• Home
  • Review
  • Hiburan
  • Curhat
  • Tentang Saya
Facebook Twitter Instagram Pinterest

NIKKI*

Dalam Bahasa Jepang berarti Catatan Harian : info | cerita | review | hobi | hiburan | kuliner | serba-serbi

CHAPT 4 : SEPAKAT

Seberkas sinar matahari pagi masuk melalui jendela di kamar Renesmee. Semalaman aku berdiam diri memandangi putri kecilku yang tertidur sambil menyesali perbuatan yang telah kulakuakn kemarin. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa hari ini aku tak akan melakukannya lagi.

Masih berdiri di samping boks Renesmee kudengar suara pintu kamar di buka dan langkah kaki masuk ke dalam kamar. Aku enggan untuk menengok karena pasti Edward yang masuk.

“Bella.” Suara seperti dentang lonceng yang familiar menyapaku.

Sontak aku berbalik untuk memastikan bahwa pendengaranku tak salah.

“Alice.” Teriakku tertahan.

“Sstt..” ucap Alice mengingatkanku sambil menempelkan telunjuk kanannya di depan mulut.

Reflek aku menoleh melihat Renesmee. Ia masih lelap dalam tidurnya. Syukurlah ia tidak terganggu dengan kegaduhan kecil yang kuakibatkan.

“Ada apa kau kemari Alice?” tanyaku pada Alice sambil berjalan ke arahnya dan menuntunnya ke luar kamar Renesmee.

“Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu Bella. Tadi tiba-tiba saja kulihat kau menghilang dari visiku. Seharusnya aku mulai terbiasa dengan sensasi ini karena adanya Renesmee, tapi ternyata aku masih tetap saja kaget.” Jawab Alice sambil duduk di sofa di ruang keluarga.

“Tidak ada apa-apa koq.” Jawabku bohong.

“Kau sedang bertengkar dengan Edward ya?” Tanya Alice tiba-tiba.

Mataku membelalak. “Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?” tanyaku balik.

“Sudahlah Bella.. mengaku saja. Kau ini bukan tipe orang yang pandai berbohong.”

Alice memandangiku dengan wajah penasaran. Entah apa yang dilihatnya dalam visinya tentang aku dan Edward. Tapi aku sedang tak mau membicarakannya saat ini, di rumah ini. Dengan kemampuan istimewa Edward semua pembicaraan ini akan diketahuinya. Padahal aku sedang tidak ingin berbagi suasana hati dengan Edward.

“Baiklah Bella aku maengerti. Aku tunggu kau di rumah nanti sore. “ kata Alice kemudian sambil mencium pipiku. “Bye.”

Alice berlari lincah meninggalkan pondokku meskipun ia menangkap suasana hatiku yang kurang bagus. Sebersit penyesalan muncul dalam hatiku. Satu lagi orang yang kukecewakan hari ini.

Aku kembali ke kamar Renesmee dan ternyata Renesmee sudah bangun. Ia sedang membalik-balik buku cerita yang terakhir kami baca sebelum terjadiya konfrontasi dengan keluarga Volturi. Saat aku masuk ia mendogak menatapku.

“Selamat pagi Momma. Tadi sepertinya aku mendengar suara tante Alice. Ada apa dia kesini pagi-pagi Momma? Apakah dia merindukanku dan ingin memberiku baju rancangan terrbarunya?” Tanya Renesmee bersemangat.

“Selamat pagi anak Momma yang paling cantik.” Sapaku kembali sambil merengkuhnya dari dalam boksnya. “Ya tadi tante Alice memang kemari, tapi sayang dia tidak membawa apa-apa untukmu. Sepertinya dia sudah lupa kalau dia mempunyai keponakan.” Ucapku sambil menggoda Renesmee.

“Tante Alice jahat.” Kata Renesmee sambil merengut.

Aku tersenyum melihat ekspresi wajah Renesmee yang kecewa. “Tante Alice tidak jahat koq sayang. Momma yang jahat karena sudah membohongimu.” Kataku sambil mecubit hidung mungilnya.

“Aah Momma.” Rengeknya sambil memukul pundakku.

**

Siang harinya aku bersama Renesmee pergi ke toko bunga untuk untuk membeli beberapa bibit bunga yang akan kami tanam di taman kami. Renesmee sangat senang melihat aneka bunga yang berwarna-warni. Aku pun membebaskan Renesmee memilih bunga-bunga apa yang akan kami tanam nanti. Setelah hampir kurang lebih empat jam aku dan Renesmee berjibaku dengan bunga-bunga yang indah, akhirnya Renesmee menjatuhkan pilihannya pada bunga mawar, lily kuning, tulip ungu dan entah satu jenis bunga yang aku tak tahu namanya tapi memiliki warna yang sangat cantik perpaduan warna merah hati, putih dan sedikit ungu.

Sepulang dari toko bunga aku mampir sebentar ke rumah Charlie. Untung saja saat aku kesana dia sedang berada di rumah karena mengingat hari ini bukan akhir pekan. Ia begitu bahagia menyambut kedatangan kami. Renesmee juga terlihat senang ia bisa mengunjungi ‘Grandpa Charlie’ dan bisa bermain-main bersamanya lagi. Saat Renesmee dan Charlie sibuk bermain bersama diam-diam aku naik ke kamar tidurku, kamar tempat aku menghabiskan masa-masaku sebagai manusia. Disana aku mencoba mengenang masa-masa manusiaku. Masa-masa dimana saat pertama kali Edward datang mengunjungiku, menemaniku tidur, dan kenangan manusiaku yang lain. Saat aku disana tiba-tiba aku mendapatkan ilham akan permasalahan yang aku hadapi sekarang.

Setelah berpamitan dengan Charlie aku segera memacu mobilku kembali ke rumah keluarga Cullen. Aku sudah membuat janji dengan Carlisle dan lainnya untuk membicarakan masalah yang aku hadapi sekarang. Waktu di rumah Charlie tadi aku sengaja tidak memberitahu Charlie apa yang sebenarnya terjadi. Aku lebih suka mendiskusikan semuanya dengan keluarga Cullen daripada harus mendiskusikannya dengan Charlie. Aku menganggap lebih baik Charlie tahu bahwa ‘semuanya beres’.

Ketika aku sampai di rumah dan memarkir mobilku di garasi semua mobil sudah ada di garasi kecuali Mercedes Carlisle dan Porche Alice. Itu berarti Edward sudah di sini dan Alice tidak ada di rumah. Seharian ini tadi aku sengaja memakai mobil ‘Ferrari’ku sendiri karena pagi tadi aku terlalu pengecut untuk bertemu Edward dan meminjam Volvonya karena mengingat ‘perang dingin’ yang terjadi semalam.

“Hai Bells.. Aku melihatmu datang beberapa detik yang lalu.” Sapa Alice sambil melambaikan tangannya tapi matanya masih tetap fokus pada layar komputer. Sepertinya ia sedang mendesain gaun baru. Aku lega ternyata dia ada di rumah.

Rosalie dan Emmet yang sedang mesra menonton DVD romantis juga ikut melambaikan tangan kepadaku. Esme yang ada di ujung ruangan yang sepertinya sedang sibuk merancang desain villa baru mendongak dan tersenyum padaku. Aku kemudian berjalan menghampiri Alice dan berdiri di sebelahnya.

“Dia belum disini. Mungkin masih di rumah sakit bersama Carlisle. Bagaimana menurutmu. Bagus tidak..??” Tanya Alice.

“Bagus..bagus.. itu buat Nessie ya..??” jawab Nessie dengan semangat.

Alice memutar bola matanya. “Ternyata selera fashionmu tinggi sayang. Tante senang mengetahuinya. Kalau begitu dengan senang hati rancangan ini aku berikan padamu, cantik.”

“Yeeaay… terima kasih tante.” Mendengar jawaban Alice wajah Renesmee semakin berbinar-binar. Alice melirikku dan menyunggingkan senyum ‘kemenangan’ sementara aku hanya memutar bola mata. Alice mendapat satu partner fashion lagi.

“Ngomong-ngomong dimana Jasper?” tanyaku pada Alice sambil kami berjalan ke arah sofa di depan televisi.

“Dia sedang menemui J. Jenks. Sepertinya ada bisnis baru.” Jawab Alice santai.

Tiba-tiba kudengar suara mesin mobil masuk ke garasi mobil. “Pasti itu Edward dan Carlisle.” Pikirku. Tapi ternyata itu Jasper. Baru tak lama kemudian suara mesin mobil yang khas, Mercedes milik Carlisle masuk ke halaman dan kemudian berhenti. Sepertinya Carlisle nanti akan kembali ke rumah sakit.

Seperti biasa Carlisle masih tampak tampan dan mempesona walau dia sudah memiliki cucu. Masih menggunakan ‘jas putih’nya menyunggingkan senyum pada kami semua. “Selamat siang semua.” Seraya berjalan ke ujung ruangan dimana Esme berada, mengecupnya mesra dan menyerahkan tas kerja dan ‘jas putih’nya untuk disimpan Esme. Aku iri melihatnya.

Sepasang tangan menyentuh pundakku lembut. Aku terhenyak dan refleks menoleh melihat siapa yang melakukannya. Ternyata itu dia, senyum miring favoritku terpatri di wajahnya. Tak tampak lagi kekecewan, kemarahan dan kesedihan yang kuakibatkan semalam. Hanya senyuman penuh cinta dari suamiku tercinta. Edward Cullen. Aku memegang tangannya membalas senyumnya. Ketegangan semalam mancair sore hari ini. Edward kemudian duduk di sebelahku dan memelukku.

“Aku senang melihat kalian akur lagi seperti itu.” Ucap Carlisle sambil melihatku dan Edward. “Ehm Em, Rose, apa kalian sudah selesai menontonnya?” Tanya Calrlisle pada Emmet dan Rose.

“Memangnya ada apa sih? Sepertinya ada yang terlewatkan olehku.” Bukannya menjawab pertanyaan Carlisle, Emmet malah balik bertanya.

“Sepertinya pasangan bahagia itu sedang tidak ingin diganggu. Kalian membicarakan masalahnya di ruang makan saja.” Ucap Jasper yang tiba-tiba muncul dari ruang makan.

“Apa-apaan kau Jazz.. Ini sebetulnya ada apa? Kenapa hanya kami yang tidak tahu masalahnya?” wajah Emmet yang sedang penasaran terlihat sangat lucu. Aku sampai menahan senyum melihatnya.

“Kau saja yang tidak peka. Kemarin kan Alice sudah cerita.” Jawab Rosalie sambil menjitak kepala Emmet.

Semua yang ada di ruangan itu tertawa melihat Emmet yang dipermalukan Rosalie. Suasana yang aku pikir akan tegang ternyata sangat rileks dan santai. Carlisle dan Esme duduk di sofa di depanku. Jasper yang muncul dari ruang makan tadi sudah bergabug bersama kami. Ia terpaksa duduk di punggung sofa di sebelah Alice sambil memeluk pundak Alice karena sudah tidak kebagian tempat duduk lagi. Setelah keadaan kembali tenang, Carlisle mulai bicara.

“Aku langsung pada inti pembicaraan saja. Karena jujur aku tak punya banyak waktu. Aku harus kembali lagi ke rumah sakit setelah ini. Kami semua paham keinginanmu Bella. Aku, Esme, Rosalie, Alice, Jasper, dan bahkan Emmet juga sempat memikirkan dan membicarakan hal ini tapi kami sepakat tidak ingin memberitahumu sampai kau sendiri yang ingin membicarakannya.”

“Lalu..??” tanyaku penasaran.

“Sebenarnya semua jawabannya sudah ada sejak kau bertemu Charlie beberapa bulan lalu. Tapi itu memang memerlukan kesediaan darimu. Masih ingatkah kau cerita yang disampaikan Edward pada Charlie tentang asal usul Renesmee?” Carlisle balik bertanya padaku.

“Tentu saja aku ingat. Tapi jika kita menggunakan cerita itu berarti status Renesmee hanya akan menjadi anak angkatku dan Edward?”

“Itu satu-satunya cerita logis yang kita punya jika kau tetap ingin menyekolahkan Renesmee disini. Tapi kau masih punya pilihan lain jika kau memang ingin status Renesmee menjadi ‘anak kandung’mu saat pendaftaran sekolah, yaitu kalian pindah keluar kota. Tapi tetap saja kalian harus memalsukan dokumen lagi. Kalian harus merubah tanggal pernikahan kalian jika melihat fisik Renesmee yang seperti sekarang ini. Kalau menurutku status tidak penting Bella, yang penting dia tetap putrimu kan? Disamping itu pembuatan dokumen-dokumen akan lebih mudah jika kau memilih opsi pertama daripada kau memilih opsi kedua. Jika kau memilih opsi pertama, kau dan Edward tinggal membuat surat pengangkatan anak. Tapi jika kau memilih opsi kedua, kau harus mengubah surat-surat pernikahan kalian dan itu lebih rumit. Tadi aku sempat menanyakannya pada J. Jenks.” Jasper menjelaskan.

“Aku berharap kau memilih opsi pertama Bella. Jangan lupa pikirkan Charlie juga.” Esme memberikan sarannya.

“Ya Charlie.. dan juga Jacob.” Entah kenapa tiba-tiba aku teringat Jacob.

“Ngomong-ngomong soal Jacob, kemana anjing itu? Kenapa dia tidak pernah kemari lagi? Aku kangen berkelahi dengannya.” Celetuk Emmet.

“Entahlah.. aku rasa dia sedang sibuk di reservasi. Sibuk mengejar pelajarannya di sekolah yang tertinggal.” Jawabku sambil lalu.

“Baiklah kalau begitu. Apa keputusannya.” Tanya Carlisle menggiring kami kembali ke pokok pembicaraan.

“Hmm… setelah kupertimbangkan memang lebih baik memilih opsi pertama. Aku tetap ingin bersama kalian. Dan juga Charlie.” Jawabku tegas di awal tapi menggantung saat mengucap nama Charlie.

“Daritadi kita membicarakan pilihan-pilihan kita sendiri. Tapi bagaimana menurut si kecil yang akan menjalaninya?” Tanya Rosalie tiba-tiba sambil mengarahkan pandangannya pada Renesmee yang sedari tadi sibuk membaca majalah anak-anak edisi lama. “Bagaimana Nessie? Kau mau tidak?”

“Aaah…ada apa ya tante Rose?” jawab Renesmee polos.

Semua yang ada di ruangan kembali tertawa. Bahkan Emmet sampai tertawa terbahak-bahak hingga ia posisi duduknya melorot dari posisi awal.

“Daritadi kita berdiskusi, ternyata si objek pembicaraan tidak mengerti apa-apa. Benar-benar tidak masuk akal.” Ucap Emmet di sela-sela tertawanya.

“Sungguh aku tidak tahu Unca Em.” Renesmee memandang Emmet dengan tatapan penuh tanda tanya. Kemudian berpaling padaku dan Edward. “Ada apa sih Momma, Daddy..? Kenapa Unca Em menertawaiku seperti itu.”

Aku dan Edward tidak bisa menjawab karena masih tertawa melihat kelakuan Emmet yang ‘aneh’ itu.

“Sudah..sudah.. jangan tertawa lagi. Kasihan Renesmee kan dia jadi bingung.” Ucap Esme kemudian.

“Ada apa Grandma? Kenapa semuanya menertawakan Nessie..?” Renesmee turun dari pangkuanku dan berlari ke arah Esme.

“Tidak apa-apa sayang.” Jawab Esme menenteramkan Renesmee yang kemudian melihat kea rah Emmet. “Emmet, sudah… hentikan!”

“Jadi begini Nessie sayang… Momma, Daddy, Grandma, Grandapa dan semuanya tadi sedang membicarakan kamu. Kira-kira Nessie mau tidak untuk sekolah?” Carlisle-lah yang akhirnya menayakannya pada Nessie.

“Sekolah itu apa Grandpa?”

“Sekolah itu tempat belajar. Jika selama ini Nessie belajar bersama Momma atau Tante Alice di rumah, sekarang Nessie akan belajar di tempat lain dan bersama teman-teman.” Jelas Esme.

“Bersama teman-teman Grandma? Waah, asyik.. itu berarti Nessie akan punya teman bermain selain dengan Momma, Tante Alice, dan tante Rose.”

“Tapi teman-teman Nessie nanti tidak sama dengan Nessie..” jelas Edward, tapi masih menggantung karena tiba-tiba Renesmee sudah berbicara.

“Teman-teman Nessie nanti sama seperti Grandpa Charlie dan Bibi Sue bukan? Tidak apa-apa. Nessie bisa tahan kok.” Jawab Renesmee dengan suara senang yang kemudian tersenyum lebar.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
CHAPT 3 : KEKHAWATIRAN

“Edward, apakah kau lupa dengan semua upaya yang telah kau lakukan bersama dengan keluargamu selama ini? Jawabku dengan nada setenang mungkin karena aku sadar emosi Edward sedikit terpancing akibat pertanyaanku sebelumnya.

“Apa yang kau maksud dengan kepura-puraan Bells?”

“Sudah berapa kali kalian berpindah-pindah untuk menyamarkan identitas kalian? Untuk menghindari kecurigaan warga bahwa kalian tidak pernah menua?”

Edward hanya terdiam mendengar pertanyaanku.

“Begini Edward, bukannya aku ingin menyinggungmu atau meragukanmu tentang keyankinanmu mengenai Renesmee. Tetapi aku sedang memikirkan beberapa hal sekaligus mengenai masa depan Renesmee. Aku ingin pendidikan Renesmee terjamin dengan memasukkannya ke sekolah, walau aku tahu dia sangat ‘cemerlang’. Tapi di sisi lain aku tahu keinginanku itu akan menimbulkan berbagai ‘masalah’. Masalah yang pertama adalah status orang tua Renesmee. Jika ia masuk sekolah pasti akan ada pertanyaan tentang siapa orang tua atau walinya. Jika kita berkata jujur bahwa kita adalah orang tua kandungya itu tidak mungkin karena kita baru menikah kurang lebih 5 bulan rentang waktu yang sangat mustahil untuk memiliki seorang putri sebesar itu. Tetapi jika kita mengakuinya sebagai anak asuh, egoku tidak mengizinkannya Edward.” Jawabku panjang lebar, suaraku pecah saat mengatakan kalimat terakhir.

Edward akhirnya mengerti maksudku. Reaksinya melunak dan kemudian menarikku ke dalam pelukannya. “Aku paham maksudmu sayang. Tapi aku tak menyangka kau sudah memikirkan hal ini saat ini. Kupikir kau akan memikirkannya beberapa bulan lagi karena mengingat euphoria kebebasan kemarin.” Bisik Edward.

“Aku sendiri juga tidak mengerti Edward, tiba-tiba saja pikiran itu muncul saat aku membantu Renesmee berdandan tadi pagi. Maafkan aku kalau aku sempat membuatmu tersinggung tadi.”

“Tak apa. Apa pun yang kau pikirkan harus kau katakan Bella.”

“Lalu apa yang harus kita lakukan?”

Dialogku dengan Edward terputus karena tiba-tiba saja Renesmee berlari ke arah kami dengan tangan menelungkup.

“Daddy… Momma… lihat apa yang Nessie dapat.” Ucap Renesmee saat sampai di depan kami.

Dibukanya tangannya. Ternyata ia berhasil menangkap seekor kupu-kupu bersayap kuning putih. Kupu-kupu yang cantik.

“Woow… kupu-kupu yang cantik sayang.” Pujiku.

“Aku boleh membawanya pulang?” Tanya Renesmee kemudian.

Aku dan Edward saling pandang dan membelalakkan mata. “Bagaimana kau akan membawanya Nessie sayang?” Tanya Edward akhirnya.

“Aku akan melindunginya seperti ini Daddy.” Jawab Nessie sambil menelungkupkan tangannya lagi. “Supaya tidak lepas lagi.”

“Itu tidak mungkin sayang. Jika kau terus membawanya seperti itu, dia akan mati ketika sampai di rumah nanti. Lagipula kau akan menaruhnya dimana jika sudah kau bawa pulang?”

Kening Nessie mengernyit mendengar perkataan Edward. Aku tahu ia tidak suka mengetahui kenyataan bahwa ia tidak bisa membawa pulang kupu-kupu cantik yang ada dalam genggamannya itu. Tiba-tiba terbersit sebuah ide dalam pikiranku.

“Bagaimana kalau kita bawa suasana padang rumput ini pulang.”

Sekarang giliran Edward dan Renesmee yang saling pandang, bingung mendengar perkataanku.

“Kita ciptakan padang rumput kita sendiri. Di samping pondok, tepat di depan kamar Nessie masih ada sedikit ruang yang bisa kita manfaatkan. Bagaimana kalau ruang tersebut kita buat taman lagi. Kita buat rumah kita dikelilingi taman dengan aneka macam bunga. Momma yakin, jika bunga-bunga itu tumbuh dan bermekaran pasti akan banyak kupu-kupu yang akan datang kesana.” Jelasku.

Mata Renesmee melebar senang. Edward hanya memandangiku bangga.

Akhirnya karena hari juga sudah mulai senja bermain-main di padang rumput juga harus diakhiri. Renesmee juga sudah ‘mengikhlaskan’ kupu-kupu cantiknya untuk dilepaskan. Kami pun pulang ke rumah.

**

Setelah menidurkan Renesmee dalam boksnya aku kembali ke kamar. Kulihat Edward memandang keluar jendela kamar. Melihat bulan yang tertutup awan. Sudah dua hari ini Forks tidak turun hujan. Sebuah keanehan atau mungkin sebuah keajaiban? Aku berdiri di samping Edward ikut memandangi bulan yang tertutup awan.

“Bella, aku bangga padamu karena kau mampu memikirkan yang terbaik untuk Renesmee. Aku sedikit iri, karena selama ini aku yang selalu melakukakannya. Untuk membahagiakanmu.” Ucap Edward sambil berpaling ke arahku setelah cukup lama kami bediri dalam diam.

“Naluri seorang ibu Edward.” Jawabku sambil tersenyum.

Edward meraih tanganku kemudian memandangiku. Kubalas tatapannya. Kupandangi mata emasnya berharap aku bisa membaca apa maksud Edward memperlakukanku seperti ini malam ini. Tapi seperti biasa, hanya kedalaman jiwa Edward yang tanpa batas yang bisa kulihat.

“Bella, saat aku mengembalikan mobil ke rumah besar tadi aku sempat bertemu dengan Alice dan Carlisle.” Ucap Edward setelah keheningan yang cukup lama.

“Lalu, apa yang kalian bicarakan? Alice pasti sudah ‘melihat’ apa yang kukhawatirkan.” Tanyaku berspekulasi.

“Ya, mereka memang ingin menanyakan hal itu kepadaku. Tapi aku menolak untuk membicarakannya jika tidak bersamamu.” Jawab Edward sambil berpaling menatap keluar jendela lagi. “Oleh karena itu mereka ingin bertemu dengan kita besok untuk membicarakannya lebih jauh.” Sambung Edward.

Aku terdiam cukup lama. Menimbang-nimbang apakah sebaiknya aku juga melibatkan Carlisle, Esme, Alice dan lainnya dalam pengambilan keputusan ini. Sebenarnya aku sudah tidak ingin melibatkan siapapun dalam keputusan keluargaku. Aku sudah cukup merepotkan mereka selama ini. Selain itu aku ingin, aku dan Edward lebih mandiri dalam mengurus keluarga kami. Tapi kemudian aku sadar, keluargaku bukan keluarga normal, pengambilan keputusan harus dipertimbangkan dari berbagai sisi. Jika salah mengambil keputusan, bukan hanya keluarga kecilku yang terancam tapi juga semua keluarga, Alice, Carlisle, Esme, Emmet, Rosalie, dan Jasper. Aku begidik memikirkan hal itu. Sebuah fakta baru terpampang jelas di depan mataku. Keluarga besar kami, keluarga Cullen, bagaikan satu tubuh. Jika satu bermasalah semuanya akan terkena imbasnya. Lagipula setelah kupikir-pikir, aku memang butuh pendapat Carlisle. Pengalamannya berabad-abad pasti bisa memberikan jalan keluar yang baik. Ditambah lagi Alice yang bisa meramalkan masa depan.

“Jam berapa kita besok menemui mereka?” Tanyaku pada Edward setelah berpikir.

“Mungkin setelah tengah hari. Karena pagi harinya Carlisle harus ke rumah sakit. Tapi terserah kau saja.”

“Aku pikir kita kesanannya sore hari saja. Aku besok ingin mengajak Renesmee berbelanja bunga.”

“Baiklah terserah kau saja.”

Setelah percakapan singkat itu tidak ada lagi yang kami bicarakan. Aku melirik ke arah tempat tidur. Rasanya ingin sekali berbaring disana dan memejamkan mata, merasakan kembali sensasi bermimpi seperti dulu. Melupakan sejenak permasalahan yang terjadi hari ini dan kembali memikirkannya esok setelah pagi datang menjelang. Tapi aku tahu aku tak akan pernah lagi bisa merasakannya. Aku sudah menjadi makhluk yang berbeda, makhluk yang tak akan pernah membutuhkan tidur, dan tak bisa merasakan bagaimana menyenangkannya bermimpi.

Aku pun keluar kamar untuk menghibur diri. Rasanya terlalu menyesakkan jika terus berada di dalam kamar tetapi Edward mengacuhkanku. Sepertinya aku telah merusak kebahagiaannya hari ini. Baru saja terbebas dari satu masalah, tapi masalah lain sudah muncul lagi. Dan masalah itu, aku yang memunculkannya. Ironis memang. Kemarin malam aku mampu membuatnya tertawa dengan kenyataan bahwa akhirnya ia bisa membaca pikiranku dan mengetahui betapa besar cintaku padanya. Kemudian dilanjutkan dengan perayaan yang mungkin tak akan bisa kami lupakan selamanya. Tapi malam ini, aku telah membuatnya bersedih, menyingkirkan senyuman dari wajahnya. Senyuman favorit yang kumiliki.

Kuputuskan untuk menghibur diriku dengan memandangi Renesmee tidur. Wajah Renesmee terlihat sangat kelelahan namun damai. Rambut ikalnya kusut dan menyebar di sekeliling wajahnya. Aku penasaran apakah malam ini dia bermimpi. Kutempelkan tangan mungilnya di pipiku. Awalnya hanya kabut putih yang terlihat, tetapi kemudian berubah menjadi berwarna-warni. Aku sedikit terkejut melihatnya. Renesmee bermimpi. Ia memimpikan aku dan Edward bermain-main dan berlari-lari bersamanya di padang rumput. Mengejar kupu-kupu dan tertawa bersama. Hal yang aku dan Edward tak lakukan siang tadi. Rupanya di balik senyum riangnya sepulang jalan-jalan tadi, Renesmee menyimpan kekecewaan. Ia kecewa karena aku dan Edward tak mau bermain bersamanya. Kenyataan ini semakin membuatku sakit. Aku telah mengecewakan dua orang terpenting dalam hidupku hari ini. Andai saja aku masih bisa menangis.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
CHAPT 2 : PADANG RUMPUT

Perjalanan menuju padang rumput sangat menyenangkan. Dalam pangkuanku sepanjang jalan Nessie bernyanyi-nyanyi, berceloteh menanyakan nama-nama benda yang belum ia ketahui. Kulihat wajah Edward, tak sedetik pun senyuman lepas dari bibirnya. Hari ini benar-benar akan jadi hari paling membahagiakan.

Tak lama kami sampai di tepi hutan. Aku termenung dalam mobil mengingat saat pertama kali Edward mengajakku kemari, mengendarai Chevy tuaku yang kini sudah menjadi monumen di depan rumah Charlie. Untuk menuju padang rumput kami harus berjalan lagi. Ingatan manusiaku yang kabur tidak bisa mengingat jalan mana yang harus diambil untuk bisa sampai ke padang rumput walau aku sudah dua kali datang kemari (yang pertama kenangan menyenangkan bersama Edward, dan yang kedua kenangan mengerikan saat bertemu Laurent dan kawanan serigala untuk pertama kalinya).

“Ayo turun.” Ucap Edward yang tidak kusadari sudah membuka pintu mobil penumpang dan berdiri di sampingku.

“Daddy… mana padang rumputnya?? Ini kan masih tepi hutan. Daddy bohong ya pada Nesssie??” perkataan Nessie membuyarkan jawabanku.

“Tidak sayang… Daddy tidak bohong padamu. Hanya saja untuk bisa mencapai padang rumput itu kita masih harus berjalan lagi ke arah sana.” Jawab Edward sambil menunjuk ke suatu arah. “Ayo..” ucap Edward kemudian sambil mengulurkan tangan.

“Nessie gak mau jalan. Nessie maunya gendong Daddy.”

“Baiklah anak Daddy yang cantik.”

Setelah Nessie naik ke punggung Edward. Kuraih tangan Edward dan keluar dari mobil. Cuaca hari ini sangat mendukung. Sedikit cerah tapi tak terlalu menyengat. Seperti pengalaman pertama, kami berjalan santai saat perjalanan menuju padang rumput. Hanya saja kini ada Nessie dan aku bukan lagi manusia yang kikuk, aku vampire sempurna, ibu dan istri dari anak dan suami yang hebat.

Setelah perjalanan yang bagiku kini terasa singkat kami sampai di tepi padang rumput. Edward sangat pas memilih hari ini untuk berkunjung. Bunga-bunga di padang rumput sedang bermekaran. Perpaduan warna merah, kuning, ungu, dan putih dari kelopak-kelopak bunga membuatku sangat terpesona. Wajah Nessie sangat berbinar-binar, ia kemudian menempelkan tangannya ke pipiku dan menyatakan “Daddy hebat Momma.. benar-benar indah.”

Edward menurunkan Nessie dari punggungnya. Dan tanpa ragu-ragu Nessie berlari ke tengah padang rumput. Ia tampak sangat cantik dikelilingi bunga-bunga yang indah seperti ini. Edward memeluk pinggangku dan berbisik, “Bagaimana menurutmu?”

“Kalau aku masih bisa menangis, mungkin aku sudah menangis dari tadi. Begitu sempurna Edward. Aku tak punya kata-kata lain selain ‘sempurna’.” Jawabku.

Aku dan Edward hanya berdiri di tepi padang rumput, memandangi Renesmee yang berlari-lari bahagia di tengah padang rumput yang indah. Kuambil kamera digital dari dalam tasku. Kupotret semua tingkah laku Nessie. Mulai dari hanya berlari-lari mengitari padang rumput sampai berlari-lari mengejar kupu-kupu berwarna-warni. Untung saja aku teringat untuk membawanya saat membantu Nessie berdandan tadi, kalau tidak aku pasti akan kehilangan momen bahagia seperti ini. Nanti akan kutunjukkan pada Alice, Rose dan yang lain.

“Momma.. Daddy… ayo sini main sama Nessie… kejar kupu-kupu cantik.” teriak Nessie dari ujung padang rumput.

“Bermain sepuaslah sayang… Daddy dan Mommy tidak mau mengganggu.” Jawab Edward.

“Edward, apa kau tahu apa yang kupikirkan sekarang.” Tanyaku tiba-tiba.

Edward menoleh dan mengernyitkan keningnya, “Apa kau bercanda Bella?? Dari dulu hingga sekarang aku tidak bisa membaca pikiranmu kecuali kau mengangkat perisaimu.”

“Aku sedang serius Edward.” Jawabku sambil menatap tajam matanya.

“Oke.. apa yang sedang kau pikirkan sekarang.”

“Coba kau lihat Renesmee sekarang.” Jawabku sambil menengok ke arah Renesmee.

“Ya aku melihatnya setiap hari. Pertumbuhannya masih cukup cepat, tapi akan terus melambat seperti yang sudah dikatakan Carlisle.”

“Bukan itu maksudku, Edward.”

“Lalu..??”

“Coba kau lihat, dengan postur tubuh seperti itu seharusnya Renesmee sudah mulai masuk sekolah. Bahkan menurutku dengan postur tubuh setinggi itu, dia seharusnya sudah ada di bangku sekolah dasar. Tapi ini..?? Masuk taman kanak-kanak saja belum.”

“Aku tahu arah pembicaraanmu Bella. Aku tahu sebagai seorang ibu kau ingin memberikan yang terbaik bagi putrimu. Aku pun sama. Tapi lihatlah Nessie.. dia begitu cemerlang.”

“Edward, aku tahu tentang itu. Tapi sadarkah kau jika ini bisa mengancam kepura-puraan yang keluargamu buat dengan sangat sempurna selama ini?”

“Apa maksudmu Bells..??” Tanya Edward dengan nada suara Edward agak sedikit meninggi.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
CHAPT 1 : SETELAH PERAYAAN

Cahaya mentari sedikit miring ketika masuk ke dalam kamar. Mataku menyipit karena terpaan cahanya yang berpendar ketika mngenai kulit pualam terindah. Tubuhku masih menyatu dengan tubuhnya. Sebuah perpaduan yang menyenangkan. Perayaan semalam sepertinya tak ingin kuakhiri. Namun tugasku telah menunggu. Sosok kecil di ruangan lain lebih membutuhkanku.

“Selamat pagi.” Suara selembut beledu menyapaku mesra.

“Selamat pagi.” Jawabku seraya melepaskan pelukannya, namun kudongakkan kepalaku untuk menciumnya.

“Malam yang indah.” Ucapnya di sela-sela ciuman kami yang intens.

Ya, hari ini adalah hari yang baru. Hari yang kutunggu-kutunggu. Setelah ketegangan selama berbulan-bulan. Akhirnya aku dan keluarga kecilku tak harus lagi dibayang-banyangi ketakutan. Aku, Edward, dan Renesmee.

“Apa kau masih ingin seperti ini sampai nanti siang?” sindir Edward.

Tubuhku masih bertaut padanya. Menyenangkan melihatnya sangat pas. Seolah-olah kami adalah kepingan puzzle yang diciptakan untuk saling melengkapi.

“Sebenarnya aku ingin perayaan ini tak berakhir. Tapi aku harus menyeimbangkan kehidupanku. Kau sendiri yang mengatakan bahwa aku harus bisa menyeimbangkan kehidupanku. Saat ini aku harus memerankan peranku sebagai ibu yang baik bagi putri mungilku. Nessie..” jawabku berdiplomatis.

Edward hanya tersenyum mendengar jawabanku yang diplomatis. Mungkin terdengar sangat konyol karena tak biasanya aku menjawab secara rasional. Edward terlalu mengerti bagaimana watakku. Aku yang selalu menginginkannya. Tapi kini aku ibu, ibu dari putri kecil yang sangat kucintai. Renesmee Carlie Cullen.

Aku melepaskan pelukanku dan berusaha bangkit namun Edward menahanku. Aku hanya mengerling padanya. Aku mengerti apa yang diinginkannya, dan itu sejalan dengan apa yang kuinginkan juga. Tapi aku harus konsisten. Aku berjalan menuju lemari pakaian super besar yang dirancang Alice sebagai hadiah ulang tahunku, mulai mencari-mencari pakaian yang cocok buatku. Aku sudah bisa membedakan bau denim dan jeans favoritku dengan gaun-gaun satin mengerikan yang disiapkan Alice.

Setelah berpakaian lengkap, aku kembali ke dalam kamar. Kulihat Edward masih diatas tempat tidur dengan tangan di belakang kepanya. Sepertinya ia memikirkan sesuatu. Atau ia hendak merayuku untuk kembali melanjutkan perayaan..??

“Kau sedang memikirkan apa sayang..??” tanyaku sambil lalu sambil aku merapikan dandananku di depan cermin.

“Hanya memikirkan sesuatu yang tidak penting. Ngomong-ngomong, kau cantik sekali hari ini. Mau kemana Mrs. Cullen?? “ jawab Edward sambil mengubah posisi tubuhnya, menelungkup sambil menopang dagu.

Aku berbalik berjalan Edward dan menciumnya sebentar kemudian keluar kamar.

Di luar kamar aku hanya tersenyum mengingat kejadian pagi ini. Rasanya begitu ringan. Mengingat hari-hari kemarin begitu berat. Mempertaruhkan hidup dan mati anakku. Ya anakku, yang kini menungguku di ruangan lain.

Kubuka pintu kamar Renesmee. Ia masih terlelap dalam box tidurnya. Mulut mungilnya membentuk huruf O mungil yang imut. Kakinya sedikit tertekuk karena panjan tubuh dan ukuran box tidurnya sudah hampir sama. Mungkin dalam waktu dekat aku dan Edward harus membelikan ranjang tidur untuk Nessie sebagai ganti box tidurnya ini. Aku berdiri di samping box tidurnya, memandanginya penuh cinta dan perasaan lega tak berani memegangnya karena takut membangunkannya. Aku baru hendak melangkah keluar kamar untuk membereskan ruangan-ruangan lain, tiba-tiba Nessie menggeliat bangun. Aku kembali berdiri di samping box tidurnya sambil tersenyum.

“Selamat pagi Nessie sayang..” sapaku lembut.

“Selamat pagi Momma…” jawabnya lirih sambil menguap dan mengusap-usap matanya.

Kukecup keningnya dan ia membalas mencium pipiku. Kuraih dia dan hendak mengangkatnya keluar dari box. Tapi ia malah mengelak dan menjulurkan tangan mungilnya ke pipiku. Ia menyuarakan apa yang ada di pikirannya. Ia masih saja suka ‘menunjukkan’ pikirannya daripada ‘mengatakannya’ padahal jika diperhatikan perbendaharaan katanya sudah sangat lengkap. Bahkan intonasi suaranya sudah mirip anak-anak dan sudah tak ‘cadel’ lagi layaknya balita.

Nessie menanyakan apa yang akan dilakukannya pagi ini. Bersamaku dan Edward, hanya aku dan Edward. Jujur aku belum punya rencana apa pun untuk pagi ini. Tiba-tiba Edward masuk dan menjawab.. “Bagaimana kalau hari ini kita kemping ke padang rumput favorit kita.” Edward mengerling padaku dan melingkarkan tangannya ke pinggangku. Nessie mengernyit, ia tak suka jika ia tidak mengerti topik pembicaraan seperti ini. Edward hanya tersenyum mengetahuinya.

“Kau nanti akan tau Nessie sayang. Dan Daddy sangat yakin kau pasti akan menyukainya sama seperti Mommamu dulu waktu pertama kali melihatnya.” Jawab Edward sambil mengelus-elus pipi Nessie dengan tangannya yang lain.

Mata Nessie melebar penasaran tapi tertarik. Kucubit pinggang Edward karena berani-beraninya dia menggodaku di depan Nessie. Kalau aku bukan vampire, pasti wajahku sekarang sudah bersemu merah karena saking malunya. Edward balas mencubitku. Nessie tertawa dari dalam boxnya melihat tingkah kami yang saling balas mencubit.

“Sudah-sudah..” kata Edward akhirnya. “Segera bersiap. Kita segera berangkat. Dandan yang cantik ya Nessie sayang. Daddy mau ke rumah grand dulu untuk mengambil mobil”

“Okke Daddy..” jawab Nessie sangat bersemangat.

“Sampaikan salam kami kepada mereka semua.” Teriakku menambahkan.

***

wait CHAPT 2 : PADANG RUMPUT
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

About Me


Hai!! Namaku Fitrotul Aini.
Tapi panggil saja aku Fitri.
Hanya 'part time personal blogger' tapi 'full time dreamer'.
 Bisa klik DISINI untuk tahu tentang aku dan blog ini yang selengkapnya.

Terima kasih sudah mengunjungi blogku ini.
Enjoy your reading.. :)

Contact me on : 
fitrotulaini1@gmail.com
or
Find me on :

Pengunjung

Teman-Teman

Blog Archive

  • ▼  2023 (1)
    • ▼  Januari (1)
      • [REVIEW] Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang : ...
  • ►  2022 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (52)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (12)
  • ►  2015 (43)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (6)
  • ►  2014 (27)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2013 (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2012 (48)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (59)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2010 (8)
    • ►  Desember (8)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

  • [REVIEW] Architecture 101 : Menyelesaikan Cinta Lama yang Belum Kelar
    Hola-hola... Bertemu lagi dengan hari Rabu.  Itu berarti jadwalnya #RabuReview yaa... Kali ini mau review film lagi nih... Film apa...
  • [REVIEW] WINGIT : Membaca dan Belajar dari Cerita 'Mereka'
    Judul : Wingit Penulis : Sara Wijayanto Penerbit : PT Elex Media Komputindo Tahun Terbit : 2020 ISBN : 978-623-00-2183-1 Halaman : vii + 244...
  • Kecap, Solusi Tepat Oleh-oleh Jombang
    Dulu pas masih jaman-jaman kuliah di Malang kalau lagi dibecandain sama temen-temen kuliah yang minta oleh-oleh kalau tahu aku abis pulang ...
  • List OST Decendants of The Sun dan Dimana Pertama Kali Mereka Dimuncul-dengarkan (Bagian 1)
    Drama Korea Descendants of The Sun bener-bener jadi trending topik sekaligus penguasa rating dunia perdramaan Korea sekarang. Sejak pert...
  • Gelar Akademik, Perlu Gak Sih Dicantumin??
    Euummm..... Jujur, kalau aku... pertanyaan ini udah jalan-jalan di otakku udah sejak jaman dahulu kala. Sejak jaman orang-orang (menur...

Member

Member

Member

Emak2Blogger

Member

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose