• Home
  • Review
  • Hiburan
  • Curhat
  • Tentang Saya
Facebook Twitter Instagram Pinterest

NIKKI*

Dalam Bahasa Jepang berarti Catatan Harian : info | cerita | review | hobi | hiburan | kuliner | serba-serbi



Kamu…
Sosok yang seringkali menyulut rindu
yang tanpa sadar menjadi candu
menghangatkan malam-malam syahdu.

Kamu…
Individu tak tahu malu
Menyeruak ke dalam kalbu
Menyulut rindu membangkitkan kenangan indah masa lalu

Kamu…
Kadang juga seperti hantu
Menghantui hari-hariku
dengan kenangan-kenangan indah bersamamu

Tapi Kamu…
Adalah bentuk hubunganku denganmu
yang jika berubah akan membuat semuanya menjadi rancu
sehingga membuat semua rindu dalam kalbu ini menjadi tabu
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
Rindu tiba-tiba hadir menggebu
Di antara rintik hujan di bawah awan kelabu
Hadirnya rindu
karena aku membuka kembali potret kebersamaanku denganmu
tersenyum bersama pada momen indah di masa lalu
Bersama rindu terseruak kenangan yang terbelenggu


Tapi rindu ini harus kusimpan hanya untuk diriku
karena orang lain tak boleh tahu
karena rinduku ini bagaikan benalu
yang hanya akan mengganggu
Rinduku juga bagaikan pembantu
pembantu yang mengharap cinta sang ratu
yang wujudnya ada tetapi tabu
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
"Lo masih punya 'rasa' sama Charlita, Ndre? Si model matre itu? Hey apa kata dunia?"

"Shut up your mouth, Jay. Gue tau lo sahabat baik gue. Tapi untuk urusan ini gue harap lo nggak ikut campur."

"Saat ini nama lo sebagai violist cerdas itu harus lo jaga, Ndre. Gue sebagai sahabat gak mau nama baik lo itu tercemar gara-gara lo masih ada hubungan sama si Baby Chay itu," Jay mengucap panggilan Charlita itu dengan nada manja layaknya Charlita yang mengucap saat ia mengakhiri khotbahnya.

"Lo gak pernah tahu sisi lain si Chay, Jay. Jadi lo gak berhak menjudge dia seenaknya.

"Terserah lo deh, Ndre."

Jay keluar dari ruanganku. Kemudian ingatanku melayang ke pertemuanku dengan Charlita tiga tahun lalu di Paris. Saat itu aku masih menyelesaikan sekolah biolaku di sebuah universitas musik terkenal di Paris.

Pertemuan pertama kami di bawah menara Eiffel dengan senyum Charlita yang mengembang saat melihatku usai memainkan biolaku di taman dekat Eiffel. Meski banyak orang yang melihat aksi kecilku itu, tapi senyum Charlita yang sangat menarik perhatianku. Senyum tulus yang tak dibuat-buatnya. Senyum itu tak pernah diperlihatkannya saat ia memikat pengusaha-pengusaha kaya yang dikejarnya untuk dipacarinya.

Charlita memang model yang sepanjang hidupnya selalu mengejar-ngejar laki-laki kaya untuk dipacarinya demi keuntungan pribadinya. Untuk bisa memenuhi keinginannya memiliki baju, sepatu dan tas ber-merk terkenal.

Tapi ada satu masa aku dan dia dipertemukan dalam satu keadaan dimana kami harus hidup dalam kekurangan bersama. Charlita harus menumpang di rumah kakakku yang seorang penjual bubur ayam. Ia harus rela menanggalkan baju, sepatu, dan tas ber-merknya. Berhari-hari ia menangis saat itu, tapi di balik tangisnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ia memiliki keteguhan hati yang kuat untuk keluar dari 'hidup sengsara' yang disebutnya. Dan hal itulah yang memotivasiku untuk menggapai cita-citaku menjadi violist ternama.

"Kau memiliki bakat alami yang harus terus kau perjuangkan, Andreas Wisasongko. Akan sia-sia bakatmu kalau kau tak perjuangkan dan kau tak bisa menjadi violist terkenal di seantero negeri ini. Jika kau terkenal, hidupmu tak akan lagi susah seperti ini."

Satu kecupan mendarat di bibirku setelah Charlita mengatakan kata-kata motivasi itu.

Satu kecupan yang tak pernah kulupakan.

Perlahan aku menyapu bibirku dengan ujung ibu jari mencoba merasakan bibir Charlita yang lembut itu. Kututup kedua mataku, membayangkan ciuman singkat kami malam itu.

Lama aku membayangkan......

Ceklek.....

"Andreas...." suara lirih itu, suara yang kukenal. Aku berdiri dari dudukku dan menoleh ke arah pintu.

"Charlita...."


Based by song:
Shania Twain - You're Still The One
---------------------------------------------------------------------------------------------------

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Aku menggenggam medali emas yang masih menggantung di leherku lekat-lekat. Di dekatku dua botol minum berwarna merah dan biru berdiri bersisian seolah sedang berpelukan haru melihat kemenanganku sore tadi.

"Match won by Arditha Santoso 21-15 21-10."

Suara dari wasit yang mengumumkan skor hasil kemenanganku sudah tak lagi terdengar oleh telingaku. Aku sudah larut sendiri dalam pikiranku. "Amira, lagi-lagi aku memenuhi janjiku untuk menjadi juara. Kau lihat....??"

*** 

"Aku dengar kau akan pergi..." tanya Amira pada pemuda bernama Arditha di depannya.

"Ya... “Benar, aku lolos seleksi dan dipanggil untuk bergabung di Pelatnas.” 

Mata gadis itu seketika tampak kosong. Kemudian ia mengerjap dan langsung saja setetes kristal bening jatuh mengikuti gaya gravitasi dari iris matanya. Ia… menangis. 

“Hei, tak usah terlalu dipikirkan. Sekarang komunikasi sudah canggih, kita ‘kan bisa berkomunikasi lewat telepon, SMS, ataupun, internet,” hibur Arditha. "Jadi jangan menangis lagi, oke..??" Arditha merengkuh Amira dalam pelukannya dan perlahan ia merasa Amira mengangguk pelan di pelukannya. 

Arditha menyudahi pelukannya. Tentu saja ia tak mau Amira larut dalam kesedihan.  Lagipula Arditha bisa merasakan kaosnya mulai basah oleh air mata dan tentu saja ia tak mau pulang dengan baju yang basah.

Pemuda itu kemudian menarik ranselnya mendekat. Mengeluarkan berbagai isinya. Sebuah sapu tangan dipakainya untuk menghapus sisa-sisa air mata yang membekas di pipi marun gadis itu.
 
Pemuda itu mengeluarkan botol air minumnya dari ransel. Lalu mengulurkan pada Amira,  “Mau minum?” 

Amira menggeleng pelan. “Trims, tapi aku sudah punya. Aku kan hari ini latihan. Apa kau lupa?” Gadis itu kembali merekahkan senyum terbaiknya sembari mengambil botol air minumnya dari tas olahraganya. Arditha hanya tersenyum tipis mendengarnya, ditariknya kembali uluran tangannya.
 
Tiba-tiba, terbesit ide di kepalanya.

"Amira, bagaimana bila kita bertukar botol air minum?”

Amira yang sedang meneguk air minumnya langsung berhenti. “Maksudmu?”

“Ya, kita bertuka botol air minum lalu nanti setelah kita bertemu lagi, kita harus mengembalikannya pada pemiliknya!” Tanpa ragu, pemuda itu mengutarakan idenya.

Beberapa detik, Amira tampak berpikir. Namun akhirnya gadis itupun menyetujuinya.

“Baiklah! Janji ya, kau jaga baik-baik botol air minumku.” Gadis itu mengulurkan jari kelingkingnya.

“Heh? Apa itu?” Arditha mengernyitkan dahinya. Bingung dengan uluran kelingking dari Amira.

“Kata Ayahku, bila berjanji kita harus saling mengaitkan kelingking kita! Seperti di film-film.” Gadis itu meraih jari kelingking Arditha lalu mengaitkannya dengan kelingkingnya sendiri. Sementara Arditha hanya mengangguk-angguk mengerti.

“Kita bertemu di sini lagi secepatnya setelah aku meraih juara dan saling mengembalikan botol air minum ini. Janji!” Arditha berjanji yakin. Kaitan kelingking pertanda janji yang—mungkin—takkan bisa ditepati.

*** 

"Ar.... Ingat Amira lagi?" sebuah suara dan tangan besar yang menyentuh pundakku mengagetkanku.

"Dion.."

"Mungkin kau bisa mengunjungi makamnya. Kuantar kalau kau tak keberatan."

"Terima kasih..." ucapku pelan. Satu-satu, secara bergantian aku memandangi botol minum berwarna merah-biru yang berdiri beriringan itu dan foto terakhir Amira yang diberikan Dion saat pertama kali aku bertemu dengannya.

Amira....

Sudah tiga tahun kau pergi.... sudah banyak juara yang kuraih. Tapi kenangan dan janji bersamamu tak pernah hilang dan tak terganti. 



Based by song:
Marcell - Takkan Terganti
---------------------------------------------------------------------------------------------------

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Di bawah terangnya cahaya bulan, Rissa dan Chandra berjalan bergandengan tangan menuju sebuah bangunan bersejarah tempat mereka pertama kali bertemu dan jatuh cinta. Gedung Rahasia, Chandra menyebutnya, karena disanalah ia sering berkeluh kesah dan mencurahkan semua rasa di hatinya saat ia tak bisa menyampaikan keluh kesahnya pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Terlebih tentang perasaannya pada Rissa saat mereka belum ditakdirkan untuk bersama.

Chandra dan Rissa menatap lurus gedung itu dengan tatapan yang penuh kenangan, mereka bersyukur akhirnya mereka bisa kembali ke tempat kenangan mereka saat mereka kini sudah menjadi pasangan.

"Sebenarnya, aku menyembunyikan sebuah hadiah yang sudah kusiapkan untukmu disini." ucap Chandra pada Rissa sembari masih menatap Gedung Rahasia. Rissa memandang Chandra penasaran kemudian menunduk tersipu.

"Aku sudah memiliki segalanya. Bagaimana mungkin aku berani menginginkan hal yang lain?" ujarnya dengan menatap
Chandra penuh syukur.

Chandra balas menatap Rissa dengan tatapan yang sama. "Aku sudah menyiapkan hadiahnya. Carilah!" perintah Chandra lembut.

Rissa menoleh menatap Gedung Rahasia, ia lantas melepaskan genggaman tangannya dari tangan Chandra dan mulai mencari hadiah yang dimaksudkan Chandra.

Ia menyusuri setiap inci bagian dari Gedung Rahasia, hanya di bagian luar saja sebenarnya, karena pintu Gedung sedang ditutup karena di dalam sedang ada perbaikan.

Pot bunga, kap lampu, angin-angin, hinga daun jendela ditelusuri
Rissa. Ia bahkan sampai mendongak kesana dan kemari hanya untuk mencari hadiah yang dimaksudkan oleh Chandra. Bahkan ia sampai meraba-raba lantai dan rumput yang ada di halaman. Chandra  hanya tersenyum melihat usaha yang tengah dilakukan Rissa .

"Bukankah kau baru saja bilang bahwa kau tidak memerlukan hal-hal lain? Untuk orang yang baru saja mengatakan hal seperti itu, tidakkah kau mencarinya dengan terlalu serius?" sindir
Chandra pada Rissa yang masih tengah serius mencari.

"Apa itu sebenarnya?"
Rissa berbalik bertanya pada Chandra karena ia tak kunjung menemukan sesuatu yang dimaksud Chandra. "Mungkinkah itu benda yang sangat kecil hingga tak bisa dilihat dengan mata telanjang?"

"Kecil? Tidak!" sanggah
Chandra.

Rissa menengadah menatap Chandra mencerna kata yang baru saja diucapkan oleh Chandra. Itu sebuah petunjuk penting. Ia lantas berjalan kembali ke arah Chandra kemudian menatap dalam kedua mata Chandra. Namun saat ia sudah dekat dengan Chandra, tatapan itu berubah tercampur sedikit keraguan.

"Mungkinkah itu... Kau ingin memberikan padaku Gedung Rahasia?" tanya
Rissa ragu-ragu.

Tawa
Chandra seketika pecah. "Kau berani berpikir seperti itu?" tanyanya pada Rissa setelah tawanya reda. "Tapi bukan itu." lanjutnya.

"Lalu apa itu?" tanya
Rissa dengan senyum manisnya.

Chandra menghela napas. "Yang ingin kuberikan padamu adalah sesuatu yang tidak dapat ditukar dengan apapun di dunia ini. Di seluruh dunia, hanya ada satu, satu-satunya. Yang selama ini para wanita menginginkannya. Satu-satunya.." ucapnya dengan diakhiri senyum.

Rissa balas tersenyum setelah mendengar pernyataan Chandra. Ia akhirnya menyadari 'sesuatu' apa yang ingin Chandra berikan untuknya.

"Mungkinkah....??" tanya
Rissa dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.

"Sepertinya kau sudah menebaknya."
Chandra pun turut mengembangkan senyumannya. "Benar, itu aku." Chandra mengakuinya dengan malu-malu.

Rissa pun semakin memperlebar senyumannya. Rasa bahagianya yang terlalu membuatnya ingin terus tersenyum dan tertawa.

"Hmm.. Apa arti tawamu itu? Jangan bilang ada yang lucu." tanya
Chandra penasaran karena melihat Rissa yang tertawa begitu senang.

"Bagaimana mungkin aku berani tidak hormat pada BOS-ku yang terhormat?" jawab
Rissa dengan pertanyaan retoris. "Aku tersenyum karena aku bahagia. Karena aku bahagia karena itulah aku tertawa." lanjutnya dengan masih dengan senyumnya yang mempesona menghias wajah ayunya.

Chandra lantas berjalan dua langkah besar-besar kemudian memeluk erat tubuh Rissa.

"Bukankah kau sudah memberikan hatimu padaku? Karena itu, aku akan memberikan segalanya padamu." ucap
Chandra dengan tegas di telinga Rissa dan masih dengan memeluk Rissa erat.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kupandangi sebuah origami berbentuk perahu yang tiba-tiba kutemukan dalam tas olahragaku sambil duduk-duduk di bangku di sisi lapangan sambil sesekali melihat pintu masuk. Aku sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian orang itu datang sambil setengah berlari dan berhenti di hadapanku dengan napas yang masih naik turun.

"Maaf terlambat." ucapnya sembari mengatur napasnya. Ia meletakkan tas olahraganya di lantai kemudian membukanya dan mengambil sebotol air mineral dan meminumnya hingga tinggal setengah.


"Mau menjadi pasanganku untuk selamanya?" tanyaku tiba-tiba. Entah apa yang membuat aku berani mengatakannya. Semuanya serba tiba-tiba terpikir olehku.

"Eh?" ia mengernyitkan dahinya mencoba mencerna perkataanku.

"Jadilah pasanganku buat selamanya. Tak cukup hanya partner di dalam lapangan, tapi di luar lapangan juga. Karena meskipun aku sudah mencari tambatan hatiku kesana-kemari, tapi nyatanya aku menemukannya disini. Di hadapanku, sedang menggenggam sebuah botol air minum, yang siap berlatih bersama denganku, dan bersiap mengharumkan nama bangsa bersama. Partner sekaligus sahabatku..."

Aku melihat matanya membelalak tak percaya. Ekspresinya bercampur aduk mulai bingung, kaget, dan sedikit bahagia. Mungkin.

Aku meraih satu tangannya yang bebas yang tak digunakannya menggenggam botol air minum. "Jadilah tambatan hatiku. Tempatku kembali, dan tempatku berbagi segala rasa bahagia bahkan duka. Aku mencintaimu."

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Kemudian satu... dua... tiga... tetes air mata mulai turun membasahi pipinya yang putih bersih itu.

"Untukmu." aku mengangsurkan origami berbentuk perahu itu kepadanya. Ia memandangnya sekilas kemudian tanpa kusangka ia memelukku kemudian menangis di dadaku. Namun di sela tangisannya aku bisa mendengarnya mengucapkan sebuah kata..

"Aku juga mencintaimu."

---------------------------------------------------------------------------------------------

Inspired by Perahu Kertas'es Lyric.
"Perahu kertas mengingatkanku, betapa ajaib hidup ini. Mencari-cari tambatan hati. kau sahabatku sendiri....."
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

About Me


Hai!! Namaku Fitrotul Aini.
Tapi panggil saja aku Fitri.
Hanya 'part time personal blogger' tapi 'full time dreamer'.
 Bisa klik DISINI untuk tahu tentang aku dan blog ini yang selengkapnya.

Terima kasih sudah mengunjungi blogku ini.
Enjoy your reading.. :)

Contact me on : 
fitrotulaini1@gmail.com
or
Find me on :

Pengunjung

Teman-Teman

Blog Archive

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret (1)
      • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempela...
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2021 (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (52)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (12)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (6)
  • ►  2014 (27)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2013 (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2012 (46)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (59)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2010 (8)
    • ►  Desember (8)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

  • [REVIEW] Keajaiban Toko Kelontong Namiya : Mempelajari Makna Hidup dari Sebuah Toko Kelontong
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya  Penulis : Keigo Higashino  Alih Bahasa : Faira Ammeda  Penerbit : Penerbit Gramed...
  • [REVIEW] LAKI-LAKI KE-42 : Lika-liku Pertemuan Belahan Jiwa
    Judul : Laki-laki ke-42 Penulis : Atalia Praratya Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2021 ISBN : 9786020641065 Tebal ...
  • [REVIEW] The Red Sleeve : Kisah Cinta Sejati Sang Raja
    "Ada banyak wanita di dunia. Banyak yang berasal dari keluarga hebat yang berpendidikan tinggi dan memiliki karakter yang baik. Mereka ...
  • [REVIEW] Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang : Upaya Berdamai dengan Luka dan Trauma
    IDENTITAS BUKU :  Judul : Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang  Penulis : Wisnu Suryaning Adji  Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pu...
  • Coretan Fitri tentang DAY6 The Book of Us : Negentropy - Chaos swallowed up in love
    Halo selamat malam teman-teman semuaaa.... Fitri menulis tulisan ini sambil mewek jelek karena Senin, 19 April 2021 pukul 6.00 PM KST atau 4...

Member

Member

Member

Emak2Blogger

Member

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose