• Home
  • Review
  • Hiburan
  • Curhat
  • Tentang Saya
Facebook Twitter Instagram Pinterest

NIKKI*

Dalam Bahasa Jepang berarti Catatan Harian : info | cerita | review | hobi | hiburan | kuliner | serba-serbi


IDENTITAS BUKU : 

Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya 
Penulis : Keigo Higashino 
Alih Bahasa : Faira Ammeda 
Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama 
Tahun Terbit : 2022 (cetakan ketigabelas) 
ISBN : 9786020648293 
Tebal : 400 hlm 

BLURB dan SINOPSIS

Ketika tiga pemuda berandal bersembunyi di toko kelontong tak berpenghuni setelah melakukan pencurian, sepucuk surat misterius mendadak diselipkan ke dalam toko melalui lubang surat.

Surat yang berisi permintaan saran. Sungguh aneh.

Namun, surat aneh itu ternyata membawa mereka dalam petualangan melintasi waktu, menggantikan peran kakek pemilik toko kelontong yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya memberikan nasihat tulus kepada orang-orang yang meminta bantuan.

Hanya untuk satu malam.

Dan saat fajar menjelang, hidup ketiga sahabat itu tidak akan pernah sama lagi...

Tiga berandalan tersesat di sebuah toko kelontong usang dan tua yang kemudian mengubah nasib mereka. Mungkin begitulah premis sederhana dari buku ini. Tapi meskipun terkesan sederhana, nyatanya cerita dalam buku ini tak sesederhana premis dan blurb yang disajikan.

Dibagi ke dalam lima bab, menceritakan lima kisah dari tokoh/sosok yang berbeda. 

Tentunya cerita dibuka dengan kisah tiga pemuda berandalan: Shota, Kohei, dan Atsuya, yang masuk ke dalam sebuah toko kelontong tak berpenghuni akibat mobil tua curian mereka mogok di tengah jalan. Tujuan awal ketiganya hanya ingin bersembunyi hingga fajar menyingsing usai melakukan tindakan pencurian di malam harinya.

Namun siapa sangka saat mereka bersembunyi di dalam toko kelontong tak berpenghuni itu mereka tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah surat yang masuk melalui pintu gulung (pintu/lubang yang digunakan untuk menerima surat) di depan toko. Sebuah surat permintaan konsultasi kepada Toko Kelontong Namiya. Padahal pada saat itu Toko Kelontong Namiya sudah tak lagi beroperasi. Toko itu hanya sebuah toko kelontong tua, usang, tak berpenghuni.

Didorong rasa penasaran bercampur sedikit takut juga enggan dan rasa simpati ingin membantu permasalahan si pengirim surat, Shota, Kohei, dan Atsuya secara nekat dan dadakan menggantikan Kakek Namiya, sang pemilik toko kelontong melayani sesi konsultasi.

Yaa... toko itu, Toko Kelontong Namiya, 32 tahun yang lalu saat masih aktif, Kakek Namiya sang pemilik toko selain menjual barang-barang keperluan sehari-hari selayaknya toko kelontong biasa juga menerima konsultasi permasalahan pengunjungnya. Nasihat-nasihat bijaksana yang diberikan oleh Kakek Namiya membuat sesi konsultasi di Toko Kelontong Namiya akhirnya dikenal banyak orang. Orang-orang dari berbagai tempat datang untuk mengirimkan surat meminta sesi konsultasi. Hingga kesehatan kakek Namiya menurun dan terpaksa tidak bisa lagi menerima dan menjawab surat permintaan sesi konsultasi.

Lantas apakah surat yang diterima Shota dan kawan-kawan berasal dari masa lalu? Masa ketika Toko Kelontong Namiya masih berjaya? Jika iya, apakah Toko Kelontong Namiya pada malam itu mampu menghubungkan masa lalu dan masa depan? 

Menghubungkan kisah seorang atlet Olimpiade yang tengah galau harus terus mengikuti pelatihan menjelang pertandingan atau mendampingi kekasihnya yang tengah sakit keras dan menyerahkan kesempatannya untuk bisa bertanding di Olimpiade.

Kisah seseorang yang berkeinginan menjadi pemusik tapi karena kondisi keluarganya membuatnya dihadapkan pada pilihan yang sulit antara mengejar cita-citanya yang ternyata memiliki banyak kendala atau menyerah dan mengabulkan harapan keluarganya untuk mengelola toko ikan warisan keluarga. 

Dan tiga atau empat atau  lima cerita lain (aku lupa berapa tepatnya) yang menurutku secara keren dan 'ajaib' akan membentuk sebuah kesatuan dan hubungan yang tak terduga. Menyentuh hati dan memberikan kejutan bagi pembaca.


KESAN

Awal mula aku baca buku ini sih karena rame diomongin di base buku di twitter. Selain itu, idol favoritku Sungjin DAY6 ternyata pernah baca buku ini juga (yang tentunya versi terjemahan Korea 😋) dan dia merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Jadilah aku tertarik untuk ikutan baca buku ini.

Tapi di perjalanan, ternyata aku gak bisa baca sampe habis dan sempat berhenti beberapa bulan bahkan sampe disela baca beberapa buku lain karena waktu aku ngerasa belom in touch buat baca buku ini. Sampe akhirnya di bulan November 2022 lalu aku serius baca dan akhirnya bisa menyelesaikan buku ini dengan hati mellow.

Ya gimana nggak, buku ini tuh sebenernya nggak menyajikan konflik yang berat banget seberat dosa manusya *eh. Justru konflik atau masalah-masalah yang dialami oleh para tokoh di buku ini tuh cukup kasual, bahkan mungkin masalah-masalah yang relate atau pernah kita rasakan atau alami.

Buku ini juga menyajikan alur cerita yang lumayan unik. Saat membaca buku ini, kita diajak untuk melintasi ruang, waktu, dan zaman. Meski di tengah-tengah mungkin kita akan dibuat bosen dan sedikit bingung tentang bagaimana timeline di buku ini dan cerita tokoh-tokohnya yang bertambah dan berganti di tiap babnya yang seperti gak ada hubungannya tapi ternyata ada hubungannya banget-banget! Yang bikin aku sempet ngerasa amazing karena sebegitu gak kerasanya (atau sebegitu membingungkannya) 😛

Perasaan campur aduk aku rasain tiap baca cerita-ceritanya yang ada di buku ini. Meski lagi-lagi kadang suka agak sedikit bosen karena narik latar belakang ceritanya kadang jauh banget dari kondisi saat ini. Tapi ketika pada akhirnya terbukalah hubungan serta alasan mengapa si tokoh sampai berada dalam kondisinya saat ini, aku jadi ikut paham dan beberapa kali ikut sedih juga terharu pada keadaan si tokoh. Di beberapa cerita aku seperti bisa merasakan rasa lega sekaligus bersyukurnya si tokoh terhadap kehidupannya.

Seperti yang sudah aku sebut di atas, cerita di buku ini dibagi dalam lima bab yang mostly menceritakan tentang permasalahan yang dihadapi oleh manusia sehari-hari. Masalah tentang galau dengan dua pilihan.
Meski polanya hampir sama, tapi menurutku tingkat kegalauan di tiap-tiap permasalahannya bisa terasa beda-beda. Tergantung hubungannya dengan siapa. Apakah dengan pacar, dengan orang tua, atau dengan diri sendiri tapi menyangkut mengenai masa depan.

Tapi dari lima bab yang ada di buku ini, hubungan dengan keluarga terutama orang tua kerap kali disinggung dan dibahas. Kalau aku tidak salah mengingat, ada tiga orang tokoh yang kisahnya berhubungan dengan orang tuanya. Mungkin pesan atau nilai yang diharapkan bisa diambil dari buku ini adalah tentang penting hubungan dengan keluarga terutama orang tua tidak peduli seberapa sulit masalah yang tengah kita hadapi. Keluarga (orang tua) akan dengan segenap hati memberikan usaha juga dukungannya untuk impian/cita-cita sang anak meski harus terkadang harus menghadapi situasi/kondisi yang sulit.

Dari buku ini juga kita secara tidak langsung diajak untuk memahami sebuah permasalahan yang sedang dihadapi dari berbagai sisi/sudut pandang. Kita juga tidak bisa serta merta memberikan penilaian tentang sebuah keputusan atau langkah yang diambil dalam menghadapi sebuah keadaan. Seperti yang terjadi dalam cerita Anak Perempuan Green River dan Ibunya juga Paul Lennon dan orang tuanya. Kedua orang tua dari dua tokoh itu sama-sama mengambil keputusan untuk mengorbankan diri mereka untuk menyelamatkan anak mereka. Keputusan yang mungkin akan dianggap salah dan bodoh. Tapi bagi kedua orang tua mereka, itu adalah keputusan terbaik. Dan ketika kedua anak atau orang itu mencerna dan memahami arti mendalam dari apa yang orang tua mereka lakukan, mereka lebih bersyukur dan menghargai hidup yang mereka jalani saat ini.

"Sejak hari itu, saya tidak pernah berpikir akan lebih baik jika saya tidak pernah dilahirkan. Memang jalan yang saya tempuh sampai hari ini tidak selalu mulus, tapi fakta bahwa saya masih hidup membuat saya yakin bisa mengatasi setiap penderitaan yang menyertainya.
...kini saya memiliki rasa percaya diri untuk berkata bahwa saya bersyukur telah dilahirkan." -hlm.180-181.

"Walaupun kedua orangtua saya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, setidaknya mereka sempat merasakan hidup bahagia. Saya mendiri merasa hidup saya ini beruntung." -hlm. 279.

Lantas apa yang menjadikan seluruh tokoh dan seluruh cerita dalam buku ini memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lain? Karena seperti yang sudah aku bilang, meski cerita dalam buku ini terkesan berdiri sendiri-sendiri tapi ternyata jika diteliti dan diperhatikan tokoh-tokohnya saling terhubung satu sama lain melalui orang dan tempat yang sama.

Bukan... bukan semata-mata lewat Kakek Namiya dan Toko Kelontongnya. Tapi ada tempat dan sosok lain yang secara tak terduga dan berharga menaungi dan menghubungkan semua tokoh yang ada di cerita ini. Sebuah tempat yang mungkin dianggap pengasingan atau pembuangan, tapi bagi semua tokoh yang ada di buku ini adalah tempat mereka bermula, tempat mereka menemukan nilai berharga, dan tempat mereka dilindungi.

Apakah itu?
Baca saja bukunya,
Ehehee...

At the end, secara keseluruhan aku ngasih nilai 8/10 untuk buku ini. 😊😊😊
Karena buku ini bisa dibilang cocok dibaca untuk semua dan kalangan. Banyak nilai-nilai yang bisa diambil dari setiap cerita juga tokoh-tokohnya. Diantaranya adalah tentang bagaimana kita bisa belajar menjadi seorang pendengar (dalam hal atau cerita ini adalah pembaca) yang baik ketika ada orang lain mencurahkan isi hati atau permasalahannya.

Di tahap lebih lanjut, tidak hanya belajar menjadi pendengar yang baik, kita bisa belajar untuk berempati dengan permasalahan yang dihadapi oleh orang lain dan tidak serta merta menghakimi apa yang mereka lakukan atau putuskan. Karena tentu saja setiap langkah atau keputusan memiliki begitu banyak faktor yang memengaruhinya.

So, intinya kalian wajib untuk coba baca buku ini.
Heheheheheee.....

Buat yang sudah pernah baca buku ini, yuk berbagi pengalaman bacamu di komentar 😊
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

IDENTITAS BUKU : 

Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang 
Penulis : Wisnu Suryaning Adji 
Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka) 
Tahun Terbit : 2022 
ISBN : 978-602-291-984-1 
Tebal : 266 hlm 

BLURB dan SINOPSIS

"Dia laki-laki Tionghoa yang tinggal bersama anak-anaknya melewati tahun 1965.
Berbagai kejadian menguji kekuatan hidupnya.
Dia bertahan.
Dia hidup memewati zaman.
Dia menua, hingga merasa telah hidup terlalu lama.
Kini, dia cuma menginginkan satu hal: Mati.
Ternyata, mati juga sama sulitnya."  

Kematian.
Mungkin adalah salah satu topik pembicaraan yang paling dihindari. Membicarakan kematian sama dengan membicarakan kesedihan. Kesedihan tentang perpisahan dan kehilangan selamanya.

Tapi apa yang terjadi jika kematian adalah sebuah keinginan yang ingin segera diwujudkan? Terutama kematian yang tenang tanpa terbebani masalah-masalah pelik dalam kehidupan.

Dalam buku "Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang" ini kematian merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh sang tokoh utama. Ncek (panggilan aku si tokoh utama) begitu ingin untuk bisa mati dengan tenang. Sengkarut perjalanan hidupnya sejak kecil hingga tua membuat sosok Ncek jengah dengan segala kondisi yang ada di sekitarnya. Sehingga dia ingin segera mengakhiri problematika kehidupannya itu dengan mati dengan tenang.

Tapi ternyata mati dengan tenang tidak semudah yang dibayangkan dan diinginkan. Ncek masih memiliki permasalahan yang harus diselesaikannya. Masalah dengan keluarga (anak-anaknya) juga dengan dirinya sendiri yang nyatanya selama hidup tidak pernah dengan secara sadar diselesaikannya dengan baik. Yang kemudian diketahui secara tersirat bahwa permasalahan itu adalah manifestasi luka batin (trauma) dalam diri Ncek yang tak pernah disembuhkan. Luka itu begitu dalam menyakiti psikilogis Ncek sebagai seorang laki-laki, suami, dan juga ayah.

Lantas apakah yang terjadi dengan Ncek di kehidupan masa lalunya hingga membentuk sosok Ncek saat ini yang penuh kekecewaan, amarah, dan juga trust issue (masalah kepercayaan)?
Apakah Ncek akan berhasil menyelesaikan permasalahannya dan mewujudkan keinginan mati dengan tenangnya? Ataukah justru buku ini memberikan alternatif lain yang bisa membuat pembaca memiliki persepsi/interpretasi lain terhadap Ncek dan seluruh kisah perjalanan hidupnya?


KESAN

Jujur, ketika awal membaca judul buku ini, aku agak ngeri-ngeri merinding karena menyeret-nyeret tentang kematian. Tapi ngeri-ngeri merinding itu kemudian berubah jadi tertarik karena tokoh utama dalam buku ini adalah seorang laki-laki Tionghoa yang melewati kejadian tahun 1965 dimana semua orang tahu di tahun tersebut ada sebuah kejadian memilukan yang tak hanya membawa trauma bagi  warga pribumi tapi juga warga-warga keturunan Tionghoa yang akibat dari kejadian tersebut mendapat stigma negatif hingga perlakuan-perlakuan kejam tak berperikemanusiaan.

Latar belakang tokoh utama tersebut lah yang membuatku penasaran. Bagaimana Mas Wis sebagai penulis akan menggambarkan, menceritakan kisah hidup seorang laki-laki Tionghoa yang bertahan hidup dari waktu ke waktu ditambah dia pernah mengalami pahitnya kejadian di tahun 1965.

Dan benar saja tokoh Ncek benar-benar membuat perasaanku jungkir balik. Di awal buku, aku benar-benar dibuat tersinggung, marah, dan cukup sakit hati dengan narasi yang disampaikan Ncek. Dia seperti sangat membenci anak-anak dan juga menantunya. Menganggap anak-anak itu bodoh, tidak piawai dalam melakukan pekerjaan, dan selalu menyalah-nyalahkan semua perbuatan yang mereka lakukan. Intinya semua perbuatan yang dilakukan anak-anak tidak pernah ada yang benar di mata Ncek.

Sungguh, aku tidak habis pikir, dari mana anak-anakku mendapatkan bakat bodoh dan pemalas. Kecuali malaikat telah mengirimkan paket berisi bayi yang keliru kepadaku, aku tidak bisa menduga alasan lainnya. -hlm.18

Mereka anak-anak bodoh, dan aku tidak tahu konspirasi macam apa yang sudah terjadi sehingga aku yang pintar dan istriku yang baik hati bisa melahirkan anak-anak yang kesulitan berpikir, dan tak memikirkan bahwa klip staples berbahaya untuk sistem pencernaan manusia. Kurasa memang benar, malaikat yang bertugas membagikan bayi telah mengirimkan bayi yang keliru ke alamat yang salah akibat petunjuk denah yang kurang akurat. Anak-anakku seharusnya dilahirkan dalam rumah-rumah milik pasangan-pasangan bodoh yang lebih cocok sebagai orang tua mereka. Bukan rumahku. Bukan rahim istriku. -hlm.22

Wah asli yaaa sebagai anak, aku merasa sakit banget waktu baca narasi/kalimat Ncek itu. Aku ketriggered sampe langsung nutup bukunya, ngambil napas dalam-dalam, mencoba merdakan emosi dan keinginan untuk ngelempar buku saking keselnya! Bisa-bisanya seorang ayah bilang gitu tentang anaknya!

Bukannya kelakuan anak itu secara tidak langsung adalah bentukan dari didikan dari orang tua? Hasil mencontoh kelakuan orang tua? Jadi kelakuan anak-anak Ncek itu juga secara tidak langsung adalah hasil dari didikan Ncek (dan istrinya) juga dong. Yang berarti juga lagi-lagi secara tidak langsung Ncek mengajarkan hal yang salah pada anaknya dan membenci hasil didikannya. Tapi kenapa Ncek tidak introspeksi dan justru hanya menyalahkan anak-anaknya, dan sistem pendidikan Indonesia yang lagi-lagi menurut Ncek hanya menghasilkan anak yang tidak berguna.

Aku kemudian membayangkan bagaimana perasaan anak-anak Ncek jika tahu ayahnya memandang mereka dengan sebegitu negatifnya. Apakah anak-anak itu akan sakit hati juga? Padahal yang mereka lakukan kan mencoba merawat (berbakti) pada Ncek, ayah mereka di sisa usianya. Tapi kenapa Ncek justru berpikir begitu pada anak-anaknya? Meski ya harus diakui ada perilaku anak Ncek yang salah seperti hampir selalu ceroboh saat mengemas bekal makanan Ncek. Dan rencana menjual rumah yang mereka ditinggali padahal Ncek secara jelas dan terang-terangan menolaknya juga hal yang harus diakui  salah dari sikap anak-anak Ncek.

Tapi kemudian aku mencoba kembali berpikir, dengan backgroundnya sebagai seorang laki-laki Tionghoa yang hidup dalam lintas waktu yang cukup panjang di negeri yang sempat tak ramah pada warga keturunan ini pasti ada alasan, ada latar belakang kenapa Ncek bersikap sebegitu.

Dan benar saja, seiring perjalanan dan perkembangan cerita, perasaan marah dan kesalku pada Ncek pelan-pelan berubah. Aku mulai bisa memahami kenapa Ncek bersikap seperti itu di masa tuanya. Ada hal-hal di masa mudanya yang membuat Ncek tua memiliki penyesalan, trauma, yang kemudian menjadikannya memiliki semacam trust issue kepada orang lain.

Ncek anak-anak adalah anak yang tidak mengenal orang tua. Dia dibesarkan di panti asuhan dengan ayah asuh yang 'galak'. Teman-temannya kerap membully Ncek yang mungkin terlihat berbeda dari anak-anak lain di panti asuhan. Tidak tahan dibully Ncek melarikan diri.

Untuk menyambung hidup, Ncek bekerja sebagai kuli panggul di pasar dan tidur di sembarang tempat karena tak punya tempat tinggal. Kehidupan Ncek sedikit membaik ketika A Pe seorang penjual beras di pasar membantunya, mengizinkan Ncek tinggal bersama dengan keluarganya. Anak perempuan A Pe lah yang meminta kepada Papanya untuk membantu Ncek.

Namun, kehidupan nyaman Ncek di rumah A Pe tidak bertahan lama ketika anak perempuan A Pe mengajak Ncek untuk pergi melarikan diri. Ya, dua anak itu saling jatuh cinta tapi jelas A Pe tidak menyetujui dan merestui hubungan mereka. Berkali-kali permintaan anak perempuan A Pe untuk bisa menikah dengan Ncek ditolak oleh A Pe. Hingga akhirnya dua anak itu pergi melarikan diri.

Lagi-lagi, kehidupan pelarian tak memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi Ncek dan anak perempuan A Pe yang kemudian menjadi istrinya. Meski mereka bisa bertahan dan berjuang tapi hubungan yang tak harmonis dengan orang tua membuat Ncek dan istrinya menyesali keputusan dan perbuatan mereka. Ada rasa bersalah dalam diri mereka. Tapi meski merasa bersalah dan menyimpan luka, Ncek dan istrinya tetap menjalani kehidupan yang telah mereka pilih karena mereka sudah memahami konsekuensi dari segala keputusan dan perbuatan mereka.

Hingga kemudian terjadilah tragedi 1965 dan kejadian-kejadian penyerta setelahnya. Meski masih tak diterima, Ncek datang kepada A Pe memberitahu A Pe untuk segera mengungsi karena keadaan begitu berbahaya terlebih untuk kaum seperti mereka. A Pe sempat menolak tapi berkat paksaan seorang kerabat A Pe bersedia untuk mengungsi. Tapi tidak dengan istri Ncek.

Saat Ncek datang untuk memeriksa toko beras dan rumah yang ternyata sudah dijarah dan diobrak-abrik orang tak dikenal, sang istri masih disana, bersikukuh tetap bersama Ncek menemaninya. Sebuah keputusan naas yang kemudian membawa istri Ncek dan juga Ncek sendiri mengalami sebuah kejadian menyesakkan, memberikan trauma yang sangat mendalam bagi sepasang suami-istri itu hingga akhir hayat mereka. *dahlah aku gak tahan buat nyeritain apa kejadian dialami Ncek dan istrinya. Kejadiannya keji dan biadab. Sampe aku misuh-misuh kesal pas baca. Padahal di buku cuma diceritain dan dijelasin dalam 2 halaman, tapi marah, sedih, dan traumatisnya sampe setebal bukunya! KZL!*

Bukti misuh-misuh

Two thumbs buat Mas Wis sebagai penulis yang begitu piawai menceritakan kronologis kehidupan Ncek. Sejak dia anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Meski diceritakan dalam alur maju mundur, aku secara pribadi cukup bisa memahami mana bagian masa kini dan mana bagian masa lalu meski tidak ada pembeda yang cukup jelas dlm penulisan settingnya. Tapi ada kalanya, aku jadi sedikit bingung saat baca karena lompatan perubahan alurnya bisa terjadi secara tiba2 yang ternyata itu adalah bagian dari pola atau cara berpikir Ncek.

Yaaa... alur buku ini mengikuti pola atau cara pikir yang ada dlm pikiran Ncek! Jadi ketika setting ada di masa sekarang, itu adalah saat menceritakan kondisi saat ini Ncek, pergumulan yang ada dalam pikirannya tentang kondisinya saat ini. Sementara ketika setting mundur ke masa lalu, itu berarti Ncek 'tiba-tiba' teringat dengan kejadian yang dialaminya dahulu yang relate dengan apa yang sedang dia pikirkan saat ini.

Dan meski buku ini menceritakan perjalanan hidup Ncek sejak kecil hingga tua, hingga dia merencanakan kematiannya ada beberapa bagian yang cukup relate entah dengan kondisi sosial saat ini atau kondisi secara pribadi. 
Seperti misalnya percakapan antara A Pe (bapak angkat Ncek yang kemudian menjadi ayah mertuanya) dengan sahabatnya si pemilik toko sebelah tentang revolusi terasa masih relate dengan kondisi politik yang terjadi sekarang. A Pe merepresentasikan masyarakat awam yang 'realistis' meski terkesan agak masa bodo dengan urusan negara, yang hanya ingin hidup tenang. Sementara pemilik toko sebelah seperti masyarakat yang berhasil terpengaruh oleh janji-janji manis para politikus yg seakan-akan bisa membawa perubahan instan terhadap kondisi negara. Padahal kan ya belum pasti... 🤷‍♀️🤷‍♀️🤷‍♀️

"Kalian orang-orang politik cuma bisa ribut. Orang-orang lapar dan bosan dengan keributan kalian." -hlm.100

"Orang-orang kecil berselisih, bahkan berkelahi, untuk masalah yang tidak mereka pahami." -hlm.102

"Bilang kepada orang-orang di atas sana, berhentilah berebut kekuasaan. Rakyat butuh makan." -hlm.102

At the end, banyak nilai-nilai yang bisa kita ambil dari buku ini. Terutama tentang luka batin yang mungkin tak disadari tapi ternyata membawa dampak yang begitu besar. Sehingga penting bagi kita secara pribadi untuk bisa mengenal kondisi psikis kita. Jika memang ada luka batin yang perlu dan harus segera diselesaikan/disembuhkan maka segerakanlah. Perlu bantuan profesional? Pergi saja tak perlu takut. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum semuanya menjadi luka yang tak akan pernah bisa disembuhkan yang mungkin bahkan bisa membuat luka bagi orang lain.

Seperti sebuah pesan dari Ncek di bagian akhir buku:

"Anak-anakku, bacalah catatan-catatanku dengan baik karena sejarah bisa berulang dalam bentuk berbeda. Percayalah, kalian tidak menginginkannya. Maafkan. Maafkan aku karena tak mampu menjadi masa lalu yang baik untuk kalian. Aku adalah ayah kalian yang tak pernah pulih dari rasa sakitnya. Kalian memang tidak pernah benar-benar mengenalku. Tapi, kalian sudah kumaafkan karena maaf-lah yang membebaskan walau takkan melupakan." -hlm 265.

😭😭😭😭😭😭

So, overall aku memberi buku ini poin 8.8/10.
Dan seperti yang sudah beberapa kali aku bilang di twitter, buku ini kemungkinan akan menjadi salah satu buku favoritku di tahun 2023.

Tertarik untuk ikutan baca? 

Tapi.... tapiii..... kalau tertarik ikut baca, pastikan kamu dalam kondisi psikis yang siap yaa. Jangan memaksa baca buku ini jika kondisi psikismu tidak siap. Berhenti saja jika sudah tidak nyaman dan merasa triggered banget. Seperti pesan Mas Wis padaku saat aku sambat di awal-awal baca buku ini.

Pesan dari Mas Wis ketika membaca bukunya
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Judul : Laki-laki ke-42
Penulis : Atalia Praratya
Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2021
ISBN : 9786020641065
Tebal : 128 hlm

Melihat nama Atalia Praratya sebagai penulis buku novel bertema cinta rasanya seperti sesuatu yang cukup unik dan menarik. Karena dalam kesehariannya, perempuan yang sering disapa Bu Cinta itu lebih dikenal sebagai Bunda dari segala bunda di Jawa Barat.
 
Terlepas dari beragam jabatan yang diembannya, menengok buku karya Bu Cinta adalah sebuah manifestasi rasa penasaran. Bagaimana seorang perempuan nomor satu di Jawa Barat menuangkan imajinasi dan kemampuannya dalam menyusun kata dan kalimat. Meski seharusnya tak perlu diragukan karena pengalaman dan latar belakang pendidikan beliau yang sangat mumpuni.
 
Laki-laki ke-42 ini bercerita tentang kehidupan Chiara yang cukup sederhana. Hidupnya digambarkan bahagia dengan ibu yang sangat menyayangi serta mendukungnya tapi sedikit protektif pada dirinya. Maklum anak perempuan.

Paras Chiara yang cantik juga menjadikannya banyak disukai oleh kaum adam. Begitu banyaknya sampai sang mamah iseng mengusulkan bagaimana jika Chiara mencatat nama-nama laki-laki itu sekaligus bagaimana cara mereka mendekatinya. Toh perempuan itu sedari kecil suka menulis buku harian dan mencatat segala hal.

Hingga dari sekian banyak lelaki yang mendekati Chiara, laki-laki ke-42 lah yang akhirnya berhasil terpilih dan menjadi pendamping hidup Chiara.
Lantas siapakah laki-laki ke-42 itu?
Baca aja biar tahu jawabannya. Ehehee...
(P.S. also a little spoiler: Buat yang ngikutin Bu Atalia dan suami, pasti bisa menebak siapa yang ada di balik cerita Chiara atau siapa sosok asli Chiara juga siapa sosok laki-laki ke-42 yang berhasil memenangkan Chiara di cerita ini.
Karena yaaa sejelas ituu... yang mengikuti sosok beliau-beliau tersebut pasti langsung sadar!
Gemas!
Sekaligus bikin iri... *eh*)


Jujur, ketika pertama kali pegang buku ini sekitar dua bulanan yang lalu (begitu bukunya sampe dan selesai kubuka dari bungkus paketannya) aku langsung mikir dan nyeletuk, "Wah, ini sih bacanya pasti  cepet. Sekali duduk juga langsung habis. Gak pake lama..."

Dan bener ajaa.. Begitu mulai baca... bawaannya santai, ngalir dan seru. 
Ibarat naik mobil kayak lagi di jalan tol yg sepi. Lancar dan bebas hambatan. 
Gak kerasa lembar demi lembar terlewati. Sampe lebih kurang satu jam aku udah selesai baca bukunya. Bacanya juga biasa aja, gak ngebut, gak dicepet-cepetin, apalagi dilwatin. Gak! Dibaca normal semua. Bahkan di beberapa kalimat ada yang kuulang karena aku suka.


Karena ceritanya yang super duper ringan dan hampir gak ada konflik yang berat, baca buku ini juga gak bikin emosi jiwa. Rasanya enteeeenngg bangeett. Bahkan yang ada tuh malah mesam-mesem karena gemes campur iri liat Chiara yang dideketin banyak cowok. 

Rasa itu muncul mungkin karena didukung sama format penulisannya yang pake sudut pandang orang pertama, sehingga baca buku ini berasa kayak lagi baca buku harian. Buku hariannya Chiara. Efek lainnya seolah-olah pembaca tuh menjadi Chiara. Jadi bisa memahami perasaan yang dirasakannya.
Gemes!

Tapi karena secara garis besar buku ini mengangkat cerita cinta yang sepertinya berdasarkan kisah nyata, ceritanya meski ngalir, ringan, dan seru ada momen saat baca tuh tiba-tiba ngerasa bosen. Karena ya itu tadi, hampir gak ada konflik di cerita ini. Terlalu unyu dan uwu nyeritain Chiara yang dideketin sama cowok-cowok. Sehingga konflik/permasalahannya hanya sekadar gimana Chiara menghadapi cowok-cowok itu.


So, overall aku ngasih 7,8/10 buat buku ini.

Buku ini cocok dibaca untuk semua umur. Baik anak-anak remaja yang beranjak dewasa, yang ada di masa-masa naksir-naksir ditaksir hingga dewasa yang meski kisah cintanya gak semulus Chiara tapi kepengen juga, bisa baca buku ini.
Buat orang tua yang punya anak remaja dan mulai naksir-naksiran sama temennya, bisa baca buku ini juga karena ada sosok Ibu Chiara meski gak terlalu di-ekspos keberadaannya, tapi bisa menjadi sosok orang tua yang bisa dicontoh kebijaksanaannya dalam mendidik dan menghadapi anak perempuannya. Selain itu juga bisa mendapat insight tentang bagaimana anak perempuan jika sedang didekati dan ditaksir sama lawan jenis. Lumayan bisa buat jaga-jaga gitu. Ehe....
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments


Judul : Wingit
Penulis : Sara Wijayanto
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Tahun Terbit : 2020
ISBN : 978-623-00-2183-1
Halaman : vii + 244 halaman

"Hantu tersebut berwujud seorang anak kecil laki-laki. Fadi mengambil alih penelusuran saat makhluk tersebut berkomunikasi dengan saya. Selanjutnya kami menyebut hantu anak kecil tersebut dengan nama Adik. Ia memiliki kebiasaan mengangkat kaki kanannya, lalu menggesekkan tulang kering kakinya ke betis kaki kiri seperti merasakan gatal.

Ternyata, Adik tidak sendirian. Ia bersama dengan seorang kuntilanak yang ia panggil Tante. Adik bahkan menunjukkan di mana lokasi Tante berada, tepatnya di sebuah pohon. Inilah penelusuran kisah Adik dan Tante Kun beserta hantu-hantu lainnya."

Blurb di sampul belakang buku berjudul "Wingit" karya Sara Wijayanto ini benar-benar memancing penasaranku. Apalagi selama pandemi, eh enggak deh jauh sebelum pandemi pun aku cukup senang dengan hiburan-hiburan yang berhubungan dengan 'mistis'. Bahkan bisa dibilang selain per-Koreaan, hal-hal yang berhubungan dengan mistis mendapat perhatianku tersendiri.

Wingit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti suci dan keramat, atau angker. Kesan inilah yang selanjutnya dibawa oleh Sara Wijayanto ke dalam buku terbarunya.

Buku Wingit sendiri sebenarnya lahir dari pengalaman Sara Wijayanto sebagai penulis selama perjalanannya melakukan penelusuran ke tempat-tempat misteri. Seperti diketahui banyak orang, Sara Wijayanto, artis yang sempat juga menjadi penyanyi ini sekarang lebih dikenal sebagai konten kreator/YouTuber mistis melalui acara "Diary Misteri Sara (DMS)" yang ditayangkan berkala setiap hari Sabtu melalui akun YouTube miliknya. Sebagai acara yang rutin tayang, DMS sudah memiliki ribuan bahkan jutaan penggemar. Per Januari ini jumlah subscriber di akun YouTube Sara Wijayanto sudah mencapai 7,39 juta. Angka tersebut belum termasuk jumlah pengikut/followers di akun Instagram diarymisterisara yang mencapai 732 ribu dan di akun pribadi sarawijayanto sebanyak 1,9 juta followers.

View this post on Instagram

A post shared by Official #DiaryMisteriSara (@diarymisterisara)


Dalam setiap video, wawancara dengan berbagai pihak, serta cerita-cerita yang dibagikan baik melalui akun diarymisterisara ataupun akun pribadinya, Sara selalu mengatakan jika dia tidak memaksa orang lain untuk mempercayai apa disampaikannya karena dia hanya ingin berbagi cerita. Cerita dari sosok-sosok tak kasat mata yang ditemuinya di setiap tempat yang dikunjunginya. Sosok-sosok itu, seperti kita manusia meski ada yang memiliki wujud yang mengerikan tapi ternyata memiliki ceritanya tersendiri.

Meski tampak serupa dengan buku-buku lain yang menceritakan pengalaman mistis dari sudut pandang orang yang diberi kemampuan untuk melihat dan berkomunikasi dengan sosok di dunia sana, namun cerita yang disajikan Sara dalam buku ini jauh lebih personal. Bukan personal dalam sudut pandang Sara Wijayanto, melainkan personal dari sudut pandang para hantu sosok tak kasat mata yang kisahnya dipilih oleh Sara Wijayanto.

Baca juga : [Review] Conversation With Ghost by Citra Prima

Terdiri dari tujuh bab yang masing-masing menceritakan tujuh orang sosok yang berbeda. Sara terlebih dulu menceritakan bagaimana latar belakang atau awal mula pertemuannya dengan sosok yang akan diceritakannya sebagai pembuka. Bagaimana kesannya ketika dia bertemu dan hal apa yang kemudian membuatnya memutuskan untuk memilih dan memperbolehkan sosok tersebut bercerita. Baru setelahnya Sara akan memulai cerita mengenai si sosok.

Dalam menceritakan perjalanan hidup si sosok, Sara tak selalu menceritakannya dalam sudut pandang orang ketiga. Dalam beberapa bab, Sara mengubahnya menjadi sudut pandang orang pertama. Jadi seolah-olah pembaca bisa merasakan sekaligus menjadi sosok yang sedang diceritakan.

Seperti ketika Sara menceritakan sosok bernama Ningsih, Marni, dan Mary. Sara menceritakannya dengan cukup detail dan apik menggunakan sudut pandang orang pertama.

"Setelah mendengar teriakan itu, mendadak tubuhku terasa ringan. Aku merasa sehat. Aku senang sekali dan bisa bangkit berdiri. Aku melihat dukun yang masih duduk di atas dipan dan sedang menampar pelan pipi seorang perempuan yang terbujur kaku di atas dipan. Aku melihat sosok tubuh itu adalah aku. Tubuhku. Ragaku. Aku sudah mati." -hlm.17

Pernah menuangkan cerita pengalamannya dalam sebuah buku meski kala itu berkolaborasi dengan Risa Saraswati, membuat cara bercerita Sara Wijayanto sangat mengalir. Caranya dalam mendeskripsikan tentang tempat dan kejadian demi kejadian yang dialami oleh sosok yang tengah diceritakan membuat pembaca seperti turut hanyut di dalamnya. Karena diceritakan secara lebih personal, rasa greget, gemas, kasihan, bahkan turut marah seperti datang silih berganti ketika membaca alur cerita yang disajikan.

Kalau aku diminta untuk memilih satu cerita yang berkesan, jujur sih aku gak terlalu bisa milih. Karena setiap sosok memiliki ceritanya masing-masing. Namun jika benar-benar dipaksa untuk memilih, mungkin aku akan memilih cerita dari sosok Siti. Dia tak pernah bisa memilih jalan hidup yang dipilihnya, lingkungan yang membawanya harus menjalani hidup dalam sisi gelap. Namun dalam kegelapan hidupnya, dia melihat ada cahaya dan dia ingin meraih cahaya itu dan meninggalkan kehidupan kelamnya. Namun takdir berkata lain, sebelum dia bisa mencapainya semuanya harus terenggut... :'(((

Untuk membedakan satu cerita dengan cerita yang lain, selain dipisahkan dengan BAB dan nama sosok yang akan diceritakan, dalam buku ini juga disertakan ilustrasi yang menggambarkan bagaimana sosok tersebut ketika menampakkan dirinya kepada Sara sebagai pemisah sekaligus permulaan setiap babnya. Digambar oleh Wisnu Hardana yang merupakan adik dari Sara Wijayanto yang juga hampir selalu menemani Sara dalam setiap penelusarannya di konten DMS, membuat pembaca sedikit mendapatkan bayangan bagaimana wujud sosok yang tengah bercerita atau diceritakan.

Ilustrasi sekaligus pembuka bab

Akhir sekaligus kesan usai membaca buku ini adalah bahwa meski ketujuh sosok tak kasat mata yang diceritakan Sara pada buku ini sebagian besar memilih jalan yang salah di akhir hidupnya, namun ada pelajaran yang dapat diambil dalam perjalanan hidup mereka. Diantaranya pelajaran tentang bagaimana dalam kelamnya hidup, masih ada secercah harapan. Juga pelajaran bahwa dibalik sifat 'keras' justru menyimpan kelembutan dan kasih sayang yang tak terhingga.

Dan satu, bahwa seberat apapun ujian hidup jangan sekali-kali menyerah dan terbawa dengan energi negatif baik yang muncul dalam diri sendiri atau terpengaruh dari luar. Memutuskan mengakhiri hidup dengan jalan bunuh diri, bukan pilihan yang baik.

Olah rasa dan perasaan juga penting dilakukan dalam hidup. Belajar untuk memiliki sifat ikhlas, sabar, dan pemaaf lebih menenteramkan diri daripada menyimpan kecewa, amarah, bahkan dendam apalagi jika hingga dibawa sampai ajal.
Hal itu sudah pasti sulit, namun dengan mengingat keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dan mendekatkan diri kepada-Nya niscaya akan ada jalan yang diberikan.

Dan kembali mengutip tulisanku sendiri di postingan ini, bahwa mungkin ada beberapa kalian yang mungkin membaca tulisan ini ada yang tidak percaya dengan keberadaan makhluk astral a.k.a hantu dan gak tertarik dengan buku ini. Gak apa-apa! Itu semua kembali ke diri kita masing-masing. Iya kan? Dan aku lebih memilih untuk percaya. Bukan percaya kepada hantunya, tapi percaya bahwa keberadaan mereka ada. Dan Allah sebagai Dzat yang Maha Agung memang menciptakan mereka untuk hidup berdampingan dengan kita meski kita dengan mereka berbeda dimensi alam. Keberadaan mereka juga bisa memberi arti dan pelajaran bagi kita, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sudah pernah mereka lakukan.. :)

Nah buat kalian yang penasaran, buku ini masih ada di toko-toko buku. Bahkan terakhir kali aku ngecek sosmed dan web resmi Gramedia buku Wingit ini menjadi salah satu buku best seller.

Tertarik?

Selamat membaca :)

For points : I give 3,9/5 points for this book :))
Share
Tweet
Pin
Share
11 comments
"Well...
Tak harus percaya dengan buku ini,
anggap saja dongeng pengantar tidur.
Setidaknya sebelum aku mati, aku bisa berbagi.
Hingga kelak diceritakan kembali,
ke generasi yang tak pernah bertemu
denganku, ataupun 'mereka'."

Satu paragraf 'pesan' itulah yang disampaikan oleh Citra Prima pada pembukaan di buku terbarunya "Conversation With Ghost". Sebenarnya dari judulnya saja kita bisa menebak apa yang ada dalam buku bercover ungu magenta-biru ini. Ya cerita pengalaman dari seorang Citra Prima mengenai beberapa pengalamannya, persinggungannya, dan perbincangannya dengan 'mereka' makhluk tak kasat mata yang biasa kita sebut dengan 'hantu'.


Citra Prima yang merupakan pengarang buku ini bukanlah nama asing dalam dunia 'perhantu'an di Indonesia. Nama dan juga wajahnya sudah sering wara-wiri di televisi. Ia secara berkala muncul menjadi narasumber dalam acara mistis [Masih] Dunia Lain dan Mister Tukul Jalan-Jalan. Wajahnya yang cantik dan penampilannya yang nyentrik seperti menjadi 'pembeda' sekaligus juga daya tarik tersendiri bagi dirinya diantara narasumber-narasumber mistis yang kala Nyanyah Citra (panggilan akrab Citra Prima) pertama kali muncul masih didominasi oleh laki-laki.

Nyanyah Citra Prima (Sumber : Liputan6.com)

*by the way, aku kangen nonton MDL a.k.a [Masih] Dunia Lain. Akhir-akhir ini gak pernah nonton lagi karena udah keburu ngantuk duluan*

Well, balik ke buku 'Conversation with Ghost'.... 

Semua ini bermula saat aku mengalami NDE (Near Death Experience) di usia 9 dan 11 tahun. Sejak saat itu, banyak kejadian yang kualami pada masa anak-anak yang sulit dipercaya oleh banyak orang, terutama orang dewasa. Dulu, aku pernah disangka gila karena sering berbicara sendirian dan menangis tiba-tiba.

Jauh dari kehidupan orang normal, aku menemukan kebahagiaan baru saat bertemu 'mereka'. Mungkin kalian pernah mendengar samar-samar suara cekikikan orang tertawa, suara geraman orang marah, atau mungkin kalian juga pernah melihat bayangan yang berlari cepat lewat depan mata, dan juga melihat benda-benda bergerak dengan sendirinya. Atau jangan-jangan, kalian pernah tidak sengaja melihat penampakan 'mereka'?

Namun, apakah kalian yakin kalau semua peristiwa tersebut ulah 'mereka'? Ada baiknya kalian membaca ceritaku ini. Cerita di mana aku bertemu ragam jenis dari 'mereka' dan mumpi yang menjadi nyata, serta melakukan penjelajahan tanpa batas ke tempat-tempat baru yang sulit dijangkau.

Sekarang kalian hanya perlu duduk manis, buka lembar demi lembar buku ini. Maka akan aku ceritakan pengalamanku bertemu 'mereka' dan pesan yang ingin 'mereka' sampaikan kepada kalian.

Sttt... aku beritahu, ini bukan cerita fiksi!

Begitulah ringkasan yang tertulis di sampul belakang buku "Conversation With Ghost" dan seperti yang sudah disebutkan, buku ini memang berisi cerita pengalaman Citra Prima saat bertemu dengan 'mereka' yang lebih sering kita sebut dengan hantu.

Cover belakang 'CWG'

Terdiri dari total 12 bagian. 10 cerita pilihan tentang pengalaman Citra bertemu dan berinteraksi dengan makhluk astral, 1 bab tentang dialog langsung antara Citra dan makhluk astral, dan 1 bab terakhir tentang jurnal/catatan mengenai istilah-istilah dalam dunia astral yang selama ini dikumpulkan oleh Citra.

Nyi Rantam Sari, The Touch of Midas, Kebo Buntung, Kursi Goyang, Kuntilanak Overdosis, Gadis Kecil dan Kucingnya, Kerajaan Gaib, Yang Terlupa Yang Terjebak, dan Pocong di Makam Keramat adalah judul-judul cerita terpilih yang Citra masukkan dalam bukunya ini. Karena aku yakin sekali, kalau Citra harus menceritakan semua pengalamannya tebal buku yang dihasilkannya ini pasti bakalan bersaing dengan tebal ensiklopedia pengetahuan umum. Hahahaaa....

Membaca buku ini, benar-benar seperti diajak berjalan-jalan dan merasakan suasana yang sedang dialami Citra saat itu. Bagaimana dia bernarasi membuka cerita, menceritakan alur kejadian secara runut, menyisipkan dialog jika dia dan 'mereka' terlibat percakapan, hingga mengakhiri cerita yang pada akhirnya dapat membawa kita mengambil makna dari cerita yang disampaikan. Dan dari 9 cerita yang ada, cerita mengenai interaksi Citra dengan genderuwo di sebuah hotel yang dalam buku itu diberi judul The Touch of Midas adalah cerita yang paling mengesankan buatku. Kenapa? Baca sendiri aja. Gak mau spoiler. Ntar gak jadi penasaran lagi. :p

Selain cerita dengan judul The Touch of Midas bagian dari buku ini yang menarik perhatianku adalah bagian dialog langsung antara Citra dan makhluk astral. Bagian ini menarik perhatian selain karena isinya yang tak biasa yakni percakapan antara manusia dengan makhluk astral yang membahas mengenai dunia makhluk astral, tetapi juga karena layout dalam buku pada bagian ini dibedakan. Jika pada bagian-bagian lain layout buku berwarna putih dengan font hitam, maka pada bagian ini komposisi tersebut dibalik. Layout (warna kertas) hitam dengan font putih. Pengaturan ini serasa bertujuan untuk membawa kita merasakan apa yang dirasakan oleh Citra saat ngobrol dengan si makhluk astral yang tentunya dilakukan di malam hari yang gelap.


Awal bagian yang 'beda'

Secara keseluruhan, buku ini menarik untuk dibaca terutama buat yang punya rasa penasaran tinggi terhadap keberadaan makhluk astral. Cara penyampaian penulis yakni Citra Prima yang ngalir benar-benar bisa membuat kita ngerasain apa yang dia rasain saat itu, saat ia mengalami interaksi dengan si makhluk astral.

Gak hanya melulu cerita dengan tulisan, Citra juga menyisipkan foto/gambar yang berhasil dia dapat saat ia berinteraksi dengan si makhluk astral dalam ceritanya. Sayang, beberapa diantara foto tersebut tidak terlihat dengan jelas karena format dalam buku yang dicetak dengan warna hitam-putih sehingga foto yang disisipkan Citra juga harus berwarna hitam-putih sehingga pada beberapa foto seperti pada foto yang disisipkan pada cerita 'Gadis Kecil dan Kucingnya', 'Yang Terlupa Yang Terjebak, dan Pocong di Makam Keramat' hanya tampak hitam (setidaknya itu yang aku lihat), tidak bisa terlihat gambar apa yang ingin ditunjukkan oleh Citra. Mungkin lain kali, jika buku ini punya sekuel/kelanjutan bagian saat Citra menunjukkan foto itu bisa dibuat berwarna. Harga buku jelas akan jadi naik, tapi untuk para penggemar dan pecinta mistis dan mereka yang punya rasa penasaran tinggi mungkin tak akan jadi masalah.


Bagiku, ini cuma keliatan hitam-gelap. Kalau kamu?
*capture foto dari dalam buku CWG bagian cerita 'Pocong di Makam Keramat'

"Tak harus percaya dengan buku ini." 

Yap! Mungkin ada beberapa kalian yang mungkin membaca tulisan ini ada yang tidak percaya dengan keberadaan makhluk astral a.k.a hantu dan gak tertarik dengan buku 'Conversation with Ghost' ini. Tapi gak apa-apa, itu semua kembali ke diri kita masing-masing. Iya kan? Dan aku lebih memilih untuk percaya. Bukan percaya kepada hantunya, tapi percaya bahwa keberadaan mereka ada. Dan Allah sebagai Dzat yang Maha Agung memang menciptakan mereka untuk hidup berdampingan dengan kita meski kita dengan mereka berbeda dimensi alam.

Memiliki sahabat dan teman-teman yang juga diberikan kelebihan seperti Citra Prima bisa melihat, merasakan dan berinteraksi dengan mereka para makhluk astral, cerita dari kedua orang tua tentang pengalaman Mas (kakak) kandung yang sewaktu kecil pernah diikuti oleh tuyul semakin membuatku percaya pada keberadaan mereka. Selain itu semua, aku memang memiliki rasa penasaran yang tinggi pada keberadaan para makhluk astral sehingga jika ada orang lain yang bercerita tentang pengalamannya berinteraksi dengan makhlus astral aku akan sangat tertarik dan berminat untuk mendengarkannya.

Tapi, meskipun aku punya rasa penasaran yang tinggi aku gak pernah memiliki niat sekalipun untuk bisa berinteraksi dengan 'mereka', jangankan berinteraksi untuk melihat saja aku gak mau karena pada dasarnya aku ini penakut. Heheheeeeee..... penakut yang punya penasaran tinggi.

Punya rasa penasaran yang tinggi juga kayak aku?
Bisa loh buku ini dijadikan bahan bacaan... :) 

Selamat membaca!



PS : buat yang pengen beli dan baca buku ini, menurut info buku ini baru akan ada di toko-toko buku di awal November.
Aku bisa dapat dan baca buku ini, karena aku ikut PO (Pre-Order) yang dibuka oleh Citra Prima pada 3-8 Oktober lalu. Pre-order ini berhadiah TTD asli Citra Prima selaku penulis dan juga kartu astrologi sesuai dengan zodiak si pemesan buku. Sayang, aku gak kebagian bonus kartu astrologinya :'(
Share
Tweet
Pin
Share
25 comments
Older Posts

About Me


Hai!! Namaku Fitrotul Aini.
Tapi panggil saja aku Fitri.
Hanya 'part time personal blogger' tapi 'full time dreamer'.
 Bisa klik DISINI untuk tahu tentang aku dan blog ini yang selengkapnya.

Terima kasih sudah mengunjungi blogku ini.
Enjoy your reading.. :)

Contact me on : 
fitrotulaini1@gmail.com
or
Find me on :

Pengunjung

Teman-Teman

Blog Archive

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret (1)
      • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempela...
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (52)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (12)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (6)
  • ►  2014 (27)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2013 (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2012 (46)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (59)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2010 (8)
    • ►  Desember (8)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

  • [REVIEW] LAKI-LAKI KE-42 : Lika-liku Pertemuan Belahan Jiwa
    Judul : Laki-laki ke-42 Penulis : Atalia Praratya Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2021 ISBN : 9786020641065 Tebal ...
  • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempelajari Makna Hidup dari Sebuah Toko Kelontong
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya  Penulis : Keigo Higashino  Alih Bahasa : Faira Ammeda  Penerbit : Penerbit Gramed...
  • [REVIEW] The Red Sleeve : Kisah Cinta Sejati Sang Raja
    "Ada banyak wanita di dunia. Banyak yang berasal dari keluarga hebat yang berpendidikan tinggi dan memiliki karakter yang baik. Mereka ...
  • [REVIEW] Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang : Upaya Berdamai dengan Luka dan Trauma
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang  Penulis : Wisnu Suryaning Adji  Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pu...
  • Coretan Fitri tentang DAY6 The Book of Us : Negentropy - Chaos swallowed up in love
    Halo selamat malam teman-teman semuaaa.... Fitri menulis tulisan ini sambil mewek jelek karena Senin, 19 April 2021 pukul 6.00 PM KST atau 4...

Member

Member

Member

Emak2Blogger

Member

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose