yang membuat Ncek tua memiliki penyesalan, trauma, yang kemudian menjadikannya memiliki semacam trust issue kepada orang lain.

Ncek anak-anak adalah anak yang tidak mengenal orang tua. Dia dibesarkan di panti asuhan dengan ayah asuh yang 'galak'. Teman-temannya kerap membully Ncek yang mungkin terlihat berbeda dari anak-anak lain di panti asuhan. Tidak tahan dibully Ncek melarikan diri.

Untuk menyambung hidup, Ncek bekerja sebagai kuli panggul di pasar dan tidur di sembarang tempat karena tak punya tempat tinggal. Kehidupan Ncek sedikit membaik ketika A Pe seorang penjual beras di pasar membantunya, mengizinkan Ncek tinggal bersama dengan keluarganya. Anak perempuan A Pe lah yang meminta kepada Papanya untuk membantu Ncek.

Namun, kehidupan nyaman Ncek di rumah A Pe tidak bertahan lama ketika anak perempuan A Pe mengajak Ncek untuk pergi melarikan diri. Ya, dua anak itu saling jatuh cinta tapi jelas A Pe tidak menyetujui dan merestui hubungan mereka. Berkali-kali permintaan anak perempuan A Pe untuk bisa menikah dengan Ncek ditolak oleh A Pe. Hingga akhirnya dua anak itu pergi melarikan diri.

Lagi-lagi, kehidupan pelarian tak memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi Ncek dan anak perempuan A Pe yang kemudian menjadi istrinya. Meski mereka bisa bertahan dan berjuang tapi hubungan yang tak harmonis dengan orang tua membuat Ncek dan istrinya menyesali keputusan dan perbuatan mereka. Ada rasa bersalah dalam diri mereka. Tapi meski merasa bersalah dan menyimpan luka, Ncek dan istrinya tetap menjalani kehidupan yang telah mereka pilih karena mereka sudah memahami konsekuensi dari segala keputusan dan perbuatan mereka.

Hingga kemudian terjadilah tragedi 1965 dan kejadian-kejadian penyerta setelahnya. Meski masih tak diterima, Ncek datang kepada A Pe memberitahu A Pe untuk segera mengungsi karena keadaan begitu berbahaya terlebih untuk kaum seperti mereka. A Pe sempat menolak tapi berkat paksaan seorang kerabat A Pe bersedia untuk mengungsi. Tapi tidak dengan istri Ncek.

Saat Ncek datang untuk memeriksa toko beras dan rumah yang ternyata sudah dijarah dan diobrak-abrik orang tak dikenal, sang istri masih disana, bersikukuh tetap bersama Ncek menemaninya. Sebuah keputusan naas yang kemudian membawa istri Ncek dan juga Ncek sendiri mengalami sebuah kejadian menyesakkan, memberikan trauma yang sangat mendalam bagi sepasang suami-istri itu hingga akhir hayat mereka. *dahlah aku gak tahan buat nyeritain apa kejadian dialami Ncek dan istrinya. Kejadiannya keji dan biadab. Sampe aku misuh-misuh kesal pas baca. Padahal di buku cuma diceritain dan dijelasin dalam 2 halaman, tapi marah, sedih, dan traumatisnya sampe setebal bukunya! KZL!*

Bukti misuh-misuh

Two thumbs buat Mas Wis sebagai penulis yang begitu piawai menceritakan kronologis kehidupan Ncek. Sejak dia anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Meski diceritakan dalam alur maju mundur, aku secara pribadi cukup bisa memahami mana bagian masa kini dan mana bagian masa lalu meski tidak ada pembeda yang cukup jelas dlm penulisan settingnya. Tapi ada kalanya, aku jadi sedikit bingung saat baca karena lompatan perubahan alurnya bisa terjadi secara tiba2 yang ternyata itu adalah bagian dari pola atau cara berpikir Ncek.

Yaaa... alur buku ini mengikuti pola atau cara pikir yang ada dlm pikiran Ncek! Jadi ketika setting ada di masa sekarang, itu adalah saat menceritakan kondisi saat ini Ncek, pergumulan yang ada dalam pikirannya tentang kondisinya saat ini. Sementara ketika setting mundur ke masa lalu, itu berarti Ncek 'tiba-tiba' teringat dengan kejadian yang dialaminya dahulu yang relate dengan apa yang sedang dia pikirkan saat ini.

Dan meski buku ini menceritakan perjalanan hidup Ncek sejak kecil hingga tua, hingga dia merencanakan kematiannya ada beberapa bagian yang cukup relate entah dengan kondisi sosial saat ini atau kondisi secara pribadi. 
Seperti misalnya percakapan antara A Pe (bapak angkat Ncek yang kemudian menjadi ayah mertuanya) dengan sahabatnya si pemilik toko sebelah tentang revolusi terasa masih relate dengan kondisi politik yang terjadi sekarang. A Pe merepresentasikan masyarakat awam yang 'realistis' meski terkesan agak masa bodo dengan urusan negara, yang hanya ingin hidup tenang. Sementara pemilik toko sebelah seperti masyarakat yang berhasil terpengaruh oleh janji-janji manis para politikus yg seakan-akan bisa membawa perubahan instan terhadap kondisi negara. Padahal kan ya belum pasti... 🤷‍♀️🤷‍♀️🤷‍♀️

"Kalian orang-orang politik cuma bisa ribut. Orang-orang lapar dan bosan dengan keributan kalian." -hlm.100

"Orang-orang kecil berselisih, bahkan berkelahi, untuk masalah yang tidak mereka pahami." -hlm.102

"Bilang kepada orang-orang di atas sana, berhentilah berebut kekuasaan. Rakyat butuh makan." -hlm.102

At the end, banyak nilai-nilai yang bisa kita ambil dari buku ini. Terutama tentang luka batin yang mungkin tak disadari tapi ternyata membawa dampak yang begitu besar. Sehingga penting bagi kita secara pribadi untuk bisa mengenal kondisi psikis kita. Jika memang ada luka batin yang perlu dan harus segera diselesaikan/disembuhkan maka segerakanlah. Perlu bantuan profesional? Pergi saja tak perlu takut. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum semuanya menjadi luka yang tak akan pernah bisa disembuhkan yang mungkin bahkan bisa membuat luka bagi orang lain.

Seperti sebuah pesan dari Ncek di bagian akhir buku:

"Anak-anakku, bacalah catatan-catatanku dengan baik karena sejarah bisa berulang dalam bentuk berbeda. Percayalah, kalian tidak menginginkannya. Maafkan. Maafkan aku karena tak mampu menjadi masa lalu yang baik untuk kalian. Aku adalah ayah kalian yang tak pernah pulih dari rasa sakitnya. Kalian memang tidak pernah benar-benar mengenalku. Tapi, kalian sudah kumaafkan karena maaf-lah yang membebaskan walau takkan melupakan." -hlm 265.

😭😭😭😭😭😭

So, overall aku memberi buku ini poin 8.8/10.
Dan seperti yang sudah beberapa kali aku bilang di twitter, buku ini kemungkinan akan menjadi salah satu buku favoritku di tahun 2023.

Tertarik untuk ikutan baca? 

Tapi.... tapiii..... kalau tertarik ikut baca, pastikan kamu dalam kondisi psikis yang siap yaa. Jangan memaksa baca buku ini jika kondisi psikismu tidak siap. Berhenti saja jika sudah tidak nyaman dan merasa triggered banget. Seperti pesan Mas Wis padaku saat aku sambat di awal-awal baca buku ini.

Pesan dari Mas Wis ketika membaca bukunya
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
"Ada banyak wanita di dunia. Banyak yang berasal dari keluarga hebat yang berpendidikan tinggi dan memiliki karakter yang baik. Mereka punya segalanya. Kenapa aku?" -Seong Deok Im.

"Karena tidak ada wanita seperti itu yang bisa menjadi dirimu. Deok Im, aku bahkan melawan kodratku dan memberikan hatiku untukmu. Jadi, aku tidak butuh orang lain. Harus kamu." -Yisan/Raja Jeongjo.

Perempuan mana yang nggak meleh kalau dikasih jawaban/penjelasan kayak gitu ketika nanya alasan kenapa pasangannya memilih dia sebagai pendamping hidup. 

Meski di kasus yang ini, Deok Im dipilih (officially) bukan sebagai yang pertama. Tapi bagi Yisan (kemudian dikenal sebagai Raja Jeongjo), Deok Im adalah wanita satu-satunya yang sangat dicintainya. Deok Im adalah selir yang dipilih Yisan sendiri tanpa campur tangan orang lain. Deok Im adalah perempuan yang berhasil merebut hati dan membuatnya jatuh cinta sejak dia masih anak-anak.


Judul : "The Red Sleeve" 
Genre : Melodrama, Romansa, Sejarah
Jenis : Drama Seri 
Jumlah Episode : 17 Episode 
Sutradara : Jung Ji In 
Penulis : Kang Mi Kang (novel), Jung Hae Ri 
Negara : Korea Selatan 
Bahasa : Korea Selatan 
Ditayangkan di : MBC / VIU 
Periode Tayang : 12 November 2021 - 1 Januari 2022

Pemain :
Lee Junho sebagai Yisan / Raja Jeongjo
Lee Se Young sebagai Seong Deok Im
Kang Hoon sebagai Hong Deok Roo
Lee Deok Hwa sebagai Raja Yeongjo
Jang Hye Jin sebagai Dayang Seo

PLOT / SINOPSIS

Yep, potongan dialog yang kutulis sebagai pembuka itu adalah salah satu dialog yang ada di drama The Red Sleeve (TRS). TRS menceritakan tentang Yisan (kemudian dikenal sebagai Raja Jeongjo) yang berjuang mendapatkan cinta Seong Deok Im, seorang dayang istana yang cantik, mandiri, cerdas, berintegritas, dan teguh memegang prinsip serta keyakinannya di tengah kondisi pro-kontra penunjukannya sebagai Putra Mahkota calon pengganti raja.

Penunjukan Yisan sebagai Putra Mahkota memang penuh kontroversi. Ayahnya, Putra Mahkota (Pangeran) Sado, dibunuh oleh Raja Yeongjo yang mana adalah ayah kandungnya sendiri, yang juga berarti kakek Yisan. Alasannya karena Raja Yeongjo sangat kecewa dengan sikap dan tingkah Pangeran Sado yang melenceng jauh tak sesuai selayaknya kepribadian Putra Mahkota. 

Untuk melindungi agar sang cucu tidak melakukan kesalahan yang sama dengan mendiang sang ayah, Raja Yeongjo kemudian begitu ketat dan posesif dalam menjaga Yisan.

Sementara itu, para oposisi yang tidak setuju dengan penunjukan Yisan sebagai Putra Mahkota dengan alasan bahwa Yisan adalah putra seorang pendosa ditambah kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan jika Yisan akan bertingkah sama dengan mendiang sang ayah, dengan berbagai macam cara, daya, dan upaya mencegah Yisan untuk bisa naik takhta. Hal itulah yang menyebabkan berkali-kali Yisan harus terjebak dalam situasi rumit dan membahayakan. Nah pada situasi-situasi seperti inilah Deok Im, sang dayang istana hampir selalu turut andil membantu Yisan.



Yisan yang sedari awal sudah sangat terkesan dengan paras dan kepribadian Deok Im yang luar biasa ditambah kelihaiannya dalam menulis dan bercerita membuat Sang Putra Mahkota semakin kagum dan memunculkan keinginan untuk menjadikan Deok Im menjadi pendamping hidupnya. Menciptakan keluarga bersamanya.
Bagi Yisan, Deok Im bukan hanya sekadar dayang istana yan cantik tetapi dia adalah penyelamat dan pelindung hidupnya. Berkali-kali Deok Im menyelamatkan Yisan ketika dia terjebak berbagai situasi rumit dan genting dalam upaya menyelamatkan diri sekaligus posisinya sebagai Putra Mahkota hingga bisa terus naik takhta menjadi Raja.

Namun Deok Im bukanlah perempuan-perempuan lain pada masanya yang akan dengan senang hati menjadi seorang selir Putra Mahkota/Raja. Dua kali pernyataan cinta dari Yisan ditolak oleh Deok Im. Dia menolak dan sama sekali tak ingin menjadi selir. Dia ingin tetap bisa hidup bebas seperti perempuan-perempuan lainnya. Meski posisinya sebagai dayang istana tak bisa sepenuhnya mengabulkan keinginannya. Tapi itu masih lebih leluasa jika dibandingkan menjadi seorang selir yang seumur hidupnya harus dihabiskan di dalam istana, menjadi milik raja, tapi tak bisa setara dengan raja bahkan putra/putrinya kelak.

Beberapa tahun kemudian, entah luluh akan usaha Yisan atau patuh terhadap perintah Raja, Deok Im akhirnya menerima dan bersedia menjadi selir Yisan/Raja Yeongjo. Hal yang tentunya sangat membuat Yisan/Raja Jeongjo bahagia.

Tapi... tapi... tapi... kalian nonton sendiri aja lah gimana selengkapnya. Kalau kuceritain semuanya disini, gak ada kejutan-kejutannya nanti. :p

Yisan dan Deok Im kecil

Deok Im dan Yisan dewasa

KESAN 

Asli nonton The Red Sleeve (TRS) ini tuh gemes-gemes, uwu, unyu, tapi pengen marah juga. 

Uwu-uwu gemessss ngelihatin hubungannya Yisan sama Deok Im yang diem-diem sebenernya saling mengagumi dan suka satu sama lain. Trus kadang suka curi-curi pandang sampai saling bantu ketika sedang mengahadapi masalah.

Deok Im kecil menghibur Yisan kecil ketika neneknya meninggal. Saat beranjak dewasa, berganti Yisan yang membantu Deok Im menyelamatkan nyawa para dayang-dayang istana dari buruan harimau. Kemudian saat Yisan dihukum raja atas keputusan perburuan harimau, Deok Im datang menghibur . Begitu pula ketika Yisan berada dalam bahaya pengkhianatan, Deok Im mengirim peringatan melalui layang-layang sinyal. Dan ketika lagi-lagi Yisan dihukum oleh raja, Deok Im datang untuk menghibur Yisan agar tidak kesepian selama pengasingan di istananya. Hingga pernyataan Deok Im yang akan selalu mendukung dan melindungi Yisan sampai dia berhasil naik takhta menjadi raja.

Interaksi Yisan-Deok Im bener-bener dibuat dan berhasil bikin penonton gemes. Kadangkala Deok Im seperti terlihat sangat memuja dan mencintai Yisan. Tapi di waktu yang lain dia bisa terlihat sangat menghindari dan menolak Yisan. Karena memang segalau itu si Deok Im. Dia tuh sebenernya cinta sama Yisan, tapi ya sadar status sekaligus konsekuensi jika dia mau dan menerima permintaan untuk menjadi selir. Dia gak bakalan bisa bebas. Dia akan selamanya terkurung di istana. Tapi di sisi lain dia cinta juga sama Yisan. Gimana doonngg...??? Lemah hati penonton dibuat tarik-ulur galau-galau beginii......!!! *guling2*

Ayo kita buru harimaunya!

Deok Im bacain puisi favorit Yisan di depan kamarnya

Selain interaksi Yisan-Deok Im yang gemes-gemes uwu romantis, interaksi Deok Im dan ketiga sahabatnya sesama dayang istana juga sweet banget. Persahabatan keempatnya digambarkan cukup dekat. Saat salah satu diantara mereka terkena masalah, yang lain akan membantu sebisa yang mereka lakukan. Karena lagi-lagi, posisi mereka sebagai seorang dayang istana tidak memberikan kebebasan sepenuhnya untuk melakukan berbagai hal.

Bahkan begitu dekat keempatnya, mereka bahkan mengucap janji untuk saling menunggu ketika kelak mereka tua nanti saat mereka semua sudah tidak lagi menjadi dayang dan bisa meninggalkan istana. Tapi nyatanya takdir tidak seindah itu! (Tonton untuk bisa mendapat alasan penyebabnya) *sambil ngusap ingus*

Selain persahabatan kwartet dayang istana, keberadaan Dayang Seo sebagai kepala dayang juga memberikan warna terhadap perjalanan keempat sahabat itu menjalankan tugasnya sebagai dayang istana. Terlebih dengan Deok Im yang selalu saja terlibat dengan hal-hal sensitif dan membahayakan. Dayang Seo seperti seorang 'ibu' yang melindungi Deok Im dengan segala upayanya. Sikap Dayang Seo yang kadang konyol juga sangat menghibur ketika menonton.

Kwartet Dayang Istana dan 'Kepala Suku'nya

Deok Im dan sahabat-sahabatnya

Selayaknya drama sejarah atau saeguk TRS emang gak lepas sama konflik kerajaan. Seperti yang udah aku tulis di bagian Plot/Sinopsis di atas selain menceritakan tentang kisah percintaan Yisan/Raja Jeongjo yang menginginkan dayang Seong Deok Im menjadi selirnya, TRS juga menceritakan tentang proses lika-liku perjuangan Yisan sejak menjadi Putra Mahkota hingga berhasil naik takhta menjadi raja yang bergelar Raja Jeongjo.

Sikap overprotektif sang kakek (Raja Jeongjo) yang kadang kala berubah menjadi halusinasi terhadap mendiang sang ayah (Putra Mahkota Sado) membuat Yisan kecil hingga remaja menjadi cemas. Teror yang dibersamai berbagai upaya untuk menghalangi Yisan menjadi raja dari para politikus antek-anteknya, membuat tensi saat nonton drama ini tuh selalu tinggi. Bawaannya pengen ngelindungin Yisan sekaligus misuh-misuh ke pihak antagonis kalau udah ngerencanain hal buruk. 

Raja Yeongjo dan penerusnya

Ngeliat hubungan antara Yisan-Raja Yeongjo yang semacam love-hate relationship gitu juga bikin gemes. Di satu sisi Raja Yeongjo bisa kelihatan sayang banget sama Yisan. Tapi kadangkala bisa kelihatan nyeremin banget kalau lagi marah-marah. Marahnya tuh bisa sampe nabok, ngurung Yisan di kamar, bahkan sempet ngancem mau ngebunuh Yisan. Serem abis! *pukpuk Yisan*

Kejadian itu bisa dipahami karena Raja Yeongjo gak mau kejadian buruk dan memalukan terulang dan dilakukan kembali sama Yisan. Dia dengan segala upayanya melindungi Yisan agar bisa naik takhta meneruskan kepemimpinannya. Menjelang akhir-akhir masa pemerintahannya Raja Jeongjo hampir  saja melakukan kesalahan fatal akibat salah paham dan penyakit demensia yang dialaminya. Dia hampir saja akan membunuh Yisan, penerusnya jika saja Permasuri (Istri Raja Yeongjo) atas permohonan Lady Hyegyong (Ibu Yisan) dan bantuan Deok Im tidak segera menghadap Raja dan mengingatkan tentang Dokumen Kebenaran.

Begitu sebaliknya, Yisan terlihat sangat mencintai dan menghormati Raja Yeongjo. Dia gak mau membuat malu sang kakek. Dia mau terlihat baik dan merasa terlindungi. Meski di saat yang sama di sudut hati terdalamnya, dia sangat membenci sang kakek.

"Kenapa kakek pergi begitu saja? Kakek telah memberiku banyak penderitaan. Kakek merenggut ayahku dariku. Kakek merenggut nenekku dariku. Semuanya karena Kakek. Semuanya adalah kesalahan Kakek. Aku tidak akan pernah memaafkan Kakek. Aku tidak akan bisa! Kakek... kembalilah. Aku terlalu takut dan khawatir bahkan untuk bernapas." -Yisan, episode 12.



Berperan sebagai Putra Mahkota Yisan yang kemudian naik takhta dan menjadi Raja Jeongjo, Junho 2PM menurutku sangat berhasil memerankan tokoh ini. Kharismanya bener-bener tumpah! Ekspresi wajahnya juga bisa berubah dengan tepat menggambarkan suasana yang sedang dialaminya. Perbedaan terlihat jelas ketika dia marah, sedih, bahagia, kecewa, waspada, dan yang lain sebagainya. Bahkan menurut beberapa pengamatan penonton yang aku baca di sosmed katanya ekspresi Junho saat dia nangis berbeda di tiap-tiap scene. Gak pernah sama!

Junho juga dengan sangat sukses memerankan Yisan hingga Raja Jeongjo dalam rentang usia yang berbeda-beda. Junho bisa membawakan Yisan saat masih remaja akhir menuju dewasa awal yang sifatnya masih sangat berapi-api, gak takut menghadapi masalah tapi ternyata bisa sangat terlihat malu-malu gemesin ketika denger perempuan yang dia taksir bilang kalau dia juga mencintainya. Padahal masih ada lanjutan perkataan si perempuan yang gak didengar Yisan karena dia udah terlanjur lari seneng duluan... :p

Waktu baca surat cinta dari ayang :p

Abis denger ayang bilang cinta.. :p (padahal salah sangka :p)

Lagi nyariin ayang :p

Beranjak dewasa, ketika Yisan akhirnya naik takhta dan menjadi Raja Jeongjo wadoooohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh aura Junho meluber sampe banjir. Ganteng parah nih manusya pake jubah merah raja.
Tapi ya siapa sih aktor yang enggak ganteng kalau pakai jubah merah raja. Dari Kim Soo Hyun, Yeo Jin Goo, sampe sekarang Junho semuanya kelihatan GANTENG! :p

Tapi sebagai raja, tentu sikap dan sifatnya harus berubah jika dibanding saat dia masih Putra Mahkota. Dan Junho bener-bener bisa memerankan Raja Jeongjo yang gagah dan penuh wibawa. Ganteng banget lah!



Dan di periode terakhir, ketika masa-masa akhir kehidupan Raja Jeongjo, Junho juga bisa membawakan dan mengekspresikannya dengan sangat memikat! Gimana perasaan sedih dan hampa Raja Jeongjo di masa-masa tuanya bisa Junho gambarkan dengan baik.




See....
Yisan - Raja Jeongjo dari masa ke masa berhasil dimainkan dengan sangat epik oleh Junho.

Gak mau kalah dengan Junho, Lee Seyoung juga memerankan Seong Deok Im dengan luaarrrr biasa. Dia bisa mentransformasikan sosok Deok Im sejak sebagai pelayan muda, menjadi dayang istana, hingga ketika sudah menjadi Seong Ui-Bin atau selir raja. Transformasinya bener-bener mantab. Aura cantiknya bisa beda-beda.




Ekspresi dan cara pandangnya ke Yisan/Raja Jeongjo juga bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi. Saat dia 'lalai' dengan perasaannya, dia bisa sangat kelihatan jatuh cinta dan memuja Yisan. Tapi ketika dia sadar, dia bisa melihat Yisan dengan sedikit takut. Dan ketika dia sudah menjadi selir, ekspresi dan pandangannya bisa bercampur antara memuja-mencinta dan menyimpan penyesalan.





Aahhh intinya aku sangat cinta dan salut dengan acting dua aktor-aktris ini!

Tapi yang namanya drama ya gak mungkin cuma berjalan sama aktor dan aktris utamanya aja. Ada pemeran-pemeran pendukung yang gak kalah oke juga actinya. Kanghoon yang berperan sebagai Hong Deok Roo (gurunya Yisan yang kemudian setelah Yisan naik takhta diangkat menjadi Sekretaris Kerajaan) berhasil bikin ngaduk-ngaduk emosi penonton. Di satu sisi penonton tuh meleleh karena kegantengannya dia tapi di satu sisi juga sebel karena dia terlalu berambisi banget buat jadi orang yang paling berjasa sama raja. Jadi dia bertindak semaunya buat mendapatkan tujuannya.

Selain ada Deok-Ro juga ada dua pengawal Yisan yang selalu ada-ada aja kelakuannya. Terutama si Pengawal Sayap Kiri. Kalau gak lagi tugas, dia bisa bertingkah aneh-aneh dan ocehannya pengen bikin nampol.
Tapi sekalinya dia bertugas, waaaaahhhh keamanan dan keselamatan Yisan/Raja Jeongjo yang paling utama!

Sosok lain yang gak terlalu sering muncul, tapi tiap kemunculannya selalu nyuri perhatianku adalah sosok Ibu Suri (istri Raja Yeongjo). Di setiap kemunculannya Ibu Suri selalu kelihatan canteekkk dan stunning banget. Emang sih dalam cerita aslinya, permaisuri Raja Yeongjo ini memang usianya jauh lebih muda ketimbang sang raja. Jadi wajar aja di drama ini pun dibikin begitu. Jadi setiap sosok Ibu Suri ini muncul aku selalu salfok sama penampilannya. Meski tokohnya agak sedikit ngeselin karena kadang suka bikin Yisan repot gitu.

Hong Deok Roo

Penjaga Sayap Kiri Yisan/Raja Jeongjo

Ibu Suri yg tiap muncul selalu bikin salfok

Sementara buat urusan OST, aku baru ngulik ketika drama ini udah kelar/tamat. Dan ternyata hampir semua track-nya nyantol di kuping. Tapi yang paling favorit buatku sih kayaknya lagu yang dinyanyiin sama Lee Sun Hee yang judulnya I'll Leave You. Itu OST-nya vibenya sedih beneeeerrrrrrrrr...... karena ya mulai muncul di episode-episode terakhir ketika kisah cinta Yisan-Deok Im mulai klimaks! Coba dengerin deh!

Selain I'll Leave You-nya Lee Sun Hee, secara pribadi aku suka lagu yang dinyanyiin Lia (ITZY) judulnya Always be Your Star. Tapi aku belakangan jadi suka juga yang I Wish yang dinyanyiin sama Wheein (Mamamoo). Itu gara-garanya abis liat statementnya Junho waktu jadi special DJ di MBC FM4U "Kim Shin Young's Hope Song at Noon". Junho bilang kalau OST favoritnya di TRS itu I Wish-nya Wheein. Saking sukanya dia bisa dengerin lagu itu tiap pagi sebelum syuting. Dan waktu ditanya kenapa dia suka lagu itu karena itu ngingetin dia sama masa-masa kecilnya Yisan sama Deok Im. Uuuuuuwwwwww...... gemesh deh!

Lee Sun Hee - I'll Leave You


Lia (ITZY) - Always be Your Star


Wheein (Mamamoo) - I Wish


Akhirnya.... akhirnyaaa.....
Sebelum aku mengakhiri tulisan yang cukup lumayan panjang ini, aku mau nambahin satu info lagi yang kelewatan belum aku tulis. Drama ini katanya diangkat dari novel yang berdasarkan kisah nyata. Jadi Raja Jeongjo, Seong Ui-Bin (Seong Deok Im) itu beneran ada dan kisah cintanya yang uwwww bikin gemes dan meleleh hati tuh beneran terjadi.

Di twitter aku pernah lihat postingan yang nge-share foto potongan manuskrip tulisan Seong Deok Im yang asli. Dan yaahh tulisannya memang bagus! Gak heran di drama dia dibilang sebagai seorang dayang istana yang memiliki tulisan bagus dan jago kaligrafi.

Selain itu, ada juga yang ngeshare cerita bahwa saking cintanya pada Seong Ui-Bin, Raja Jeongjo sampai bikin sebuah tulisan khusus yang diletakkan pada nisan pusara makam Seong Ui-Bin. MANA KATA-KATANYA ROMANTIS BANGET PULA...... *mengnanges sedih* *tapi aku lupa gak archieve threadnya. buat yang penasaran coba cari di twitter atau googling aja cerita Raja Jeongjo dan Seong Ui-Bin*

Dahlaaahh....
Kalau ditambahi terus infonya gak kelar-kelar nih tulisan.

Intinya, AKU SANGAT MEREKOMENDASIKAN DRAMA INI UNTUK KALIAN TONTON! Karena insya allah sih gak akan mengecewakan! Gak usah takut sama genre saeguknya. Karena konfliknya gak serumit drama saeguk yang lain. Meski ya tetep ngeselin! Teteup! Tapi bakal keobati sama uwu-uwu-tarik-ulur kisah cintanya Yisan/Deok Im kok. Dijamin! SERU!

I GIVE SCORE : 9/10
(Meski endingnya agak nganu.... tapi aku gak mau bahas disini! :p Kalian tonton sendiri aja biar tahu gimana nganunya... :p)

Nahh... buat yang mau marathon nonton, monggolah melipir ke VIU. Di sana lengkap episodenya... :D

HAPPY WATCHING.... :)

Source :
- Gambar:
Official twitter MBC Drama Pre @mbcdrama_pre
Official site MBC IMBC 
Screencapture from The Red Sleeve drama.

- Video :
Official Youtube MBC
JRUOST Youtube
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Judul : Laki-laki ke-42
Penulis : Atalia Praratya
Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2021
ISBN : 9786020641065
Tebal : 128 hlm

Melihat nama Atalia Praratya sebagai penulis buku novel bertema cinta rasanya seperti sesuatu yang cukup unik dan menarik. Karena dalam kesehariannya, perempuan yang sering disapa Bu Cinta itu lebih dikenal sebagai Bunda dari segala bunda di Jawa Barat.
 
Terlepas dari beragam jabatan yang diembannya, menengok buku karya Bu Cinta adalah sebuah manifestasi rasa penasaran. Bagaimana seorang perempuan nomor satu di Jawa Barat menuangkan imajinasi dan kemampuannya dalam menyusun kata dan kalimat. Meski seharusnya tak perlu diragukan karena pengalaman dan latar belakang pendidikan beliau yang sangat mumpuni.
 
Laki-laki ke-42 ini bercerita tentang kehidupan Chiara yang cukup sederhana. Hidupnya digambarkan bahagia dengan ibu yang sangat menyayangi serta mendukungnya tapi sedikit protektif pada dirinya. Maklum anak perempuan.

Paras Chiara yang cantik juga menjadikannya banyak disukai oleh kaum adam. Begitu banyaknya sampai sang mamah iseng mengusulkan bagaimana jika Chiara mencatat nama-nama laki-laki itu sekaligus bagaimana cara mereka mendekatinya. Toh perempuan itu sedari kecil suka menulis buku harian dan mencatat segala hal.

Hingga dari sekian banyak lelaki yang mendekati Chiara, laki-laki ke-42 lah yang akhirnya berhasil terpilih dan menjadi pendamping hidup Chiara.
Lantas siapakah laki-laki ke-42 itu?
Baca aja biar tahu jawabannya. Ehehee...
(P.S. also a little spoiler: Buat yang ngikutin Bu Atalia dan suami, pasti bisa menebak siapa yang ada di balik cerita Chiara atau siapa sosok asli Chiara juga siapa sosok laki-laki ke-42 yang berhasil memenangkan Chiara di cerita ini.
Karena yaaa sejelas ituu... yang mengikuti sosok beliau-beliau tersebut pasti langsung sadar!
Gemas!
Sekaligus bikin iri... *eh*)


Jujur, ketika pertama kali pegang buku ini sekitar dua bulanan yang lalu (begitu bukunya sampe dan selesai kubuka dari bungkus paketannya) aku langsung mikir dan nyeletuk, "Wah, ini sih bacanya pasti  cepet. Sekali duduk juga langsung habis. Gak pake lama..."

Dan bener ajaa.. Begitu mulai baca... bawaannya santai, ngalir dan seru. 
Ibarat naik mobil kayak lagi di jalan tol yg sepi. Lancar dan bebas hambatan. 
Gak kerasa lembar demi lembar terlewati. Sampe lebih kurang satu jam aku udah selesai baca bukunya. Bacanya juga biasa aja, gak ngebut, gak dicepet-cepetin, apalagi dilwatin. Gak! Dibaca normal semua. Bahkan di beberapa kalimat ada yang kuulang karena aku suka.


Karena ceritanya yang super duper ringan dan hampir gak ada konflik yang berat, baca buku ini juga gak bikin emosi jiwa. Rasanya enteeeenngg bangeett. Bahkan yang ada tuh malah mesam-mesem karena gemes campur iri liat Chiara yang dideketin banyak cowok. 

Rasa itu muncul mungkin karena didukung sama format penulisannya yang pake sudut pandang orang pertama, sehingga baca buku ini berasa kayak lagi baca buku harian. Buku hariannya Chiara. Efek lainnya seolah-olah pembaca tuh menjadi Chiara. Jadi bisa memahami perasaan yang dirasakannya.
Gemes!

Tapi karena secara garis besar buku ini mengangkat cerita cinta yang sepertinya berdasarkan kisah nyata, ceritanya meski ngalir, ringan, dan seru ada momen saat baca tuh tiba-tiba ngerasa bosen. Karena ya itu tadi, hampir gak ada konflik di cerita ini. Terlalu unyu dan uwu nyeritain Chiara yang dideketin sama cowok-cowok. Sehingga konflik/permasalahannya hanya sekadar gimana Chiara menghadapi cowok-cowok itu.


So, overall aku ngasih 7,8/10 buat buku ini.

Buku ini cocok dibaca untuk semua umur. Baik anak-anak remaja yang beranjak dewasa, yang ada di masa-masa naksir-naksir ditaksir hingga dewasa yang meski kisah cintanya gak semulus Chiara tapi kepengen juga, bisa baca buku ini.
Buat orang tua yang punya anak remaja dan mulai naksir-naksiran sama temennya, bisa baca buku ini juga karena ada sosok Ibu Chiara meski gak terlalu di-ekspos keberadaannya, tapi bisa menjadi sosok orang tua yang bisa dicontoh kebijaksanaannya dalam mendidik dan menghadapi anak perempuannya. Selain itu juga bisa mendapat insight tentang bagaimana anak perempuan jika sedang didekati dan ditaksir sama lawan jenis. Lumayan bisa buat jaga-jaga gitu. Ehe....
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments


Judul : Wingit
Penulis : Sara Wijayanto
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Tahun Terbit : 2020
ISBN : 978-623-00-2183-1
Halaman : vii + 244 halaman

"Hantu tersebut berwujud seorang anak kecil laki-laki. Fadi mengambil alih penelusuran saat makhluk tersebut berkomunikasi dengan saya. Selanjutnya kami menyebut hantu anak kecil tersebut dengan nama Adik. Ia memiliki kebiasaan mengangkat kaki kanannya, lalu menggesekkan tulang kering kakinya ke betis kaki kiri seperti merasakan gatal.

Ternyata, Adik tidak sendirian. Ia bersama dengan seorang kuntilanak yang ia panggil Tante. Adik bahkan menunjukkan di mana lokasi Tante berada, tepatnya di sebuah pohon. Inilah penelusuran kisah Adik dan Tante Kun beserta hantu-hantu lainnya."

Blurb di sampul belakang buku berjudul "Wingit" karya Sara Wijayanto ini benar-benar memancing penasaranku. Apalagi selama pandemi, eh enggak deh jauh sebelum pandemi pun aku cukup senang dengan hiburan-hiburan yang berhubungan dengan 'mistis'. Bahkan bisa dibilang selain per-Koreaan, hal-hal yang berhubungan dengan mistis mendapat perhatianku tersendiri.

Wingit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti suci dan keramat, atau angker. Kesan inilah yang selanjutnya dibawa oleh Sara Wijayanto ke dalam buku terbarunya.

Buku Wingit sendiri sebenarnya lahir dari pengalaman Sara Wijayanto sebagai penulis selama perjalanannya melakukan penelusuran ke tempat-tempat misteri. Seperti diketahui banyak orang, Sara Wijayanto, artis yang sempat juga menjadi penyanyi ini sekarang lebih dikenal sebagai konten kreator/YouTuber mistis melalui acara "Diary Misteri Sara (DMS)" yang ditayangkan berkala setiap hari Sabtu melalui akun YouTube miliknya. Sebagai acara yang rutin tayang, DMS sudah memiliki ribuan bahkan jutaan penggemar. Per Januari ini jumlah subscriber di akun YouTube Sara Wijayanto sudah mencapai 7,39 juta. Angka tersebut belum termasuk jumlah pengikut/followers di akun Instagram diarymisterisara yang mencapai 732 ribu dan di akun pribadi sarawijayanto sebanyak 1,9 juta followers.

View this post on Instagram

A post shared by Official #DiaryMisteriSara (@diarymisterisara)


Dalam setiap video, wawancara dengan berbagai pihak, serta cerita-cerita yang dibagikan baik melalui akun diarymisterisara ataupun akun pribadinya, Sara selalu mengatakan jika dia tidak memaksa orang lain untuk mempercayai apa disampaikannya karena dia hanya ingin berbagi cerita. Cerita dari sosok-sosok tak kasat mata yang ditemuinya di setiap tempat yang dikunjunginya. Sosok-sosok itu, seperti kita manusia meski ada yang memiliki wujud yang mengerikan tapi ternyata memiliki ceritanya tersendiri.

Meski tampak serupa dengan buku-buku lain yang menceritakan pengalaman mistis dari sudut pandang orang yang diberi kemampuan untuk melihat dan berkomunikasi dengan sosok di dunia sana, namun cerita yang disajikan Sara dalam buku ini jauh lebih personal. Bukan personal dalam sudut pandang Sara Wijayanto, melainkan personal dari sudut pandang para hantu sosok tak kasat mata yang kisahnya dipilih oleh Sara Wijayanto.

Baca juga : [Review] Conversation With Ghost by Citra Prima

Terdiri dari tujuh bab yang masing-masing menceritakan tujuh orang sosok yang berbeda. Sara terlebih dulu menceritakan bagaimana latar belakang atau awal mula pertemuannya dengan sosok yang akan diceritakannya sebagai pembuka. Bagaimana kesannya ketika dia bertemu dan hal apa yang kemudian membuatnya memutuskan untuk memilih dan memperbolehkan sosok tersebut bercerita. Baru setelahnya Sara akan memulai cerita mengenai si sosok.

Dalam menceritakan perjalanan hidup si sosok, Sara tak selalu menceritakannya dalam sudut pandang orang ketiga. Dalam beberapa bab, Sara mengubahnya menjadi sudut pandang orang pertama. Jadi seolah-olah pembaca bisa merasakan sekaligus menjadi sosok yang sedang diceritakan.

Seperti ketika Sara menceritakan sosok bernama Ningsih, Marni, dan Mary. Sara menceritakannya dengan cukup detail dan apik menggunakan sudut pandang orang pertama.

"Setelah mendengar teriakan itu, mendadak tubuhku terasa ringan. Aku merasa sehat. Aku senang sekali dan bisa bangkit berdiri. Aku melihat dukun yang masih duduk di atas dipan dan sedang menampar pelan pipi seorang perempuan yang terbujur kaku di atas dipan. Aku melihat sosok tubuh itu adalah aku. Tubuhku. Ragaku. Aku sudah mati." -hlm.17

Pernah menuangkan cerita pengalamannya dalam sebuah buku meski kala itu berkolaborasi dengan Risa Saraswati, membuat cara bercerita Sara Wijayanto sangat mengalir. Caranya dalam mendeskripsikan tentang tempat dan kejadian demi kejadian yang dialami oleh sosok yang tengah diceritakan membuat pembaca seperti turut hanyut di dalamnya. Karena diceritakan secara lebih personal, rasa greget, gemas, kasihan, bahkan turut marah seperti datang silih berganti ketika membaca alur cerita yang disajikan.

Kalau aku diminta untuk memilih satu cerita yang berkesan, jujur sih aku gak terlalu bisa milih. Karena setiap sosok memiliki ceritanya masing-masing. Namun jika benar-benar dipaksa untuk memilih, mungkin aku akan memilih cerita dari sosok Siti. Dia tak pernah bisa memilih jalan hidup yang dipilihnya, lingkungan yang membawanya harus menjalani hidup dalam sisi gelap. Namun dalam kegelapan hidupnya, dia melihat ada cahaya dan dia ingin meraih cahaya itu dan meninggalkan kehidupan kelamnya. Namun takdir berkata lain, sebelum dia bisa mencapainya semuanya harus terenggut... :'(((

Untuk membedakan satu cerita dengan cerita yang lain, selain dipisahkan dengan BAB dan nama sosok yang akan diceritakan, dalam buku ini juga disertakan ilustrasi yang menggambarkan bagaimana sosok tersebut ketika menampakkan dirinya kepada Sara sebagai pemisah sekaligus permulaan setiap babnya. Digambar oleh Wisnu Hardana yang merupakan adik dari Sara Wijayanto yang juga hampir selalu menemani Sara dalam setiap penelusarannya di konten DMS, membuat pembaca sedikit mendapatkan bayangan bagaimana wujud sosok yang tengah bercerita atau diceritakan.

Ilustrasi sekaligus pembuka bab

Akhir sekaligus kesan usai membaca buku ini adalah bahwa meski ketujuh sosok tak kasat mata yang diceritakan Sara pada buku ini sebagian besar memilih jalan yang salah di akhir hidupnya, namun ada pelajaran yang dapat diambil dalam perjalanan hidup mereka. Diantaranya pelajaran tentang bagaimana dalam kelamnya hidup, masih ada secercah harapan. Juga pelajaran bahwa dibalik sifat 'keras' justru menyimpan kelembutan dan kasih sayang yang tak terhingga.

Dan satu, bahwa seberat apapun ujian hidup jangan sekali-kali menyerah dan terbawa dengan energi negatif baik yang muncul dalam diri sendiri atau terpengaruh dari luar. Memutuskan mengakhiri hidup dengan jalan bunuh diri, bukan pilihan yang baik.

Olah rasa dan perasaan juga penting dilakukan dalam hidup. Belajar untuk memiliki sifat ikhlas, sabar, dan pemaaf lebih menenteramkan diri daripada menyimpan kecewa, amarah, bahkan dendam apalagi jika hingga dibawa sampai ajal.
Hal itu sudah pasti sulit, namun dengan mengingat keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dan mendekatkan diri kepada-Nya niscaya akan ada jalan yang diberikan.

Dan kembali mengutip tulisanku sendiri di postingan ini, bahwa mungkin ada beberapa kalian yang mungkin membaca tulisan ini ada yang tidak percaya dengan keberadaan makhluk astral a.k.a hantu dan gak tertarik dengan buku ini. Gak apa-apa! Itu semua kembali ke diri kita masing-masing. Iya kan? Dan aku lebih memilih untuk percaya. Bukan percaya kepada hantunya, tapi percaya bahwa keberadaan mereka ada. Dan Allah sebagai Dzat yang Maha Agung memang menciptakan mereka untuk hidup berdampingan dengan kita meski kita dengan mereka berbeda dimensi alam. Keberadaan mereka juga bisa memberi arti dan pelajaran bagi kita, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sudah pernah mereka lakukan.. :)

Nah buat kalian yang penasaran, buku ini masih ada di toko-toko buku. Bahkan terakhir kali aku ngecek sosmed dan web resmi Gramedia buku Wingit ini menjadi salah satu buku best seller.

Tertarik?

Selamat membaca :)

For points : I give 3,9/5 points for this book :))
Share
Tweet
Pin
Share
11 comments
Older Posts

About Me


Hai!! Namaku Fitrotul Aini.
Tapi panggil saja aku Fitri.
Hanya 'part time personal blogger' tapi 'full time dreamer'.
 Bisa klik DISINI untuk tahu tentang aku dan blog ini yang selengkapnya.

Terima kasih sudah mengunjungi blogku ini.
Enjoy your reading.. :)

Contact me on : 
fitrotulaini1@gmail.com
or
Find me on :

Pengunjung

Teman-Teman

Blog Archive

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret (1)
      • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempela...
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (52)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (12)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (6)
  • ►  2014 (27)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2013 (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2012 (46)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (59)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2010 (8)
    • ►  Desember (8)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

  • [REVIEW] LAKI-LAKI KE-42 : Lika-liku Pertemuan Belahan Jiwa
    Judul : Laki-laki ke-42 Penulis : Atalia Praratya Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2021 ISBN : 9786020641065 Tebal ...
  • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempelajari Makna Hidup dari Sebuah Toko Kelontong
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya  Penulis : Keigo Higashino  Alih Bahasa : Faira Ammeda  Penerbit : Penerbit Gramed...
  • [REVIEW] The Red Sleeve : Kisah Cinta Sejati Sang Raja
    "Ada banyak wanita di dunia. Banyak yang berasal dari keluarga hebat yang berpendidikan tinggi dan memiliki karakter yang baik. Mereka ...
  • [REVIEW] Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang : Upaya Berdamai dengan Luka dan Trauma
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang  Penulis : Wisnu Suryaning Adji  Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pu...
  • Hello Again, 31 January
    Sesuai judul, "Hello Again, 31 January" Sedikit enggak nyangka bakal nyampe di hari ini, di usia ini, dan di kondisi ini, yang seb...

Member

Member

Member

Emak2Blogger

Member

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose